Share

Part 9 Tegar 2

last update Last Updated: 2023-07-04 18:55:06

Izam memerhatikan sekeliling. Para pengunjung kafe sudah pergi, tinggal mereka dan ada satu meja berisi tiga orang remaja. "Ga, udah malam. Kita pulang! Bentar lagi kafe tutup," ajak laki-laki itu.

Mereka segera berdiri dan pergi ke arah motor masing-masing.

"Gimana kalau nginap saja di rumahku Lagian bahaya kalau kamu pulang larut. Aku khawatir para preman itu menghadangmu lagi. Mereka seperti punya seribu mata. Ke mana pun kamu pergi, selalu terdeteksi," kata Izam.

"Tidak usah, aku mau pulang saja."

"Nggak bahaya?"

"Semoga saja tidak," jawab Saga sambil memakai helmnya. Laki-laki itu tampak tenang, justru Izam yang khawatir.

"Aku pulang dulu, Zam. Lusa kita ngopi lagi."

"Oke, Bro. Hati-hati. Sampai rumah nanti jangan lupa kabari."

Saga mengangguk, lantas melaju pelan keluar parkiran kafe.

Hening sepanjang perjalanan menuju perkebunan. Dia memutuskan untuk tidak pulang ke rumah. Tapi akan tidur di kebun. Toh, di sana juga ada Pak Radi dan sang istri yang memang dipercaya oleh papanya untuk menjaga gudang dan kantor.

Perjalanan kali ini aman, karena dia tidak lewat jalan seperti biasanya. Saga memilih alternatif jalan lain.

"Mas Saga, dari mana?" tanya Pak Radi menghampirinya. Laki-laki yang menutupi tubuhnya pakai sarung tampak heran.

"Saya tadi mau ke Singosari, Pak. Tapi nggak jadi. Akhirnya saya ke rumah teman," jawab Saga sambil melepaskan helm.

Kedua laki-laki itu melangkah ke kantor. Pak Radi membuka pintu kantor untuk putra bosnya. Dia sudah hafal karena Saga memang sering menginap di sana.

"Mas Saga, apa perlu saya bikinkan kopi?"

"Tak usah, Pak. Makasih banyak, saya sudah minum kopi tadi."

"Oh, ya sudah. Kalau gitu saya tinggal dulu ya, Mas!"

"Silakan, Pak."

Setelah laki-laki itu pergi, Saga ke kamar mandi untuk membasuh tangan dan kaki, melepaskan jaket lalu masuk sebuah kamar yang ada spring bed di sana. Biasa memang untuk tempat istirahat siapapun. Termasuk papa dan Akbar. Waktu hamil dulu, Melati juga sering tidur di situ kalau siang. Dia juga lebih nyaman di kebun daripada di rumah. Namun setelah melahirkan, Moana dikuasai ibu mertuanya.

Akbar dulu selalu membela sang istri, ketika mama Rista sangat cerewet karena Melati tak kunjung hamil. Namun kenapa, sekarang sikapnya berubah seratus delapan puluh derajat? Tidak ingatkah bagaimana dulu ia memperjuangkan Melati?

Saga merebahkan tubuhnya. Luka di punggung masih terasa sakit kalau dia tidur terlentang.

Ponselnya di atas meja kecil itu berpendar. Alita menelepon.

"Halo."

"Hai, Ga. Sudah tidur?"

"Belum."

"Apa kamu sakit? Dari kemarin aku tunggui telepon darimu tapi nggak ada juga kamu hubungi aku." Gadis di seberang menggerutu.

"Sorry, Lita. Aku sibuk, jadi nggak sempat nelepon. Aku baik-baik saja. Kamu sendiri jam segini belum tidur?" Saga melihat ke arah jam dinding yang menunjukkan pukul sebelas malam.

"Belum. Aku kepikiran mengenai acara bulan depan."

"Kenapa?"

"Nggak sabar," jawab gadis itu diselingi tawa renyahnya.

Saga kembali bangun dari pembaringan. Membuka jendela kamar dan berdiri di sana, menatap bulan yang tersapu awan. Hawa dingin menyerbu masuk, tapi itu sudah biasa baginya.

"Lita, kamu sudah tahu banyak tentang aku?"

"Maksudmu?" tanya gadis itu dengan nada tak mengerti.

"Aku tidak ingin kamu menyesal, Ta. Hidupku tak semanis dilihat orang di luar sana."

"Hei, aku nggak paham ini, Ga. Maksudmu apa, sih? Kita kan sudah saling kenal sejak lama. Apa yang nggak aku ketahui tentang kamu, selain kegemaranmu pada balapan liar?"

"Banyak."

"Tentang kamu yang anak istri kedua? Aku sudah tahu, papa mamaku juga sudah tahu itu. Paham banget malah."

Saga menarik napas dalam-dalam. Apa dia harus menceritakan semuanya? Sedangkan papanya menutup rapat ketimpangan yang terjadi dalam hubungan di rumah mereka di hadapan keluarga Alita.

"Ada apa, sih, Ga?"

"Banyak yang kamu nggak tahu tentang aku, Ta."

"Apa itu? Kamu punya kekasih?"

"Bukan."

"Terus ...."

"Aku usahakan dalam beberapa hari ke depan bisa bertemu denganmu. Lebih baik kita bicara berhadap-hadapan. Aku kabari kalau aku hendak ke Surabaya."

"Astaga, Ga. Kamu bikin aku penasaran tau, nggak. Kapan kamu menemuiku?"

"Nanti kukabari lagi."

"Baiklah kalau gitu. Kutunggu, ya!"

"Ya."

"Ya, sudah. Selamat malam. Met tidur."

Alita menyudahi panggilan. Saga masih berdiri di sana. Sebelum memulai sebuah hubungan, alangkah baiknya dia jujur. Kelihatannya saja dia anak pemilik perkebunan yang memiliki puluhan karyawan. Namun pada hakekatnya dia bukan siapa-siapa. Dia tidak punya hak apapun di sana. Saga tidak ingin Alita salah sangka dan berharap lebih padanya. Sebab ia tahu, gadis itu sudah terbiasa hidup serba mudah.

***LS***

Melati menatap pintu kamar Saga yang masih terkunci rapat. Dari jendela ruang makan ia memandang carport. Motor iparnya tidak ada di sana. Lantas ke mana Saga? Apa dia tidak pulang? Apa terjadi sesuatu lagi padanya? Dalam sebulan ini sudah dua kali Saga diserang para preman.

Wanita itu menoleh saat tangan kecil Moana menyentuh pundaknya. Akbar menggendong sang anak di sebelah Melati.

"Hai, sudah bangun anak mama," ujarnya sambil mencium pipi chubby Moana. Gadis kecilnya mengulurkan tangan minta di gendong.

Akbar duduk di kursi meja makan, bergabung dengan kedua orang tuanya. Dia juga menarik kursi untuk Melati.

Meski Saga tidak tampak, tapi tidak ada yang menanyakan tentangnya. Kecuali Pak Norman yang kerap menatap pintu kamar putranya yang masih tertutup rapat. Tadi ia sempat mendengar laki-laki sepuh itu menanyakan tentang Saga pada Mbok Sarwi di dapur.

"Hari ini mas mau ke luar. Nanti kamu berangkat sendiri ke kebun, ya," kata Akbar saat mendekati Melati yang tengah menyiapkan bekal. Sesaat setelah mereka selesai sarapan.

Melati mengangguk.

"Tengah hari mas sudah kembali."

Melati kembali mengangguk sambil tersenyum. Dia tidak ingin tahu ke mana suaminya pergi, daripada mendapatkan sebuah kebohongan sebagai jawaban. Bukankah semenjak gadis itu menghilang, Akbar sering ke luar?

Sabarnya sudah mendekati batasan. Melati hanya menunggu waktu sebagai titik balik keputusannya.

Setelah menciumi Moana dan pamitan pada papa mertuanya yang tengah sibuk dengan ponsel, Melati berangkat ke perkebunan. Ia pun masih cemas, khawatir terjadi apa-apa dengan Saga yang tidak pulang semalaman. Mungkin papanya tadi juga sibuk menghubungi putra bungsunya.

* * *

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Cilon Kecil
berharap Nara pergi karena dia juga punya kekasih lain selain Akbar yg sedang diperjuangkan dan Akbar hanya pelarian...
goodnovel comment avatar
Indah Wirdianingsih
saga baik2 aja mel
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Waktu yang Hilang (Setelah Dia Hadir di Antara Kita)   Part 173 Best Moment 2

    Saga meletakkan ponsel di jok samping. Beberapa kali membunyikan klakson tapi juga percuma. Kemacetan sudah memanjang mulai dari depan. Macet total karena ada perbaikan jalan. Bisa jalan hanya bergerak maju sendikit, lantas berhenti lagi.Sabar sabar. Ini bukan di film India yang dia bisa meninggalkan mobilnya di sana dan lari secepat Cetah yang melompat dari mobil ke mobil lainnya, bahkan melangkahi bangunan tinggi. Adegan film yang rasanya sangat mustahil dan tidak masuk akal itu, ingin rasanya di tiru saat ini.Melihat ponselnya kembali berpendar, membuat Saga menyambar benda itu. "Halo, Sayang. Bagaimana?""Aku sudah sampai rumah sakit, Mas. Barusan di periksa dokter.""Lalu ....""Ternyata ini sudah bukaan lima. Dan aku bisa lahiran normal.""Loh, katanya beresiko kalau lahiran normal? Mana dokternya biar mas ngomong sama dia.""Dokternya sudah kembali ke kantor. Katanya nggak apa-apa aku lahiran normal. Barusan di cek semua baik-baik saja. Tensiku juga normal. Mas, jangan khawati

  • Waktu yang Hilang (Setelah Dia Hadir di Antara Kita)   Part 172 Best Moment 1

    Waktu yang Hilang- Best MomentSaga membantu Melati menyiapkan segala perlengkapan untuk persalinan Minggu depan. Dokter kandungan sudah menyarankan supaya Melati melahirkan secara cesar saja untuk persalinan bayi kembarnya. Melati menolak, tapi Saga memintanya untuk menyetujui. Mengingat dua bulan terakhir ini Melati dua kali opname karena demam tinggi. Minggu depan genap 38 minggu usia kehamilannya. Dokter kandungan sudah menetapkan jadwal operasi untuknya.Kedua janinnya sehat. Masing-masing memiliki plasenta dan air ketuban. Jadi sudah siap dilahirkan di Minggu ke 38."Budhe Tami sampai sini sekitar jam setengah tiga sore, Mas. Tadi siang beliau ngabari," kata Melati sambil melipat baju yang hendak di masukkan ke dalam travel bag."Oke, besok mas akan pulang lebih awal dan langsung jemput budhe ke stasiun."Budhe Tami memang akan menemani Melati pada persalinan nanti. Rencananya wanita itu akan tinggal di Jogja sampai si kembar umur selapan."Mulai besok nggak usah lama-lama di

  • Waktu yang Hilang (Setelah Dia Hadir di Antara Kita)   Part 171 Gama dan Perempuan Itu 2

    Melati tersenyum. Jagoan kecilnya sudah tebar pesona. Melihat Shaka, ia jadi teringat masa kecil suaminya. Begitulah Saga waktu kecil. Tapi Shaka memang lebih bersih dan terawat, karena jarang bermain di kebun. Kalau Saga dulu, keluyuran di kebun sampai kulitnya lecet-lecet. Berenang di kali bersama teman-teman, termasuk dirinya juga. Melati paling kecil di antara mereka."Kenapa senyum-senyum?" senggol Saga."Aku ingat masa kecilmu, Mas."Saga hendak menggoda sang istri, tapi mereka dikejutkan oleh suara salam dari pintu depan."Itu Gama datang!" Bu Ariana bangkit dari duduknya dan melangkah ke ruang tamu. Wanita itu tercekat sejenak saat melihat Gama datang bersama seorang wanita tinggi semampai. Memakai celana bahan warna krem dan blouse warna putih. Diakah pacar Saga? Gadis itu tersenyum ramah dan mencium tangan Bu Ariana. "Selamat malam, Tante.""Selamat malam.""Namanya Alita, Bulek." Gama memperkenalkan gadis itu pada sang bulek. Membuat Bu Ariana kaget, tapi tidak menunjukkan

  • Waktu yang Hilang (Setelah Dia Hadir di Antara Kita)   Part 170 Gama dan Perempuan Itu 1

    Waktu yang Hilang- Gama dan Perempuan ItuAkbar melongok ke luar jendela. Meninggalkan sejenak laptopnya untuk melihat apa yang tengah dilakukan oleh Moana dan Shaka di luar sana.Tampak dua bocah itu sedang duduk di bawah pohon mangga. Bermain masak-masakan. Moana menuangkan sesuatu dari teko kecil ke dalam cangkir mainan. Shaka lantas pura-pura meminumnya. "Manis?"Shaka mengangguk-angguk. Moana kemudian memberikan piring kecil berisi biji-bijian. "Di makan, ya!"Bocah laki-laki itu mengikuti perintah sang kakak. Pura-pura memakan benda di piring kecil yang sama sekali memang tidak boleh di konsumsi.Pertama kali diajak bermain masak-masakan oleh Moana, Shaka sempat bingung. Dia tidak pernah bermain seperti itu, bahkan melihatnya pun belum pernah, karena mainannya di rumah hanya mobil-mobilan, robot, puzzle, dan buku mewarnai.Akbar tersenyum melihat tingkah mereka. Bahagia karena mereka sangat rukun. Shaka juga penurut. Dia juga kerasan tinggal di Malang. Tapi di Jogja sana, Saga

  • Waktu yang Hilang (Setelah Dia Hadir di Antara Kita)   Part 169 Terbongkarnya Rahasia 2

    Sebenarnya Melati berharap kalau Moana yang akan tinggal di Jogja selama liburan. Ternyata Shaka yang justru ingin ikut ke Malang. Baik Saga maupun Melati hanya khawatir kalau anak itu tiba-tiba rewel dan minta pulang. Sebab selama ini jarang sekali berjauhan dari kedua orang tuanya. Paling seharian main ke rumah Bu Ariana dan sorenya sudah di antar pulang."Lasmi kamu suruh ikut?""Ya, Bulek. Mak Lasmi sendiri juga pengen ke Malang.""Uti bakalan kangen sama kamu." Bu Ariana mengusap kepala Shaka."Uti, mau ikut?" Ah, malah ditawari pula."Enggak. Uti nunggu Shaka di sini saja."Bu Ariana mengusap permukaan perut Melati. "Kemarin jadi pergi ke dokter?""Ya.""Cowok apa cewek?""Cowok lagi dua-duanya," jawab Melati sambil tersenyum."MasyaAllah. Moana bakalan cantik sendiri."Melati tersenyum. Akbar yang duduk tidak jauh dari mereka mendengar jelas percakapan itu. Dia juga tidak sabar ingin segera melihat bayi kembar Melati lahir ke dunia. Dalam hati turut juga merasakan kebahagiaan i

  • Waktu yang Hilang (Setelah Dia Hadir di Antara Kita)   Part 168 Terbongkarnya Rahasia 1

    Waktu yang Hilang- Terbongkarnya Rahasia "Aku paham bagaimana perasaan Mbak Melati, Mas. Dulu saja dia sempat stres saat berpisah dengan Moana, setelah kalian resmi bercerai." Tini berusaha memberikan pengertian pada Akbar. Sebab dia tahu betul bagaimana sedihnya Melati kala itu."Kamu tahu?""Ya, aku tahu." Tini menarik diri dan duduk tegak menghadap sang suami. "Maafkan aku. Dulu aku diam-diam membalas pesan yang dikirimkan Mbak Melati. Hampir tiap saat aku mengirimkan foto kegiatan Moana."Akbar juga menegakkan duduknya. Serius mendengarkan istrinya bicara. Baru kali ini ia tahu kenyataan yang sudah lewat kurang lebih empat tahun yang lalu."Aku nggak sampe hati melihat Mbak Melati menangis setiap hari dan menderita, Mas. Tiap malam telepon aku dengan suaranya yang serak. Aku bisa merasakan bagaimana sakitnya berpisah dari anak. Aku saja yang hanya pengasuh Moana, selalu terbayang-bayang jika aku izin pulang. "Dia cerita mengalami hal tersulit setelah meninggalkan Wonosari. Data

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status