Share

BAB 6. Jahatnya ucapan ibu.

Assalamualaikum selamat pagi semuanya cerbung baruku ini ikutin terus, ya? Follow juga akunku. Terima kasih šŸ’•

šŸŒøšŸŒøšŸŒø

Belum juga aku menjawab Mbak Lili sudah menarik tangan ibu. Aku dipersilakan oleh panitia untuk langsung ke prasmanan. Meski terdengar bisik-bisik karena aku tidak memakai seragam sendiri, tapi aku tetap percaya diri saja tidak mengapa tidak dianggap keluarga.

ā€œKamu makin cantik aja, Ta,ā€ ucap Bibi Warni, adik ibu.

ā€œAlhamdulillah, terima kasih, Bi,ā€ jawabku.

ā€œMaaf ya, Bibi belum jenguk suamimu. Tahu sendiri Bibi lagi sibuk banyak kegiatan maklum pejabat,ā€ katanya lagi sambil mengibaskan jilbabnya.  Aku mengiyakan saja. Entah mungkin sudah keturunan dari nenek moyangnya ibu, ini keluarga kerjaannya tukang pamer.

ā€œKamu nyumbang berapa, Ta?ā€ Seketika tenggorokanku tercekat susah menelan makanan.

ā€œKenapa kamu tanya begitu, Li? Sudah tahulah jawabannya,ā€ sindir Bibi. Kemudian mereka terkekeh.

Kucoba menghirup udara sebanyak-banyaknya agar tidak sesak dada ini. Kembali kunikmati makananku.

ā€œHeh, Ta, makan enggak usah banyak-banyak ya? Ibu, tahu kamu pasti nyumbang sedikit kan,ā€ sahut ibu. Aku hanya diam saja karena memang nyatanya begitu aku nyumbang hanya 50 ribu rupiah saja.

Acara makan-makan selesai, aku buru-buru menemui Mbak Asih untuk berpamitan. Aku rasanya sudah tidak betah di sini.

 ā€œEh, mau ke mana kamu? Sana dulu kami mau foto bersama,ā€ ucap Mbak Lili dia mendorongku untuk menjauh. Memang setelah acara makan-makan selesai mereka semua foto dengan berbagai gaya hanya aku yang tidak diajak.

Karena bete menunggu mereka yang tidak selesai-selesai akhirnya aku beranikan diri untuk berpamitan, Kia sudah rewel dan aku pun tidak tega jika meninggalkan Mas Danu terlalu lama, kasihan jika nanti dia haus ataupun ingin ke toilet.

ā€œSudah kubilang sana dulu enggak usah ikut foto kok, malah nekat,ā€ ucap Mbak Lili dia menarik jilbabku hingga aku terjengkang ke belakang. Sakit dan malu.

Melihatku terjengkang mereka malah tertawa padahal aku menggendong bayi, tapi tidak ada yang menolongku. Aku berjalan cepat melewati mereka yang sedang bergaya kumasukkan amplop ke dalam wadahnya dan berlalu pulang tanpa berpamitan.

Sesampainya di rumah Mas Danu sudah rapi, dia hendak pergi ke sangkal putung bersama Joko temannya.

ā€œMas, ini sisa uangnya tinggal segini, semoga cukup ya?ā€ Kuberikan sisa uang kemarin pada Mas Danu. Meski kutahu uang itu sangat kurang suamiku masih menerimanya dengan senyuman.

Kuputuskan untuk memberi tahu orang tuaku meski Mas Danu melarang. Dengan begini rasanya hatiku plong. Ibu dan bapak terkejut dan sedikit memarahiku karena aku tidak memberi kabar padanya dari kemarin.

ā€œKenapa sore begini Mas, berangkatnya?ā€

ā€œKata Joko, kalau siang pasiennya banyak, lagi pula dekat kamu jangan khawatir, ya?ā€

ā€œHati-hati ya, Mas, semoga Allah berikan kesembuhan,ā€ kataku penuh  harap.

ā€œHalah, enggak bakalan sembuh itu, orang enggak dioperasi. Kamu berobat ke sana sini juga percuma, Danu, yang ada buang-buang duit saja,ā€ sahut ibu dari luar. Manusia satu ini ajaib bisa datang dan muncul kapan saja.

ā€œDoakan saja, Bu. Masa sama anak ngomongnya begitu,ā€ ucap Joko menimpali ucapan ibu.

ā€œSudah capek aku doain Danu tiap hari, tapi tetap saja miskin, enggak bisa nyenangin orang tua yang ada malahan nih, kamu lihat sendiri kan? Dia cacat. Nyusahain saja!ā€ Ibu berucap kesal dan menjatuhkan plastik kresek hitam tepat di depanku.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Mohamad Yahya
luar biasa
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status