Sikap dan perhatian yang di berikan Azril pada Zafirah membuat wanita bercadar itu semakin bahagia. Terlebih dirinya ia tengah hamil membuatnya semakin bahagia. Akhirnya yang ia tunggu-tunggu telah tiba mendapatkan perhatian dan cinta dari suami yang kini ia rasakan, tidak ada lagi kebahagiaan yang ia inginkan selain perhatian dari pria yang menjadi imamnya. Pria yang berhasil membuatnya jatuh cinta.Pagi menyambut dengan indahnya warna menghiasi alam semesta. Wanita cantik nan anggun tersenyum menatap indahnya matahari yang menyapanya dengan pancaran sinar yang indah. Setelah mengetahui Zafirah tengah mengandung, sikap protektif Azril terhadap Zafirah semakin menjadi. Seperti pagi ini Azril menyiapkan susu khusus wanita hamil untuknya, dan memintanya untuk tidak melakukan hal yang membuatnya lelah. Langkah panjangnya menaikkan angka untuk melihat Zafirah yang tengah bersenandung kecil di iringi burung yang berkicau di atas pohon yang berada di samping kediamannya."Sayang minum susun
Zafirah mencerna perkataan Jelita saat berkunjung kerumah, mengingat perkataan yang hamil juga membuat hatinya kembali memikirkan bagaimana jika mereka hamil dari pria yang sama. Namun dengan cepat Zafirah menepis pikirannya. Dirinya telah mempercayai kejujuran Azril jika hubungan mereka telah lama berakhir dan mereka tidak pernah bertemu lagi hingga detik ini. "Nyonya Zafirah. Apakah ada sesuatu? Kenapa hanya diam?" tanya Melati yang berada di sampingnya. Merasa jika majikannya tengah memikirkan sesuatu."Tidak Bi, tidak apa-apa hanya kangen dengan kampung halaman. Bagaimana rumah Paman, sudah lama aku tidak menengoknya," kata Zafirah mengalihkan perhatian Melati yang terus menatapnya. Tidak ingin Bibi Melati tahu apa yang di rasakannya saat ini."Jika ada waktu Nyonya menengok kesana. Jika diizinkan sama Tuan tentunya," ucap Melati dengan lembut, menyadari majikannya yang tengah dirundung rindu kampung halaman. Kampung halaman yang penuh dengan kenangan yang tidak mungkin ia bisa l
Azril kembali kerumah tepat pukul sebelas malam. Terdengar suara merdu Zafirah yang tengah melantunkan ayat suci Al-Quran. Membuat siapapun yang mendengarnya merasakan kenyamanan dalam hati, dari jauh Azril menatap wajah Zafirah yang terlihat bercahaya. Sungguh indah di pandang, namun sayangnya Azril baru menyadari itu sekarang. Berlahan mendekati wanita yang kini menggunakan mukena berwarna putih."Assalamualaikum, istriku," ucap Azril mendekati Zafirah yang tengah meletakkan sajadah di atas nakas. "Wa'alaikumsalam, ya Habibi," sahut Zafirah tangannya terulur menyambut tangan Azril. "Sudah malam, belum tidur?"Azril duduk di atas tempat tidur dan membuka sepatunya. Namun di cegah oleh Zafirah, dengan berlahan Zafirah berlutut di depan Azri."Biarkan, aku yang buka mas,"Zafirah meraih kaki Azril dan membuka sepatunya. Senyum indah nan menyejukkan di tujukan Zafirah pada Azril."Zafirah tidak perlu. Aku bisa sendiri," Azril menarik kakinya yang akan di sentuh oleh Zafirah. Tetapi ka
Zafirah menatap wajah Jelita, dengan perasaan yang entah apa dia menyebutnya saat ini, namun yang pasti kata-kata Jelita membuat hatinya terluka. Meski belum jelas kebenaran tentang kehamilan Jelita adalah anak dari suaminya Azril. "Kenapa diam Zafirah?" Kata Jelita sinis. dirinya yakin jika Zafirah akan melepas Azril untuknya, walau dia membenci Zafirah. Namun dia tidak meragukan sifat baik seorang Zafirah. "Aku harus menjawab apa Jelita? Apa kamu ingin aku berteriak dan memarahi mu dan menghubungi suamiku untuk pulang. Dan mengurus kedatangan dirimu yang tiba-tiba? Itu yang kamu inginkan Jelita?" tanya Zafirah dengan suara lembutnya. Dirinya tidak ingin mengambil keputusan dengan terburu-buru yang akan mengakibatkan hubungannya dengan Azril kembali berantakan, karena kehadiran Jelita lagi dalam rumah tangganya. "Omong kosong, Zafirah! Aku minta jangan bertindak seolah-olah kamu tidak tahu apa-apa. Aku minta padamu Zafirah lepaskan Azril untukku, aku sedang mengandung anaknya. Apak
Zafirah meninggalkan kediaman Azril, menuju rumah sakit ibu dan anak. Dengan seorang sopir yang si siapkan untuknya. Entah kenapa hatinya merasakan ketidaknyamanan. Berapa kali Zafirah beristighfar dan mengusap dadanya. Namun hatinya semakin berdebar-debar, tidak ingin sesuatu terjadi Zafirah memejamkan matanya. Rasa yang dikit untuk ia ungkapkan rasa gelisah tidak biasanya."Mang Udin, tolong jangan terlalu cepat ya. Saya takut ada apa-apa," ujar Zafirah tangannya berapa kali mengusap dadanya, kalimat istighfar tidak hentinya ia ucapkan dalam hati."Baik, Nyonya." Sahut sopir yang mengantar Zafirah ke rumah sakit. "Nyonya, kenapa?" tanya sopir yang melihat Zafirah yang terlihat gelisah. Dengan perasaan khawatir sang sopir berapa kali menoleh ke belakang melihat kondisi majikannya."Tidak, tidak apa-apa mang. Tolong hati-hati ya mang," ucap Zafirah lagi yang kini jauh lebih tenang dari sebelumnya.Kini mereka telah sampai di depan rumah sakit ibu dan anak. Berlahan Zafirah turun dan m
Usai berbelanja, Zafirah kembali kerumah dengan perasaan bahagia, ingin rasanya Zafirah mengatakan pada Azril. Bagaimana perkembangan janin yang ia kandung. Tanpa terasa mobil yang di kendarai mang Udin telah sampai di rumah. Dengan senandung sholawat Zafirah memasuki rumah, dan tidak lupa Zafirah mengucapkan salam saat akan masuk kedalam. "Assalamualaikum, Bi Melati," kata Zafirah, saat memasuki ke dalam rumah."Wa'alaikumsalam, Nyonya sudah pulang?"Melati menyambut kedatangan Zafirah dan mengambil alih belanjaan yang Zafirah bawa. Melihat sorot mata Zafirah yang begitu bahagia membuat bibi Melati mengulas senyum bahagia."Sudah pulang?!" Kata Azril lantang.Zafirah, yang terlonjak kaget saat mendengar suara Azril menggema di ruang tamu. Untuk pertama kalinya Azril berteriak setelah dirinya ingin berubah."Assalamualaikum, habibi,"Zafirah mendekati Azril dan mengulurkan tangannya untuk mencium tangan Azril. "Wa'alaikumsalam," Azril meraih tangan Zafirah yang terulur kearahnya. "H
Romi yang mendapatkan bogeman mentah dari Azril, membuat sudut bibirnya mengeluarkan darah. Namun Azril yang telah tersulut emosi kembali melayangkan pukulannya di wajah Romi. Tanpa memperdulikan keadaan sekitar, Zafirah yang berada tidak jauh dari Azril dan Romi terkejut dengan kejadian di depan matanya. Azril memukul Romi tanpa tahu apa kesalahannya."Habib, ada apa ini. Kenapa kak Romi di pukul seperti, ini?" tanya Zafirah cemas melihat kemarahan Azril pada Romi."Brengsek! Penghianat kamu, Romi. Berani-beraninya kamu menggoda istriku?!" Tanpa menjawab perkataan Zafirah. Azril kembali memukul Romi mengabaikan suara teriakan Zafirah yang meminta Azril untuk tenang."Habib, hentikan kak Romi bisa meninggal kak. Lihat lukanya habib?"Suara Zafirah yang panik tidak membuat Azril mengentikan apa yang ia lakukan pada Romi. Zafira hanya bisa menutup mulutnya melihat apa yang lakukan oleh Azril, Namun dirinya tidak bisa berbuat apa-apa untuk menolong Romi yang terkapar akibat pukulan keras
Zafirah hanya diam, tidak terpikirkan sebelumnya. Jika ajakan makan siang Azril akan berubah menjadi kesedihannya. Tangannya terulur menyentuh perutnya yang masih rata walau usia kandungannya telah berusia dua bulan, tanpa sengaja pendengaran menangkap suara dari seseorang yang sangat dia kenali. Tidak ingin memikirkan yang lain, Zafirah kembali merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur yang tiga bulan ia tempati. Kini kamar itu kembali ia tempati dengan situasi yang berbeda. Ingatannya kembali saat dirinya pulang dari rumah sakit, terlihat sikap Azril yang berubah. Bahkan dirinya mampu menyimpan darinya. "Nyonya, minum teh hangat ini, agar perut Nyonya menghangat,"Melati yang datang membawa satu cangkir teh hangat di atas nampan, tanpa menolak bahkan dalam sekejap teh hangat di tangannya telah tandas. Zafirah kembali meletakkan cangkir yang kini telah di atas nampan yang berada di tangan Melati."Terima kasih Bi," ujar Zafirah lembut, suaranya yang lemah terdengar begitu jelas di t