Kyai Mustafa duduk sambil menyeruput kopi hitam yang dibuatkan Somad. Di depannya duduk Ihsan yang tertunduk lesu.
"Saya tahu kamu masih memikirkan perkataanmu semalam kan? Tapi percayalah ustaz, Aynur tidak seperti yang kamu lihat dari penampilan luarnya." kata kyai Mustafa meyakinkan."Maaf pak kyai, izinkan saya bertanya, saya penasaran mengapa beliau berbeda dengan putri pak kyai yang lain?"Kyai Mustafa menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi, dia menatap lampu yang bersinar terang di atasnya."Dulu Aynur sama seperti putriku yang lain, lemah lembut, santun, sholehah. Lalu dia berubah seperti itu karena saya." Kyai Mustafa behenti sejenak untuk menyeruput kopinya lagi." Sepuluh tahun yang lalu saat ibunya meninggal, Nur sempat depresi berat. Dibanding mbakyu-mbakyunya, Nur memang yang paling dekat dengan almarhumah ibunya. Disaat rasa sakit kehilangan orang tercinta belum sembuh, saya memilih menikah lagi dengan hajah Fatimah, istri saya sekarang ini." jelas kyai Mustafa."Bagaimana beliau bisa berubah sedrastis itu?" tanya Ihsan masih penasaran."Saat saya bilang mau menikah lagi, hampir semua anak saya tidak setuju, dan Nur lah yang paling syok. Dia mengancam akan melepas hijab dan meninggalkan rumah. Waktu itu saya pikir dia hanya bercanda, karena pikiran remaja memang masih labil. Ternyata Nur benar-benar melakukannya. Malam setelah pernikahan Nur membawa pergi baju-bajunya, dia hanya berpamitan pada mbok Inem juru masak rumah kami. Dan yang paling saya sesalkan, mbok Inem bilang Nur pergi tanpa mengenakan hijab lagi." Kyai Mustafa mengakhiri kalimatnya dengan wajah sendu.Ihsan mencerna cerita kyai Mustafa dalam diam. Dia memaklumi tentang keterpurukan seseorang ketika ditinggalkan orang tercintanya. Tapi wanita itu sampai keluar dari syariat dengan melepaskan hijab, ini hal yang tidak bisa diterima Ihsan."Semalam saya sudah mendengar banyak apa yang dikatakan bu sofi pada Nur." Ihsan mendongak tak percaya mendengar kata-kata kyai Mustafa."Lalu mengapa pak kyai tidak membela?" tanya Ihsan heran." Hati orangtua mana yang tidak hancur mendengar anaknya dihina seperti itu. Tentu saja saya sakit!! ingin marah membalas cacian dan hinaan yang tidak berdasar itu. Tapi meskipun sakit, hati kecil ini ingin sekali melihat seandainya masih ada sisa kelembutan di hati putriku." Kyai Mustafa kembali terdiam. Ihsan masih bingung tak memahami maksud kata-kata pria tua di depannya."Dan apa yang saya harapkan terkabul. Nur masih seperti yang dulu, dia tidak membalas sama sekali hinaan yang ia terima. Dia bisa saja membungkam keluarga Bobby dengan menyebutkan dari keluarga mana dia berasal, tapi dia tidak melakukannya. Dan saya juga bersyukur sekaligus berterimakasih atas keberadaanmu disana ustaz." tambah kyai Mustafa."Saya? kalau maksud pak kyai tentang.. ehm.. lamaran, sebenarnya saya sendiri... Maaf pak kyai..saya juga bingung mengapa saya bisa bicara seperti itu tadi malam." jawab Ihsan jujur.Kyai Mustafa terkekeh."Saya paham ustaz. Ustaz tidak mungkin gegabah dalam mengambil keputusan, apalagi ini tentang membina rumah tangga. Saya tidak menganggap serius apa yang ustaz katakan tadi malam.""Benarkah pak kyai?? alhamdulillah... Maaf saya benar-benar tidak bermaksud---""Sudahlah jangan terlalu dipikirkan. Saya benar-benar berterimakasih karena kamu membantu setidaknya menyelamatkan harga diri Nur di depan keluarga Bobby. Kamu tidak perlu menikahi Nur. Tapi jika kamu memang ingin menjadikan dia istri kamu, saya sangat bersyukur. Orangtua mana yang mampu menolak menantu seperti ustaz Ihsan ini." pak kyai mengakhiri kalimatnya dengan tawa ringan.Ihsan salah tingkah mendengar ucapan kyai Mustafa. Pria mana yang tak bahagia diinginkan menjadi menantu keluarga Mustafa Ahmadi? tapi untuk seorang wanita seperti Aynur, Ihsan perlu berfikir ratusan bahkan ribuan kali untuk menerimanya."Tapi pak kyai? bagaimana dengan mbak Rasheda, eh mbak Aynur? bagaimana jika beliau salah paham tentang perkataan saya semalam?" tanya Ihsan lagi, dirinya takut Aynur salah paham dengan kata-katanya semalam.Kyai Mustafa melengkungkan bibirnya ke atas."Saya sendiri juga belum tahu, bahkan saya kaget saat Nur mau menerima lamaran ustaz, entah itu tulus atau hanya untuk mengelabuhi Bobby. Tapi yang pasti, semalam kalian berdua sukses membuat keluarga Bobby malu dengan statementnya sendiri." jawab kyai Mustafa sambil tersenyum puas."Nanti saya akan bicara sama Nur. Ustaz tenang saja, saya yakin dia tidak menganggap serius apa yang dia dengar semalam. Dia bukan gadis kecil yang mudah percaya dengan kata-kata seseorang. Saya bahkan tak percaya Nur sudah menjadi wanita dewasa, sudah hampir 2 tahun saya tak bertemu dengannya." ada semburat kerinduan di wajah kyai Mustafa saat menceritakan putrinya itu.Ihsan mengangguk berharap Aynur memahami tentang perkataannya semalam. Bukan niat Ihsan mempermainkan perasaan Aynur, tapi Ihsan sudah dijodohkan dengan seseorang yang Ihsan sendiri juga menginginkannya. Ini tentang membina rumahtangga, tentu saja Ihsan tak ingin bermain main dengan salah satu ibadah yang sangat dianjurkan tersebut."Baiklah pak kyai, sekalian besok pagi saya minta izin pulang kampung. Mamak saya sakit, selain itu ada beberapa urusan penting yang harus saya selesaikan." Ihsan meminta izin pada kyai Mustafa."Iya ustaz, semoga Allah memberikan kesembuhan untuk ibunda ustaz dan dilancarkan segala urusan ustaz di kampung. Untuk masalah Nur, biarkan saya yang jelaskan garis besarnya, nanti setelah urusan ustaz di kampung selesai, ustaz bisa menemui saya dan Aynur untuk menyampaikan sendiri kebenarannya". jelas kyai Mustafa panjang lebar. Ihsan menganggguk pasti dengan hati lega.Setelah semalaman dia tak bisa tidur karena kecerobohannya sendiri, kini dia bisa bernafas lega dan bisa tidur dengan nyenyak.***Aynur menuangkan air lemon ke dalam gelas cicktail. Dia menggoyangkan gelas tersebut dengan luwes ala bartender profesional."Nih..!" dia menyerahkan gelas cocktail tersebut pada Ziva, gadis cantik berkulit kuning langsat, tubuh semampai bak model dengan rambut berwarna coklat."So, elo beneran putus nih ama Bobby?" tanya Ziva setelah menyeruput air lemon yang diberikan Aynur."Yess!!! gue pengen ngasih pelajaran tuh cowok cemen!!" "Trus... cowo yang ngebelain elo gimana nasibnya?" tanya Ziva lagi."Pak ustaz???" Aynur balik bertanya sambil tertawa."Ya gak mungkin lah kita nikah. Semalem bokap gue udah klarifikasi masalah itu. Gue tau diri kali, lagian dia juga bukan tipe gue, Gila apa gue nikah sama ustaz!!" Aynur kembali tertawa."Gue bakal gamisan sebulan kalo lo bener-bener nikah sama tu cowok, hahaha. Terus sekarang bokap elo dah balik ke Jogja?" tanya Ziva."Belum. Katanya sampai akhir bulan ini masih ada urusan di Jakarta. Hmm... Bokap minta gue sering-sering ngunjungi pondok
Kyai Mustafa menatap wanita berhijab di depannya, hijabnya memang bukan hijab syar'i, namun dalam hati pria tua itu benar-benar bersyukur dengan apa yang ia lihat di hadapannya."Kamu kesini sendirian?" tanya kyai Mustafa pada putrinya."Iya pak. Nur mau mengatakan sesuatu." katanya.Kyai Mustafa menatap putrinya lekat-lekat. "Ada apa? katakanlah, bapak akan lakukan apapun untuk membantumu." Aynur menunduk, berfikir sejenak apakah dia benar-benar harus mengutarakan keinginannya."Nur mau nikah pak." katanya setelah beberapa detik terdiam. Mendengar itu kyai Mustafa tersenyum senang."Alhamdulillah.... " katanya. Sudah bertahun-tahun ia menginginkan kata kata itu keluar dari mulut putrinya."Jadi Bobby sudah yakin mau nglamar kamu? bapak tidak keberatan asal dia bisa berkomitmen untuk menjadi imam yang baik untuk kamu Nur. Meskipun bapak berharap kamu bisa mendapatkan pria yang jauh lebih baik dari Bobby, tapi kalau kamu sudah mantap dengan pilihan kamu, maka bapak hanya bisa mendoak
Aynur tiduran sambil menatap langit-langit kamarnya. Pikirannya masih dipenuhi dengan perbincangan ayahnya dengan Ihsan siang tadi. Tawaran menjadi menantu? Apakah ini berarti sebelumnya ayahnya sudah mempunyai niatan untuk menjodohkan dirinya dengan Ihsan? Menikah dengan jalan ta'aruf bukanlah hal yang diinginkan Aynur, apalagi jika pria tersebut seorang ustaz seperti Ihsan. Menikah dengannya sama saja merelakan diri untuk seratus persen menjadi seorang ibu rumah tangga yang bisa diatur dan dikekang oleh suami. Membayangkan hal tersebut membuat Aynur bergidik ngeri. "Lalu bagaimana dengan rencanaku untuk membungkam mulut Bobby dan kelurganya? Aku tetap harus membuktikan bahwa ada seorang pria baik-baik yang mau menikahiku" gumamnya.Aynur mulai hampir saja memejamkan mata ketika ponselnya bergetar. Tertera nama Bapak pada layar ponselnya. "Assalamualaikum ... " sapa Aynur. "Waalaikumsalam, belum tidur Nur?" tanya ayahnya. "Belum pak. Ada apa?" Hati Aynur mulai penasaran menebak-n
"Maaf, berita negatif apa yang anda maksud?" tanya Aynur pada Ardi. Ardi menoleh pada Ihsan yang untuk pertama kalinya mendongak dan menatap Aynur sekilas."Perkataan saya beberapa waktu lalu direkam oleh seseorang dan tersebar di media sosial." Ihsan mengeluarkan ponsel dari saku koko yang ia pakai. Beberapa detik kemudian dia menaruh ponselnya di atas meja dan memutar sebuah video.Aynur meraih ponsel Ihsan dan menonton video berdurasi tiga menit tersebut. Video yang menampakkan potongan perkataan Ihsan ketika berada di rumah Bobby bersama dengan Aynur dan beberapa teman bu Sofi. Aynur tersenyum."Mana bagian negatifnya? bukankah ini video yang menarik? sayangnya direkam secara sembunyi-sembunyi. Seandainya aku tahu akan direkam, maka aku akan berakting dengan lebih baik." Aynur mengakhiri kalimatnya dengan tawa kecil.Dia kembali meletakkan ponsel Ihsan ke atas meja."Kamu sama sekali tidak terganggu dengan hal tersebut?" tanya Ihsan seolah tak percaya.Aynur menggeleng. "Memang
Aynur menghempaskan tubuhnya di atas ranjang. Ia menghembuskan asap rokok ke udara dan membuang puntung rokok yang beberapa menit lalu ia hisap ke dalam asbak di sebelahnya."Gila lo She ... Elo ga mikirin gimana perasaan tuh ustaz? Udah patah hati ga jadi merit, masih ditambah dikerjain cewek yang sama sekali ga dia kenal." ucap Ziva sambil mematikan puntung rokok Aynur di asbak."Gue ga egois kali, Va. Gue tahu dia juga butuh gue buat menyelesaikan masalah yang sedang menimpanya." "Tapi tetap saja dia ga tau tujuan utama elo apa. Ihsan taunya elo bener-bener pengen hijrah, kan?" Aynur menghela nafas kasar dan mulai memejamkan matanya, mengabaikan kata-kata Ziva."Seharusnya elo ngasih tahu ke dia She, gimana kalau nantinya dia merasa ditipu dan ga terima dengan perlakuan elo. Elo bisa dituntut di pengadilan dengan pasal penipuan" ancam Ziva. Aynur kembali membuka matanya."Kalau gue dituntut, gue bakal bayar kok, berapapun yang dia mau. Saat ini pokoknya gue harus tunjukin ke Bob
Fatimah segera berlari menggendong Fariz untuk turun dari ranjang Aynur, ia lantas membawa bocah itu keluar dari kamar. Aynur menutup pintu dengan kasar dan duduk di atas ranjangnya. Laras mendekati Aynur dan mengelus bahunya."Nur ... sampai kapan kamu akan membenci bu Fatimah?""Sampai mati!" sahut Aynur jengkel. Laras kembali beristighfar."Mbak Laras dan yang lain mungkin bisa legowo karena kalian berhati lembut. Tapi sampai kapanpun aku ga akan maafin dia. Nur yakin suatu saat mata kalian semua akan terbuka dan melihat sendiri seperti apa wanita itu sebenarnya!" Aynur menggertakkan giginya. Laras menghembuskan nafas berat."Ga ada gunanya terlalu membenci seseorang Nur. Mbak sampai sekarang juga belum bisa sepenuhnya menerima dia di keluarga kita. Tapi bapak juga membutuhkan seseorang yang bisa menemani beliau menghabiskan masa tua." Laras menatap wajah kaku adiknya."Nanti setelah kamu menikah dan mempunyai anak, kamu akan memahami arti seorang pasangan hidup bagi kita. Bahkan or
"Silahkan dilihat dulu mas Ihsan. Apa benar wanita cantik ini yang ingin Anda nikahi?" ucap penghulu.Ihsan melirik ke arah Aynur."Bagaimana? Apa dia benar wanita yang akan kamu nikahi?" tanya pak penghulu.Ihsan terdiam, lidahnya kelu, nafasnya tercekat di tenggorokan. Tak ada kata-kata yang keluar dari mulutnya."Ustaz Ihsan?" tanya kyai Mustafa.'Mengapa Ihsan diam saja? jangan-jangan dia berubah pikiran??! atau dia kaget karena mbak Laras udah bikin wajah gue jadi aneh!!' batin Aynur was-was.Aynur yang sejak tadi menunduk memberanikan diri untuk mendongak menatap calon suaminya. Untuk pertama kalinya mereka berdua berhadapan dengan jarak dekat. Aynur terkesiap menatap wajah bersih Ihsan yang tampan tanpa koko dan sarung yang biasa ia kenakan.Untuk pertama kalinya kedua mata Ihsan dan Aynur bertemu dalam beberapa detik. Ihsan merasakan getaran yang tak mampu ia jelaskan."Iya benar, dia calon istri saya." jawab Ihsan lirih.Penghulu membuka acara dengan membaca Al-Fatihah, istigh
"Maaf." Ihsan melepaskan tangannya dari lengan Aynur. Wanita itu tersenyum tipis. "Gapapa, ga perlu canggung. Lo bisa anggep gue temen," ucap Aynur sambil tersenyum, namun tidak dengan Ihsan. Dia kaget dengan panggilan Aynur terhadapnya. 'Lo Gue?? menganggap teman? apa maksudnya?' batin Ihsan bingung. Aynur melepas kerudung dan melemparnya ke ranjang. "Haduuuhh!! pengap gilaaa!!! dari tadi pengen banget bebas kayak gini!!" Ia mengurai rambut panjangnya yang berwarna coklat pirang. Ihsan menelan ludahnya, tak sadar telah terduduk pada kursi rias yang sebelumnya di tempati Aynur. Dia berpaling karena terlalu kaget melihat wanita yang sekarang resmi menjadi istrinya itu. "Ehm!! Aynur, sepertinya ada yang perlu kita perjelas karena kita sekarang sudah sah sebagai suami ist---" "Wait!! gue mandi dulu, gue udah ga tahan gerahnya. Ntar setelah mandi kita bahas lagi, oke??!" potong Aynur sambil mengangkat gaunnya dan melangkah dengan kasar menuju kamar mandi. 'Astagfirullah ... Apa dia