WARISAN ISTRIKU (5)
(Aku Tak Tahu Istriku Banyak Warisan Saat Kutalak Tiga Dirinya)
"Laras benar. Apa kamu nggak takut kalau keluargaku bikin perhitungan sama kamu? Ayo, Mas kita berangkat sekarang! Aku nggak mau mereka nunggu lebih lama lagi karena kamu tahu sendiri bapakku orangnya nggak sabaran. Bisa-bisa kamu dicarinya ke sini kalau nggak juga datang-datang!" ujar Bu Sonia sembari menarik tangan Mas Danu berusaha memaksa laki-laki itu pergi.
Akhirnya setelah kulihat berpikir-pikir sesaat, Mas Danu pun pergi membuntuti langkah Bu Sonia yang sudah tak sabar lagi mengajak Mas Danu datang ke rumahnya.
Masih bisa kulihat tatapan Mas Danu yang terlihat sedih dan terpaksa mengikuti langkah wanita bertubuh gemuk di depannya.
Entah apa maksudnya, karena awalnya laki-laki itu begitu bahagia dan gembira saat memberi tahuku jika ia hendak menikah lagi dengan pemilik warung sembako itu.
Tetapi saat aku mengatakan kalau bapak dan ibu mendapat uang ganti rugi senilai miliaran rupiah dari perusahaan pertambangan minyak yang sedang ekspansi membangun kilang minyak baru di desaku di Jawa Timur sana tiba-tiba gelagatnya soal Bu Sonia jadi angot-angotan begini.
Ada gerangan apakah sebenarnya?
*****
Aku masih setia menonton televisi saat dua jam kemudian pintu diketuk dari luar dan Mas Danu masuk dengan wajah terlihat ditekuk.
Entah apa yang membuatnya demikian. Namun, aku hanya diam saja sebab tak berpikir itu menjadi urusanku.
Sejak ia mengucapkan talak beberapa jam yang lalu aku memang sudah hampir tak punya hati lagi untuknya.
Kalau ia saja bisa menukar kedudukanku sebagai istri yang selama ini setia mendampinginya hanya karena lamaran seorang janda pemilik warung sembako, kenapa aku tidak bisa bersikap tidak peduli pada kesedihannya?
Biar saja dia begitu karena kurasa itu bukan urusanku lagi!
"Ras, kamu lagi ngapain? Bisa nggak mas minta tolong bikinkan kopi panas? Mas pusing kepala. Nggak bisa mikir," ujarnya sambil menjatuhkan tubuhnya ke atas sofa dengan gerakan lunglai.
Aku hanya mengangguk tanpa ingin bertanya.
Tak apalah sekali ini kubikinkan kopi untuknya, sebab besok pagi toh aku sudah akan pergi meninggalkan dirinya untuk menjadi miliarder karena sebagai anak satu-satunya dari ibu dan bapak, aku pasti akan menjadi pewaris tunggal uang ganti rugi itu.
Aku beranjak ke dapur lalu meletakkan gelas kopi ke hadapannya masih dalam keadaan diam. Tak menegurnya.
Namun, tiba-tiba ia membuka mulutnya.
"Ras, apa besok pagi kamu benar-benar mau pulang?"
Aku memicingkan mata mendengar pertanyaannya. Sudah bolak balik aku mengatakan akan pulang, masa masih tidak jelas juga?
"Tentu saja, Mas. Kenapa? Kan sudah berkali-kali aku bilang, masa harus diulang terus?" protesku.
"Bukan gitu, Ras. Maksud mas, apa kamu bener-bener mau pulang sendiri?" tanyanya dengan nada lemah. Tak bersemangat.
Aku mengangguk. "Iya, Mas!"
"Beneran nggak mau ditemani?"
Aku kembali mengangguk.
"Soalnya begini, Ras. Kalau kamu nggak mau ditemani, artinya ... mas akan tetap di sini. Masalahnya, Sonia ngajak mas buru-buru menikah dan ... entah mengapa mas jadi ragu sekarang."
"Ragu? Kenapa?" Aku bertanya pura-pura tak mengerti. Padahal sedikit banyak aku sudah mulai bisa menangkap alasan yang membuat ia tiba-tiba tidak bergairah lagi menerima ajakan menikah dari Bu Sonia itu.
"Ya ... kamu tahu sendiri kan gimana Sonia? Mas merasa dia nggak cocok dijadikan istri. Dia janda dengan tiga anak. Mas takut nggak bisa cocok dengan anak-anaknya."
Mendengar jawabannya, aku menghela nafas.
"Lho, apa mas baru tahu kalau Bu Sonia punya tiga anak? Bukannya dari dulu Mas sudah tahu ya?"
WARISAN ISTRIKU (45)"Gimana, Pak? Apa kata Pak Susanto? Apa beliau bersedia aku menjadi donor ginjal beliau?" tanya Danu saat Pak Harisman masuk ke dalam rumah usai mengunjungi Pak Susanto yang katanya saat ini tengah berada di rumah sakit, menunggu pendonor yang bersedia mendonorkan ginjal untuknya.Pak Harisman tersenyum kecut lalu menghembuskan nafasnya."Beliau mau sih, Nu. Cuma Bapak salah dengar. Bapak kira dia mau ngasih lima ratus juta untuk yang bersedia donor ginjal buat dia, tapi ternyata cuma lima puluh juta.""Kalau cuma lima puluh juta, buat apa, Nu? Rugi! Ginjal tinggal satu, kamu pasti sudah nggak bisa kerja berat lagi. Mana kata dokter, habis donor, harus benar benar jaga kesehatan. Gimana mau jaga kesehatan, kalau hidup kita morat marit, Nu?""Jadi kalau menurut Bapak sih nggak usahlah, Nu. Mending kita jualan es di pinggir jalan aja dari pada donor ginjal. Berat konsekuensinya. Cuma masalahnya kita nggak punya modal buat jualan. Yang nggak perlu modal cuma ngemis a
WARISAN ISTRIKU (44)"Cie ... ini ya calon istri Mas Dicky? Wah cantik banget, Mas ... calonnya ... kapan nih diresmikan?" ujar seorang gadis muda berusia dua puluh tahunan yang ada di hadapan Dicky dan Laras saat laki laki itu memperkenalkan Laras pada keluarga besarnya yang tengah berkumpul di meja tamu pada acara pesta pernikahan mewah yang diselenggarakan oleh sepupu Dicky di sebuah hotel bintang lima tersebut.Mendengar perkataan gadis muda itu, yang lain pun ikut menimpali dengan nada menggoda."Iya, nih. Kapan dihalalkan? Udahan dong jomblonya. Udah kaya juga. Perusahaan udah dua. Kantor pengacara laris job. Aset ada di mana mana. Rumah, mobil, tabungan, semua ada. Tunggu apalagi, Mas Dicky? Mau nyari apa lagi? Emang nggak pengen kayak Mahesa tuh yang akhirnya nikah juga setelah sekian lama jomblo?" sambut yang lain pula hingga membuat baik Dicky mau pun Laras merah mukanya karena menahan jengah."Apa sih, Rasty! Laras ini cuma teman. Nggak usah menggoda deh. Nanti dia nggak ma
WARISAN ISTRIKU (43)Bu Risma menatap putrinya saat Laras tengah mengerjakan laporan keuangan usaha miliknya sembari menyantap sarapan pagi dengan wajah terlihat lelah. Betapa dia melihat putrinya itu telah bekerja keras membanting tulang sedemikian rupa demi kemajuan usaha minimarket miliknya, sehingga hari harinya begitu sibuk dan melelahkan.Ah, andai saja Laras memiliki suami, yang tentu saja sifat dan tindak tanduknya tak seperti Danu, mantan menantunya kemarin, Laras pasti tak perlu secapek ini mengerjakan semuanya sendirian.Sekarang meski pun ada Dicky dan Reno yang tak pernah lepas membantu putrinya itu membangun dan membesarkan usaha, akan tetapi tetap saja beda bila Laras didampingi oleh seorang suami, yang berada di depan menghandle semuanya.Berpikir begitu, Bu Risma pun akhirnya membuka mulutnya, berusaha mengajak Laras bicara soal mencari pendamping hidup yang baru."Ras ... hmm ... apa kamu belum berpikir untuk ... untuk mencari pengganti Danu, Ras? Sekarang kamu kan s
WARISAN ISTRIKU (42)Laras sendiri usai menjawab pertanyaan Ibunya, lantas membuka ponselnya yang bergetar menandakan ada pemberitahuan baru pada akun media sosialnya. Sepertinya itu adalah notifikasi pesan what's app yang baru saja masuk. Dia pun buru buru membuka aplikasi hijau dalam ponselnya tersebut dan sedikit terkejut membaca pesan baru dari Dicky.[Ras, siang ini kamu sibuk nggak? Hmm ... kalau nggak sibuk, bisa temenin aku menghadiri acara pesta pernikahan sepupuku nggak?][Biasanya sih aku pergi sendiri. Tapi kali ini nggak tahu, kok rasanya pengen ngajak kamu sebagai teman ya.][Tapi kalau kamu sibuk, nggak apa apa kok aku pergi sendiri saja.] tulis Dicky di kolom obrolan.Untuk sesaat Laras dilanda bingung. Haruskah dia menerima permintaan Dicky tersebut atau tidak. Bukankah lazimnya seorang laki laki akan mengajak pasangannya untuk hadir di acara pesta seperti itu? Apalagi ini pesta pernikahan keluarga dekatnya. Apa Dicky tak punya teman spesial atau calon istri yang bisa
WARISAN ISTRIKU (41)Bu Risma menatap putrinya saat Laras tengah mengerjakan laporan keuangan usaha miliknya sembari menyantap sarapan pagi dengan wajah terlihat lelah. Betapa dia melihat putrinya itu telah bekerja keras membanting tulang sedemikian rupa demi kemajuan usaha minimarket miliknya, sehingga hari harinya begitu sibuk dan melelahkan.Ah, andai saja Laras memiliki suami, yang tentu saja sifat dan tindak tanduknya tak seperti Danu, mantan menantunya kemarin, Laras pasti tak perlu secapek ini mengerjakan semuanya sendirian.Sekarang meski pun ada Dicky dan Reno yang tak pernah lepas membantu putrinya itu membangun dan membesarkan usaha, akan tetapi tetap saja beda bila Laras didampingi oleh seorang suami, yang berada di depan menghandle semuanya.Berpikir begitu, Bu Risma pun akhirnya membuka mulutnya, berusaha mengajak Laras bicara soal mencari pendamping hidup yang baru."Ras ... hmm ... apa kamu belum berpikir untuk ... untuk mencari pengganti Danu, Ras? Sekarang kamu kan s
WARISAN ISTRIKU (40)Namun, Yuni yang masih dikuasai oleh amarah, menepis kasar tangan Danu yang berusaha meraih tangannya dan menyentaknya dengan keras."Jangan sentuh aku, Danu! Aku bilang aku nggak sudi memaafkan kamu lagi! Jadi sekarang juga silahkan pergi dari rumah ini karena aku nggak akan pernah lagi memberikan kamu kesempatan kedua! Tidak!" "Sekarang juga, pergi kamu dari sini, Danu! Rudy, tolong bantu paman kamu ini bawa tasnya lagi masuk mobil biar dia bisa balik ke rumah orang tuanya lagi!" seru Yuni pada keponakannya yang berada di dalam toko yang buru buru keluar saat Yuni memanggilnya.Tas itu pun dimasukkan Rudy ke dalam taksi online kembali lalu setelah itu mendorong tubuh Danu supaya mengikuti juga masuk ke dalam mobil."Ayo, Paman masuk ke dalam mobil. Jangan ganggu Tante aku lagi kalau nggak mau berurusan sama aku!" ujar Rudy pula dengan nada mengancam dan tegas yang membuat Danu mau tak mau akhirnya masuk ke dalam mobil juga karena enggan berurusan dengan Rudy ap