Share

Mansion Reza

"Ngapain sih ngeliatin mulu!" suasana hatiku yang lagi buruk ditambah lagi dengan pemuda yang ga jelas satu ini.

"Gunanya punya mata buat apa?" jawabnya sambil menyenderkan punggungnya.

"Aku bingung," ujarku dengan tatapan kosong. Reza hanya melipatkan kedua tangannya di dada.

"Saya paham."

"Gimana kamu bisa kenal sama mama?"

Reza hanya menaikan pundaknya sambil menghela nafas nafas. Aku mulai merasakan perih di lambungku dan merasa sangat dingin.

"Pulang yuk," ajaknya. Tanpa menunggu jawaban dariku, ia malah langsung menggandeng tanganku. Reza merasakan tangan Nara yang sangat dingin, ia juga melihat baju Nara masih sama seperti tadi hanya saja Nara memakai sweater moca yang melekat ditubuhnya.

Aku hanya mengikutinya dari belakang. Aku merasakan kehangatan di tangan Reza saat di dalam mobil. Aku yang awalnya membuka suara untuk memecahkan keheningan nantinya diantara kita.

"Za, aku bingung," ujarku yang menatap jalanan.

"Kenapa?" tanya Reza dingin.

"Aku ga tau kamu siapa? terus, maksudnya kamu itu apa?" belum sempat Reza menjawabku, aku mulai ngomong lagi.

"Aku masih SMA, Za. Keinginan aku masih banyak!" aku berusaha untuk menahan air mataku.

Reza menepikan mobilnya dan menatapku sangat dingin. Suasana ini mulai mencengkram. Aku yang sudah mulai emosi pikiranku sangat cape sekarang.

"Aku tau kamu," ujarnya yang seolah-olah tau segala hal tentang Nara.

"YA TAPI AKU GA KENAL KAMU!" aku sedikit ngebentaknya sambil memejamkan mata.

"Mama udah ngomong semuanya, kan?"

Reza menangkup kedua pipiku dan didekatkan ke mukanya, jari jempolnya menghapus jejak air mataku.

"Menikahlah denganku,. Akanku urus semuanya. Hidup juga nantinya bakalan bahagia," ucapnya dingin.

Aku menepis kasar tangannya. "GA SEGAMPANG ITU, REZA!" Protesku. Sejujurnya aku sanget takut sama pemuda yang berada di depanku.

"PERSETANAN DENGAN SEMUANYA!"

Reza yang kini sudah sangat murka dengan ucapan Nara tadi.

"Tarik omongan kamu barusan, Nara Charlie!" desisnya yang memajukan mukanya. Hampir tidak ada jarak diantara kita.

"Maaf," cicitku menyesal mengatakan itu dengan frontal. Frontal karna terlalu emosi.

"Gapapa."

Aku dibuat ga habis pikir dengannya, aku udah deg-deg tadi kalau dia mau pukul aku.

"Kenapa Reza sulit banget ditebak," pikir ku.

"Kamu ragu sama aku itu wajar," sambungnya sambil melirik ke arah ku.

Aku masih terdiam menatap jalanan. Aku merasakan badanku yang mulai menggigil dan merasa sangat pusing.

"Aku kasih waktu seminggu untuk kita saling kenal."

Sontak membuat aku menoleh padanya dengan tatapan kesal. Maksudnya apa-apaan seminggu?!

"Loh pak! Seharusnya saya yang kasih penawaran bukan bapak!" Reza hanya terkekeh saat dirinya disebut 'pak'.

"GAMAU POKONYA!" protesku.

"Harus!" ucap Reza yang meninggi.

"Terserah deh.”

"Besokkan minggu kita bisa pergi jalan-jalan," ujar Reza dengan semangatnya namun, beda lagi denganku.

"Gabisa," jawabku sambil menarik nafas.

"Yah..kenapa?" suaranya seolah-olah dibuat sedih.

Aku menoleh ke arahnya dan mata kita saling beradu tatap. Aku terdiam sejenak untuk melihat wajah tampannya. Jujur aku juga bukan perempuan yang munafik.

"Mata yang indah," batin Reza.

"Ko diem?" tanyanya seraya menaikan alis satu.

"E-eh gini, Za. Aku abis dipecat dari pekerjaanku dan ya gitu deh jadi aku ga punya penghasilan sama sekali. Apalagi sama biaya pengobatan mama itu ga sedikit jumlahnya," Reza yang mendengarnya dengan raut wajah yang penuh kemenangan.

"Apalagi dua bulan lagi aku mau lulus SMA."

"Oh gitu."

"Hmm...kalau gitu jadwal pergi kita ganti hari," sambung Reza.

Aku menatap Reza dengan wajah yang ga suka. Dia pikir aku orang yang pengangguran?  jangan mikir buat kebahgiaan diriku sendiri, hari aja pasti bebanku bakalan bertambah.

"Mau tanya lagi, boleh?" aku mulai memberanikan diri untuk menanyakan sesuatu hal.

"Hmm...gimana ya," ucapku ragu untuk ngomong ini.

"Omongin aja," jawabnya datar.

"Kenapa mama bilang aku harus menikah sama kamu?"

"Sialan! Kenapa pake tanya itu!" batin Reza yang langsung memasang raut wajah kaget serta bingung.

"Kenapa?" tanyaku dengan penuh harapan.

"Ga tau."

"Au amat sia-sia ngomong," gerutuku.

Hening.

Aku kembali memikirkan bagaimana caranya untuk aku melamar kerja lagi padahal di satu sisi aku juga harus belajar buat ujian nanti. Aku menutup mataku untuk menetralkan pikiranku namun, kenyataannya aku malah tertidur karna saking capenya.

Reza yang melirik kursi penumpang di sampingnya dengan raut wajah yang licik.

"Nar? Nara kamu bobo?" ucapnya seraya menepuk pelan pipiku.

Mungkin aku saking pulasnya jadi tidak merasa terusik sama sekali.

Reza mencondongkan badannya untuk menarik tuas kursih agar bisa mundur sedikit tak lupa Reza memberinya bantal agar tidak sakit nantinya leher Nara. Reza melihat wajah Nara yang sedekat ini terkesima oleh kecantikan natural yang Nara punya. Ia segera melajukan lagi mobilnya dengan kecepatan penuh agar bisa cepat sampai di mansionnya.

Setibanya di mansionnya. Ia langsung menggendong gadisnya ala bridal style.

"Nyenyak banget si bobonya," ucapnya seraya menggendongku.

"Tuan, apa saya perlu membersihkan kamar tamu?" tanya mbo Siti.

"Ga usah mbo, dia tidur di kamar saya," jawab Reza sambil melangkah naik ke anak tangga.

"Baik tuan."

Reza membaringkan tubuhku di atas kasur kingnya dan menyelimuti tubuhku sampai atas dada. Sebelum bangkit dari duduknya Reza sempat mengelus rambut dan mencium pucuk kepalaku.

Lalu ia bangkit dan berjalan masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan badan. Sedangkan Nara, ia masih tertidur pulas dengan posisi miring ke kanan sambil memeluk guling milik Reza. Reza yang baru selesai dengan ritualnya langsung memakai bajunya di dalam kamar mandi. Reza masih waras untuk tidak melakukan hal itu.

Reza berjalan ke arah balkon yang disuguhi dengan pemandangan yang hampir senja. Rasanya hari ini berjalan sangat lama, sambil menghirup udara segar. Reza membalikan badannya menjadi menghadap ke arah kasurnya, terdapat senyuman yang terpancar saat melihat gadisnya sedang tertidur pulas. “Andai kalau ini bukan atas nama dendam,” ucapnya sambil tersenyum miris, ia tidak merasa terusik sama sekali  saat guling kesayangannya dipeluk orang lain.

Tok tok tok tok

“Tuan,”panggilannya pelan seperti suara paruh baya.

Reza berjalan kearah pintu dan membukaan pintu lebar. “Ada apa mbo?”

“Itu tuan ada nak Reyhan di bawah.”

“Baik mbo. Oh ya mbo tolong bangunin Nara, ya,” ujarnya langsung turun ke bawah untuk nemuin Reyhan.

Mbo yang masuk ke dalam kamar hanya bisa tersenyum senang. “Akhirnya nak Reza membawa seorang gadis,” batin mbo.

Mbo mendekati Nara dan mengelus serta menepuk pelan pipi Nara. Nara yang terusik pun akhirnya memaksakan  diri untuk membuka matanya.

“Euunghh mama,” aku  melototkan mataku saat melihat oring asing di depanku.

“Ga usah takut non, saya mbo Siti pelayanan utama di sini,”ujarnya yang sangat sopan.

“Di sini?” beoku.

“Iya non. Di mansion tuan Reza.”

“REZA?!” pekikku.

Akhirnya mbo Siti menceritakan padaku dari awal. Bagaimana aku bisa di sini, yang jadi pertanyaan utama dalam benakku saat ini. “Apa dia macam-macam denganku?”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status