Share

Bab 6

Kemeriahan suara pembawa acara mulai terdengar dari dalam ruang platinum. Riuh rendah suara yang dilontarkan oleh orang-orang yang ada di sana, juga turut membangkitkan suasana acara pertemuan itu.

Seperti namanya, tentu saja ruangan platinum adalah sebuah tempat yang paling megah di gedung Kaisha Enterprise BC. Bayu pernah mendengar kabar burung yang beredar, bahwa untuk membangun ruangan itu dibutuhkan uang sekitar 5 milyar rupiah.

Dan, memang terbukti dari testimoni setiap orang yang pernah masuk ke sana. Mereka mengatakan, bahwa akan sulit melupakan keindahan bentuk bangunan itu.

Tidak lama kemudian, seorang Petugas berpakaian serba hitam terlihat segera mendekati Bayu dan Paman Hendra, yang baru saja tiba di depan pintu ruangan platinum. Petugas itu langsung menundukkan tubuhnya, kemudian mengungkapkan, “Selamat datang Bapak-bapak yang saya hormati. Mari saya antarkan ke ruangan khusus yang sudah di siapkan hanya untuk Anda.”

Bayu hanya tersenyum. Kemudian, tanpa berlama-lama lagi, Petugas itu segera menggerakkan kedua kakinya. Diikuti pula oleh Bayu dan Paman Hendra yang berjalan di belakangnya.

Ketika pintu ruangan itu mulai terbuka lebar, Bayu merasa terkejut dengan apa yang baru saja dia saksikan. “Loh, kenapa mereka semua ada di sini, ya? Aneh!”

Sejauh jarak mata memandang bisa dipastikan, bahwa Bayu mengenali semua tamu yang sudah hadir di ruangan itu. Dia sama sekali tidak pernah menduga, bahwa acara itu akan mengundang perwakilan dari semua divisi yang ada di Kaisha Enterprise. Biasanya hanya divisi tertentu saja yang berhak datang, sesuai dengan tema yang akan mereka perbincangkan.

Kedatangan Bayu dan Paman Hendra tentu saja menyedot semua perhatian orang-orang yang ada di sana. Apalagi mereka juga harus melewati bagian tengah ruangan, yang menjadi tempat berkumpulnya orang-orang itu.

Sedetik kemudian, Bayu segera memanggil Petugas itu. “Hai, Petugas, kenapa kita harus berlama-lama di sini? Apakah kamu bisa lebih meningkatkan tempo gerak langkah kakimu?” Suara yang didengungkan oleh Bayu terdengar cukup keras di telinga petugas itu. Bahkan, beberapa orang yang ada di samping Bayu pun sampai terkejut, dengan kelakuan yang diperlihatkan oleh pimpinannya itu.

Begitu juga dengan Paman Hendra. Tetapi, Paman Hendra tidak menegur atau memberikan tanggapan lain kepada Bayu saat itu. Dalam arti kata, dia pun merasa setuju dengan apa yang dilakukan oleh Bayu tadi.

Karena Petugas itu mengakui kesalahannya, sambil terbata-bata dia menjawab, “Ba–baik, Pak. Ma–maafkan Saya. Sekarang saya akan mematuhi perintah Bapak.”

Sambil terus menggerakkan kaki-kakinya, dengan cepat Bayu bisa menghitung meja-meja yang tersusun rapi di bagian tengah ruangan platinum. Sepenglihatannya di sana terdapat dua belas meja yang dipisah menjadi tiga bagian. Masing-masing bagian itu memiliki empat buah meja yang dilengkapi dengan empat buah kursi, sebagai alas duduk mereka.

Berarti sekitar 48 orang yang akan menghadiri pertemuan ini. Dan, Bayu perhatikan hampir semua kursi sudah bertemu dengan pemiliknya.

Seperti yang mereka ketahui, ruangan khusus itu berada di lantai atas. Awalnya Bayu menyangka, jika Para Petinggi Perusahaan sudah memenuhi ruangan itu sejak pagi tadi. Akan tetapi, kenyataan yang dihadapi malah jauh berbeda. Dia sama sekali tidak melihat satu pun orang ada di dalam sana. Akhirnya, di pikirannya tersimpan sebuah tanya, kemana perginya orang-orang itu?

“Silakan, Pak,” kata Petugas itu sambil menarik dua buah sofa berbentuk persegi yang dibalut dengan kain sutra terbaik. Setelahnya Petugas itu melanjutkan, “Ada lagi yang bisa saya bantu, Pak?"

Paman Hendra yang dari tadi hanya diam saja, akhirnya membuka suaranya sekarang juga. “Sudah cukup! Kamu boleh pergi sekarang!”

“Ba–baik, Pak.” Petugas itu segera menundukkan tubuhnya, kemudian langsung melangkah pergi meninggalkan mereka.

Setelah Petugas itu kembali ke posisi awalnya, selanjutnya penyelenggara acara akan menempatkan sepuluh pelayan terbaik di ruangan itu. Pelayan-pelayan itu yang akan bertanggung jawab untuk melayani setiap permintaan dari para tamu penting yang hadir di acara itu.

Sekitar 30 menit acara itu sudah berlalu. Tetapi, sejak tadi Bayu belum juga melihat adanya sosok Para Petinggi Perusahaan, selain Paman Hendra, di ruangan platinum ini. Karena hal itulah, tentu saja membuat batin Bayu semakin merasa gelisah.

Bayu harus menenteramkan pikirannya secepat mungkin. Jangan sampai keputusan yang dia ambil malah menjebaknya masuk ke dalam masalah yang lebih besar. Karena Bayu pun harus mengakui, bahwa informasi yang dia miliki saat ini, belum bisa membantunya untuk menentukan langkah mana yang harus dia pilih.

Tidak lama kemudian, beberapa kali suara deru langkah sepatu mencoba menghibur batin Bayu. Dia sengaja memainkan gerak kaki itu sambil memperhatikan benda-benda yang ada di ruangannya.

“Loh, aku tahu tempat ini. Apakah ini di Kelanival Edupark?” Pandangan Bayu tiba-tiba terhenti di sebuah lukisan yang terpajang di balik pintu ruangannya. Dia masih ingat betul, ketika usianya masih kecil, sesosok Pria yang dirindukannya itu sering mengajaknya pergi ke sana.

“Mas, nanti malam kamu jangan tidur terlalu larut, ya. Besok jadi ikut Ayah pergi, kan?” ucap Pria itu.

“Benaran jadi, nih, Yah? Horeee ...,” sahut Bayu kegirangan. “Tenang aja, Yah, Mas, bakal langsung tidur sehabis makan malam nanti,” sambungnya penuh keyakinan.

Bayu masih berusia 3 tahun saat itu. Tetapi, Majid, Ayah kandungnya, harus mengakui kalau nyali anaknya itu amatlah besar. Bayu tidak pernah takut dengan apapun. Meski dirinya harus mengalami luka-luka, tetapi dia tidak pernah menolak jika diminta untuk mengalahkan tantangan itu lagi.

Ketika Bayu masih kecil, dia adalah anak yang periang. Sering kali tingkah laku yang diperlihatkan olehnya mampu menghadirkan gelak tawa di tengah keluarga Majid. Mungkin istilah seorang anak kecil adalah peniru yang ulung, memang terbukti benar adanya.

“Yuk, Mas, kita berangkat,” kata Majid dengan penuh semangat. “Vin, kamu benaran nih enggak mau ikut? Diajak senang-senang, kok, enggak mau,” lanjut Majid sambil memonyongkan mulutnya.

“Sama sekali enggak lucu, Yang. Sumpah!” gerutu Vina. “Sudahlah, Yang. Lebih baik Cepat ajak anak kesayanganmu itu pergi dari rumah ini sekarang juga!” pekik Viena sambil mendorong tubuh Majid.

Sebagai seseorang yang sudah cukup lama hidup berdampingan dengan Vina, Majid memang sangat memahami perilaku kekasihnya itu. Mungkin saja Vina sedang merasa cemburu kepadanya saat ini. Sehingga sikap yang ditunjukkan oleh Vina tadi adalah hal yang wajar.

Majid pun sangat menyadari kesalahan yang sudah diperbuatnya. Oleh karena itu, Majid merencanakan ingin memberikan sebuah hadiah kepada Vina, setelah mereka puas bermain di Kelanival Edupark. Majid berharap semoga saja Vina menjadi lebih baik sehabis menerima hadiah darinya.

Akan tetapi, hadiah seperti apa yang seharusnya Majid berikan? Mobil mewah keluaran terbaru atau perhiasan mahal? Sedangkan, Majid tahu sekali bahwa Istrinya itu adalah seorang wanita yang sangat menyukai kemewahan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status