Waktu yang Hilang (Setelah Dia Hadir di Antara Kita)

Waktu yang Hilang (Setelah Dia Hadir di Antara Kita)

Oleh:  Lis Susanawati  Tamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
10
33 Peringkat
173Bab
79.3KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

SINOPSIS WAKTU YANG HILANG Melati tersenyum hambar. Apa setelah calon rivalnya pergi, serta merta hubungannya dengan Akbar -sang suami- langsung pulih? Tidak. Apa yang telah terkoyak tidak akan bisa kembali seperti sediakala. Siapa yang bisa menjamin perasaan itu masih utuh seperti dulu? Bukankah Akbar sangat terluka saat tahu calon istri keduanya membatalkan rencana pernikahan mereka. *** Saga Badra Alam. Nama yang menggetarkan lawan yang dihadapinya. Namun dibalik ketangguhannya, sebutan anak haram bagai parasit yang melekat dalam dirinya sepanjang hidup. Mirisnya panggilan itu disematkan oleh perempuan yang dipanggilnya ibu. *** Siapa Saga? Apakah hubungan antara Melati, Akbar, Saga, Nara, dan Alita? Cus ikuti kisahnya di cerbung baru saya, WAKTU YANG HILANG.

Lihat lebih banyak
Waktu yang Hilang (Setelah Dia Hadir di Antara Kita) Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
user avatar
Bintang ponsel
karya yg ini laen bikin greget kyk mles baca nya bikin sakit ati peran novel nya agk rada2 bebal trlalu naif n trlalu bodoh dlm bertindak tntg perselingkuhan suaminya mlh nerima2 aja , gk suka dgn karya mbk lis yg ini
2023-12-27 23:28:33
0
user avatar
Quinn Irma
ni cerita ke 4 karya kak Lis yg ku baca, habis 1 cerita dibaca makin penasaran ma cerita yg lain, fix kak Lis jadi author terfavorit ku skrg, terus berkarya kak Lis, moga sukses...
2023-10-16 11:04:36
4
user avatar
Dyah Astri Andriyani
nemu karyamu lgi thor, aku tengok babnya normal hehehe....boleh deh nih dibaca
2023-10-06 15:43:29
1
user avatar
Erni Erniati
ditunggu cerita selanjutnya y Bunda.
2023-09-24 20:56:29
2
user avatar
senja
selalu bikin penasaran
2023-09-03 20:52:07
1
user avatar
pri pudjiastuty
asiik ceritanya
2023-08-29 21:35:33
1
user avatar
Atika Arfa
bagus sekali
2023-07-30 22:56:10
1
user avatar
Diyah Krisna Dewi
semakin menarik ceritanya makin pemasaran
2023-07-24 18:58:07
1
user avatar
Devirullie 27
koq blm update lg mba
2023-07-24 12:41:36
1
user avatar
codidoom
terima kasih sudah memberikan cerita yang menarik
2023-07-14 13:57:29
2
user avatar
Agustina Ery
waw keren novel kak lis yg ini baru 45 bab bintang sdh bersinar...the best
2023-07-13 00:17:00
1
user avatar
Fiya Yulia
Akhirnya up disini juga setelah di buat penasaran di sana
2023-07-12 00:40:44
1
user avatar
Juniyanti jhune
suka semua sama cerita yg tulis oleh Lis Susanawati, pokoknya ga ada ruginya .........
2023-07-11 17:52:28
2
user avatar
Patia Al Adawiyah
bagus banget karya nya author Lis susanawati ini kereeennnnnnn...
2023-07-09 13:09:12
3
user avatar
Lina Herlina
aslinya sukaaaa banget novelnyal
2023-07-08 22:14:31
1
  • 1
  • 2
  • 3
173 Bab
Part 1 Dia Bukan Anak Haram
Waktu yang Hilang Part 1 Dia Bukan Anak Haram"Urusin anak haram itu, Pah. Jangan sampai bikin malu keluarga. Dia tawuran lagi katanya. Awas saja kalau sampai kita berurusan dengan polisi." Wanita yang biasa dipanggil Bu Rista itu berkata dengan nada geram disertai ancaman pada sang suami di ruang kerjanya.Wajahnya merah menahan amarah setelah mendengarkan laporan dari salah seorang karyawan mereka di perkebunan. Kalau Saga terlibat tawuran tadi pagi."Siapa yang bilang?" "Sentot," jawab Bu Rista ketus."Nggak ada habis-habisnya anak haram itu nyusahin kita.""Astaghfirullah, Ma. Kenapa selalu menyebutnya anak haram. Dia lahir dari pernikahan yang sah," bantah sang suami tidak terima, walaupun sadar akan kesalahannya.Bu Rista menatap nanar. Pak Norman, begitulah warga sekitar dan para karyawan memanggilnya.Wanita itu masih menyimpan kobar kemarahan akhibat peristiwa yang telah berlalu hampir tiga puluh tahun yang lalu. Dia tidak akan pernah lupa, noda hitam dalam pernikahannya.
Baca selengkapnya
Part 2 Luka
Waktu yang HilangPart 2 LukaDari jendela kamarnya yang terbuka lebar, Saga menghirup udara segar menjelang senja. Hawa yang terasa sejuk di kulit. Di kejauhan ia bisa melihat kabut telah turun menyelimuti pemukiman penduduk dan perbukitan nun jauh di sana. Di langit barat, senja sudah semerah saga.Laki-laki itu mendesis menahan sakit di punggungnya tadi. Badannya juga mulai meriang efek dari luka. Dia tidak mandi dan hanya mengelap tubuhnya mengenakan wash lap.Suara tawa anak kecil membuatnya melongok ke luar. Moana duduk di bangku taman bersama sang kakek. Tampaknya ada hal lucu yang membuat bocah kecil itu tertawa puas.Dia cantik seperti ibunya. Imut dan menggemaskan. Matanya sebening milik Melati.Saga memandang Melati yang menghampiri mereka sambil membawa sebotol susu untuk Moana. Perempuan itu menyapa sang mertua dan berbincang sejenak. Entah bicara apa, kemudian tertawa.Tawa perempuan yang jarang sekali dilihat oleh Saga sekarang. Mendung telah menyelimuti hidup Melati se
Baca selengkapnya
Part 3 Menjaga Jarak
Waktu yang HilangPart 3 Menjaga JarakJam sembilan malam keluarga Alita pamitan. Mereka menolak saat ditawari untuk menginap, karena Senin besok sibuk dengan rutinitas pekerjaan. "Kok badanmu panas? Kamu sakit?" tanya Alita saat menyalami Saga di halaman rumah. Telapak tangan pria itu terasa panas di kulitnya. Nara mendongak menatap lelaki di hadapannya."Aku nggak apa-apa," jawab Saga sambil santai.Melati yang berada tidak jauh dari mereka, memerhatikan Saga yang memang kelihatan pucat. Cahaya lampu di halaman menyoroti wajahnya yang tampak lelah."Ga, minumlah obat. Wajahmu kelihatan pucat gitu. Tadi sudah kubilang, sebaiknya kamu pergi ke dokter saja." Melati berkata lirih setelah mereka masuk rumah dan bertemu di ruang makan."Biasanya juga gini. Dua, tiga hari pasti sembuh sendiri.""Tapi lukamu kali ini parah. Aku serius. Beda dengan sebelumnya." Melati mencoba meyakinkan Saga."Nggak apa-apa, jangan khawatir. Aku nggak akan mati semudah dan secepat itu, Mel. Oke, tidurlah."
Baca selengkapnya
Part 4 Bukan Prioritas 1
Waktu yang Hilang- Bukan Prioritas "Mbak, ayo makan dulu!" ajak Ana setelah mengambil piring dan sendok dari rak pantry kantor."Kamu makan dulu. Aku belum lapar ini, An," jawab Melati. Masih sibuk meneliti deretan angka yang tertera di layar komputernya."Aku ambilin, ya."Melati menatap saudaranya. "Aku belum lapar. Aku makan nanti saja.""Kalau waktunya makan harus makan, Mbak. Biar nggak sakit, biar kuat menghadapi kenyataan," canda gadis muda itu."Apalagi kenyataan hidup Mbak Melati yang membuatku nyaris gila meski hanya melihatnya saja," tambah Ana."Bisa saja kamu." Melati berdiri dari duduknya, kemudian mendekati Ana yang tengah mengambil nasi di meja kosong sudut ruangan.Biasanya ada karyawan yang mengambilkan makan siang untuknya, sekalian untuk para pekerja lain. Tapi sudah beberapa waktu ini, Melati membawa bekalnya sendiri "Kita makan di belakang, yuk, Mbak!" ajak Ana.Keduanya melangkah ke belakang. Duduk di tempat biasanya. Sebuah balai-balai dari bambu yang ada di
Baca selengkapnya
Part 5 Bukan Prioritas 2
Dikiranya dulu, Melati akan jadian dengan Saga. Mengingat mereka sangat dekat dan akrab sejak kecil. Rumah Melati di ujung desa bagian utara, sedangkan Saga berada di ujung Selatan. Bu Ariani, mamanya Saga adalah teman baik ibunya Melati. Namun kenyataan berkata lain, Melati akhirnya menikah dengan Akbar."Aku pergi dulu, Mel," ucap Saga menepis hening. Ia melihat jam digital di layar ponselnya. Meski dia anak bos yang mengawasi dan mengurus karyawan, tapi tidak boleh seenaknya saja. Baginya dia bukan siapa-siapa. Hanya seorang pekerja yang bisa dikatakan memiliki jabatan lebih tinggi daripada mereka, itu saja."Oh ya, tadi Mas Akbar bilang hendak pergi ke mana?" tanya Saga setelah berdiri."Aku nggak nanya."Saga menatap Melati sejenak, kemudian beranjak dari sana. Tinggallah dua perempuan itu menikmati semilir angin siang membawa aroma daun teh ke penciuman. Hawa dingin membuat Melati di serang rasa kantuk. Namun ia ingat harus kembali ke ruangan dan menyelesaikan pekerjaannya.***L
Baca selengkapnya
Part 6 Aku Bukan Malaikat 1
Melati berdiri sambil mengelap sisa air mata di pipinya. "An, kamu keluar dulu temui Mas Akbar. Bilang kalau aku masih di belakang sebentar," perintah Melati dengan nada pelan."Iya." Ana bergegas ke depan. Sedangkan Melati melangkah ke belakang diikuti oleh budhenya. Dilepaskan jilbab, menaruhnya di sandaran kursi, dan membasuh wajahnya di wastafel. Budhe Tami mendekat. "Nduk, apapun keputusan yang kamu ambil nanti. Bicarakan dengan baik-baik. Ketika hubunganmu dulu di awali secara baik, biarlah berakhir dengan baik-baik juga. Menjadi janda tidaklah semenakutkan bayanganmu. Biar, biarkan orang di luar sana yang mendukung keluarga itu bicara apapun terhadapmu. Tapi asal kamu tahu, banyak warga desa yang bersimpati daripada menghujatmu. Keinginan Akbar yang di dukung oleh mamanya sudah diketahui mereka. Justru mereka menganggapmu bodoh jika masih terus bertahan di sana. "Banyak yang mendukungmu, Nduk. Kamu jangan takut. Tapi jika kamu rasa bisa bertahan, budhe juga nggak bisa mengha
Baca selengkapnya
Part 7 Aku Bukan Malaikat 2
Astagfirullahaladzim. Melati beristighfar dalam hati. Apa suaminya benar-benar sudah memahami apa itu poligami? Yang tidak hanya membahas hubungan biologis saja, tapi banyak lagi hal-hal yang akan dimintai pertanggungjawabannya kelak di alam akhirat.Melati menengadah. Menatap bayang-bayang malam di penghujung senja ini. Ternyata sudah cukup lama mereka berada di tengah kebun sayur itu."Mel, jika kamu mengatakan hal ini dikala Nara pergi. Apakah ini semacam ancaman agar mas nggak lagi mencarinya?"Senyum paling getir menghiasi bibir pucat Melati. "Ancama apa? Kenapa aku harus mengancammu, Mas? Hati itu milikmu, bagaimana aku bisa mengendalikan apa yang kamu inginkan dan rasakan di dalam sana." Melati menunjuk dada Akbar dengan gerakan dagunya."Sedangkan mas sendiri bilang nggak bisa mengawalnya lagi. Apalagi aku ...." Nada suara Melati mengambang."Mungkin kemarin aku sanggup menyetujui keinginanmu. Namun setelah Nara pergi dan Mas sekalut ini, berarti rasamu hanya milik dia sekaran
Baca selengkapnya
Part 8 Tegar 1
Akbar berdiri di balkon lantai dua. Menatap di kejauhan sambil mendengarkan orang yang berbicara di seberang sana."Bos, aku sudah dapat kabar tentang Nara. Dia masih di Surabaya sebenarnya. Cuman belum tahu di mana pastinya dia tinggal. Orang-orangku tengah mencari tahu alamatnya ini.""Oke," jawab Akbar singkat. Lantas mematikan panggilan.Gadis itu, nekat pergi menjelang pernikahan yang telah disiapkan secara matang. Apa yang membuatnya membatalkan acara itu? Bahkan dia nekat pergi dari keluarganya juga. Kenapa? Apa yang sebenarnya terjadi?Tatapan Akbar menjangkau jauh dalam pekat malam. Semua percakapan Melati sore tadi masih terngiang di pendengaran. Cerai. Melati tak ragu lagi meminta itu darinya. Akbar mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangan. Kemudian kembali ke dalam."Mbak Melati sudah kembali ke kamar, Pak." Tini yang masih membereskan mainan Moana memberitahu Akbar. Laki-laki itu mengangguk lantas melangkah pergi. Tini menutup pintu dan ingin segera tidur.Dalam kam
Baca selengkapnya
Part 9 Tegar 2
Izam memerhatikan sekeliling. Para pengunjung kafe sudah pergi, tinggal mereka dan ada satu meja berisi tiga orang remaja. "Ga, udah malam. Kita pulang! Bentar lagi kafe tutup," ajak laki-laki itu.Mereka segera berdiri dan pergi ke arah motor masing-masing."Gimana kalau nginap saja di rumahku Lagian bahaya kalau kamu pulang larut. Aku khawatir para preman itu menghadangmu lagi. Mereka seperti punya seribu mata. Ke mana pun kamu pergi, selalu terdeteksi," kata Izam."Tidak usah, aku mau pulang saja.""Nggak bahaya?""Semoga saja tidak," jawab Saga sambil memakai helmnya. Laki-laki itu tampak tenang, justru Izam yang khawatir."Aku pulang dulu, Zam. Lusa kita ngopi lagi.""Oke, Bro. Hati-hati. Sampai rumah nanti jangan lupa kabari."Saga mengangguk, lantas melaju pelan keluar parkiran kafe.Hening sepanjang perjalanan menuju perkebunan. Dia memutuskan untuk tidak pulang ke rumah. Tapi akan tidur di kebun. Toh, di sana juga ada Pak Radi dan sang istri yang memang dipercaya oleh papanya
Baca selengkapnya
Part 10 Keputusan 1
Alangkah lega hati Melati melihat motor Saga berada di bangunan terbuka tempat parkir kendaraan para pekerja. Berarti tadi malam Saga tidur di kantor."Mel," panggil seseorang yang membuat Melati menoleh. Wanita itu mencabut kontak motor dan menghampiri laki-laki yang berdiri di belakangnya. Saga masih memakai bajunya yang kemarin sore ia pakai. "Kamu dari mana kemarin? Aku khawatir terjadi apa-apa sama kamu," omel Melati. "Papa juga gelisah kulihat tadi."Saga tersenyum. Dia berdiri tegak dengan kedua tangan dimasukkan ke dalam saku jaketnya. "Barusan papa chat aku. Sudah kubalas.""Kamu nggak bilang ya pas kemarin mau pergi?""Aku cuman bilang mau ke luar sebentar." Saga tidak mungkin akan memberitahu papanya kalau dia pergi ke kota. Kecuali kondisinya sudah kembali pulih. Andai ada preman yang biasa mengusiknya, ia bisa mempertahankan diri."Kamu sudah sarapan?""Sudah. Dibuatkan nasi goreng oleh Mak Radi tadi. Mas Akbar mana, apa nggak ke kebun dia?""Mas Akbar pamitan ke luar ta
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status