Share

Pria asing

Hari ini Rio dan Natalie sedang berjalan-jalan di sebuah mall untuk berbelanja keperluan harian Natalie. Mulai hari ini ia akan tinggal di kediaman Rio dan Celine. Rio mengajaknya tinggal bersama usai keributan yang dilakukan Celine kemarin. Rio mengatakan bahwa itu adalah bentuk kompensasi, sekaligus hukuman untuk Celine.

"Mulai besok, Natalie akan tinggal di rumahku!" tegas Rio kemarin, di tengah-tengah tangisan Celine.

"Tidak! Kau tidak bisa melakukan itu, Rio!" Celine tak terima.

"Bukankah aku sudah memperingatkanmu! Jika kau menyakiti Natalie sekali lagi, kau akan menerima akibatnya. Seharusnya kau bersyukur, berkat Natalie kau tidak jadi kuceraikan," cerca Rio.

"Sudahlah, Rio. Celine tidak salah. Aku lah yang salah. Maafkan aku!" Seperti biasa, Natalie berpura-pura mengalah.

"Tidak, Natalie. Seharusnya aku mengenalmu lebih dulu, bukan wanita ini!" Rio menunjuk ke arah Celine yang masih tersungkur di lantai. 

"Baiklah-baiklah! Tidak ada yang bisa membantah perkataanmu. Lebih baik sekarang kau mandi. Aku akan menenangkan Celine," ujar Natalie, seraya tersenyum manis. 

"Baiklah, Sayang." Rio membalas senyuman Natalie, lalu pergi ke kamar mandi. 

Saat Rio tak terlihat, Natalie menatap garang ke arah Celine.

"Ini hanya permulaan, Sayang." Natalie menyentuh dagu Celine dengan jari telunjuknya. 

"Apa salahku padamu? Aku sama sekali tidak mengingatmu," keluh Celine, dengan wajah sembab.

"Tunggulah beberapa saat lagi, Sayang. Dan kau akan segera mengetahuinya. Bersiaplah! Muah ...." Natalie mengecup pipi Celine, lalu meninggalkan gadis itu seorang diri dengan tawa kemenangan. 

Celine hanya bisa menangis sesenggukan tanpa perlawanan. Ia takut Rio akan kembali menyakitinya jika ia bersuara. 

Begitulah pertengkaran kemarin berakhir. Hingga Rio kembali pulang dan berjanji menjemput Natalie keesokan harinya. 

Sudah berjam-jam Rio mengajak Natalie berkeliling mall, hal itu membuat Natalie sakit kepala. Berkali-kali Rio menawarkan pakaian serta aksesoris wanita, tapi Natalie berusaha menolak. Alasan Natalie menolak bukan untuk menarik perhatian Rio. Melainkan ia benci memakai sesuatu di tubuhnya, apalagi pemberian dari lelaki seperti Rio.

Namun sepertinya Rio salah menanggapi hal itu. Ia mengira Natalie hanya tak terbiasa dengan perhiasan mahal. Hingga Rio terus berusaha membujuk Natalie membeli barang apapun yang disukainya.

Di sela-sela kejenuhan, Natalie berpikir untuk kabur. Muncullah ide aneh di pikiran Natalie. 

"Emm ... Sayang. Aku ingin pergi ke toilet sebentar ... saja. Bisakah kau menungguku?" bujuk Natalie pada Rio.

"Aku temani." 

"What?! No. Itu toilet wanita. Kau bisa dikeroyok orang-orang jika ketahuan." Natalie menolak tegas. 

"Tapi ...." Rio tampak murung.

"Aku tak tahan." Natalie tampak mengeratkan kedua kakinya. 

"Ya sudah. Aku tunggu di sini." Akhirnya Rio mengalah.

"Fyuh ...." Natalie menarik napas lega. Setelahnya ia segera menjauh dari Rio. 

"Uh ... menyebalkan! Berapa lama lagi aku akan bersama dengan lelaki buruk ini?" Natalie terus mengeluh sepanjang jalan. 

Ia berusaha mencari jalan keluar dari mall tersebut. Ia ingin menenangkan diri sebentar, karena sudah terlalu sumpek berada di samping lelaki berengsek itu. Kini ia berada tepat di jalan raya. Ia menghirup udara sebanyak-banyaknya. Lalu mencari tempat untuk santai sejenak, sebelum ia melanjutkan tugas.

Natalie melihat sebuah cafe di ujung jalan. Dengan buru-buru ia menyeberang, agar segera bisa merilekskan pikirannya. Saat di pertengahan, ia tak sadar jika berada di jalan besar, hingga sebuah mobil terpaksa berhenti, ketika Natalie melintas. 

"Uh ... astaga! Hampir saja." Natalie mengelus dadanya yang berdebar karena terkejut. 

"Hei, Nona! Kau mau mati, ya?!" Seorang pria tampak memunculkan kepalanya dari balik kaca mobil yang terbuka.

"Maaf-maaf. Ini salahku. Aku minta maaf. Aku sedang terburu-buru, oke." Natalie kembali berlari, usai mengatakan itu. 

"Dasar wanita tak tahu adab!" Pengendara itu masih mengumpat.

"Sudahlah! Biarkan saja wanita itu. Ia terlihat buru-buru." Terdengar suara pria lain dari mobil yang sama.

"Kita lanjutkan saja perjalanan kita," lanjut suara itu lagi.

"Siap, Bos!" Setelahnya, mobil itu kembali bergerak menjauh.

***

"Uh ... hari ini benar-benar melelahkan! Berjalan bersama Rio memang selalu membawa sial," Natalie terus mengumpat, seraya meminum jus yang ia pesan. 

"Tenanglah, Natalie. Jika tugas ini berhasil, kau bisa mengambil liburan panjang." Natalie coba menenangkan diri. 

Tak lama kemudian, ponsel Natalie berbunyi. Terlihat jelas nama si pemanggil di layar ponselnya. 

"Rio?! Cepat sekali ia mencariku," Natalie berbicara, seolah ia baru pergi beberapa detik. Padahal sudah setengah jam sejak ia meninggalkan Rio di mall. 

Natalie hanya membiarkan ponselnya berdering. Beberapa detik kemudian, ponsel itu berdering lagi.

"Baiklah-baiklah! Cukup istirahatnya. Saatnya kembali untuk tugas, Natalie." Natalie pun meraih ponselnya, lalu menerima panggilan Rio.

"Natalie ... ada di mana kau? Aku sudah menunggumu sedari tadi. Apa terjadi sesuatu padamu?" Suara Rio terdengar cemas.

"Rio ...." Natalie melembutkan suaranya. "Maaf, aku pulang duluan. Kita bertemu di rumahku saja, ya," lanjut Natalie. 

"Tapi kenapa?" Rio kebingungan.

"Tadi aku melihat seorang pria tua yang dulu ingin membeliku. Aku takut, jika ia melihatku bersamamu, kau akan jadi pelampiasannya," Natalie memberi penjelasan.

"Aku bisa melindungimu, Natalie. Kenapa kau takut?" 

"Aku tak mau merepotkanmu, Rio. Aku tak ingin kau diterpa gosip. Aku hanya ingin melindungimu." Natalie coba beralasan.

"Hah?! Seharusnya aku yang melindungimu, Natalie." Suara Rio terdengar berat.

"Sudahlah, Rio. Sampai jumpa. Aku menunggumu di rumah, oke. Love you." Natalie lalu buru-buru mengakhiri panggilan. Ia tak ingin mendengar balasan Rio.

"Oh, Natalieku ...." Sementara Rio mengecup layar ponselnya, di mana terdapat foto Natalie di sana.

***

Setelah puas menikmati suasana cafe, Natalie melangkahkan kakinya keluar. Ia sudah siap untuk pergi ke rumah Rio hari ini.

"Lebih cepat, lebih baik," gumam Natalie. 

Saat akan membuka pintu cafe, Natalie berpapasan dengan seorang pria muda, memakai jas serta kacamata hitam. Ia terlihat seperti seorang mafia. Sesaat pria itu melirik ke arah Natalie dengan tatapan sinisnya. Natalie tak mempedulikan tatapan itu. Ia terus melangkah keluar, meninggalkan cafe tersebut.

Tiba-tiba ....

Bruk!

Seorang pria menabrak tubuh Natalie.

"Hei, bisakah kau hati-hati?" geram Natalie, lalu menoleh ke arah lelaki itu.

"Maaf, Nona. Aku tak sengaja," ujar pria itu. Alangkah terkejutnya Natalie, saat melihat sosok pria yang tadi hampir menabraknya.

"Hei, kau sopir tadi, kan?" Natalie menunjuk ke arah pria itu.

Pria itu pun mulai memperhatikan Natalie dengan seksama.

"Oh ... aku mengingatmu. Kau gadis yang tak hati-hati tadi, kan? Seenaknya menyeberang tanpa mempedulikan apapun. Kalau kau seperti itu, kau bisa mati. Bayangkan kalau tadi aku menabrakmu? Itu akan mengakibatkan nama baik bosku hancur." Pria itu menceramahi Natalie. 

Natalie hanya melongo mendengar ocehan pria itu.

"Apa kau mengerti ucapanku, hah?!" Kembali pria itu memarahi Natalie.

"Mobilmu saja yang terlalu laju. Mana sempat aku menghindar." Natalie membela diri.

"Apa katamu?!" Mata pria itu membelalak ke arah Natalie.

"Hentikan, Jemz!" Terdengar suara pria lain yang muncul dari belakang Natalie.

"Rai ....," pria itu mengeluh, karena Rai tak membiarkan ia bicara.

"Maaf, Nona. Sopirku hanya khawatir akan keselamatanmu dan nama baikku. Sebenarnya dia adalah pria yang lembut," ujar pria itu memberi penjelasan.

Natalie diam, ia merasa familiar dengan wajah dan style pria di hadapannya. 

"Oke. Aku tidak apa-apa. Anggap saja ini tidak pernah terjadi." Natalie memilih jalan damai.

"Baiklah! Semoga harimu menyenangkan, Nona." Pria itu mengakhiri perselisihan, lalu mempersilakan Natalie pergi.

.

.

.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status