Setelah puas memandangi wajah Naila. Ali naik ke atas tempat tidur dan merebahkan diri di samping Naila. Kemudian mendekap tubuh Naila dari belakang tiba-tiba. Ali tak bersuara sama sekali. Hanya alisnya yang terangkat sedikit, kala sensasi panas menerpa tubuhnya saat ini. "Tenanglah, Nai. Besok tak ada lagi orang yang menganggumu." Ali berbisik pelan di telinga Naila. Seolah-olah Naila dapat mendengarkannya. Wanita itu tertidur amat pulas sehingga tak menyadari jika Ali telah memeluknya kini. Ali semakin mengeratkan pelukan dan menaruh dagunya di pundak Naila pula. Lalu menutup kedua matanya perlahan-lahan, ikut mengarungi samudera mimpi bersama Naila. ***Waktu menunjukkan pukul satu dini hari, Ali membuka kelopak mata pelan-pelan dan melihat Naila masih terlelap dengan begitu damai di sampingnya. Dalam hitungan detik dia beringsut dari atas ranjang, kemudian berlalu pergi dari kamar. "Tuan, semua sudah beres."Baru saja Ali keluar dari kamar. Roni membuka suara tanpa menatap
Naila tak kalah terkejutnya. Tanpa sadar air ludah ia telan dengan susah payah saat ini. Kepalanya langsung menunduk, dia tak berani membuka suara kembali. Sementara Santi, dengan perlahan memutar kepalanya ke samping, melihat Ali berdiri di hadapannya, entah sejak kapan. Melempar senyum kaku, Santi berkata," Hehe, selamat pagi, Tuan. Ternyata Tuan sudah datang rupanya. Mari Tuan, silakan duduk."Santi memundurkan kaki sebanyak empat langkah ke belakang, sambil sesekali melirik-lirik Roni yang saat ini berdiri tegap di belakang Ali. Roni melototi Santi, untuk jangan melakukan sesuatu yang membuat suasana hati Ali berubah. Santi mengerti, lantas melempar senyum tipis. "Kalian belum menjawab pertanyaanku, Shakira, siapa yang kalian maksud?" Ali menggerakkan bibirnya tiba-tiba. Suara beratnya terdengar tajam, membuat telapak tangan Santi berkeringat dingin. Santi tak langsung menyahut. Wajahnya tampak ketakutan. Dia tengah berusaha mencari kata-kata di benaknya untuk memberikan alib
Dengan hati remuk redam, Naila mengurungkan niatnya untuk masuk ke dalam. Secara perlahan dia menutup pintu berganda besar tersebut, berharap Ali tak menyadari kedatangannya. Naila membalikkan badan lalu tanpa aba-aba berlari melewati Santi dan Roni yang terlihat panik. "Nona!" Santi melemparkan pandangan pada Roni sejenak. "Mengapa Nona tidak masuk ke dalam?""Entahlah, San." Roni menatap punggung Naila mulai menghilang dari pandangannya. "Ikuti Nona sekarang, jangan sampai terjadi sesuatu padanya!" titahnya seketika.Santi mengangguk cepat, kemudian bergegas mengejar Naila.Sementara itu, tepatnya di ruangan pribadi Ali. Lima menit sebelumnya, Ali sedang mengistirahatkan diri. Dengan mata terpejam dia menyenderkan kepalanya ke bantalan kursi. Namun, tanpa dia sadari seseorang masuk ke dalam ruangan secara diam-diam. Ali sempat mendengar suara langkah kaki dan mengira Roni yang masuk ke ruangan. Ali sangat terkejut saat sepasang tangan mengelus dadanya tiba-tiba. Lantas dia membuka
"Mana?" Mirna menoleh. "Itu!" Rani menunjuk dua orang wanita sedang duduk di trotoar dan membelakanginya. Mirna tak dapat melihat dengan jelas wanita yang disangka Naila. Sebab terhalang kerumunan manusia yang lalu-lalang di sekitar. Dia menyipitkan mata, menajamkan penglihatannya. Dalam hitungan detik sosok tersebut mulai masuk ke dalam taksi bersama wanita satunya, lalu kendaraan roda empat itu meninggalkan trotoar. "Orang lain itu! Salah lihat kamu. Tidak mungkin pakaian Naila bagus!" Mata Mirna mendelik ke atas karena wanita yang dimaksud Rani, memakai pakaian yang sangat bagus, menurutnya. "Ish Ma, bisa saja Ali membelikan Naila pakaian baru, Ali kan CEO," protes Rani cepat dengan bibir mengerucut ke depan. Mirna berdecak lalu menoyor kening Rani tiba-tiba, membuat bibir Rani semakin manyun. "Nggak usah ngawur kamu! Mending sekarang kita cari makan, Mama kelaparan nih, mutar-mutar terus cari mereka! Coba seandainya saja kamu nggak bercerai, pasti si Bejo bisa bantu kita!" s
Tak ada sahutan, Ali diam dengan sorot mata datar. Pria itu menatap lurus ke depan sambil menarik dan menghembuskan napas kemudian. Melihat tak ada tanggapan, Naila tanpa sadar menelan salivanya berkali-kali.Hening. Hanya terdengar suara AC berdengung di dalam ruangan besar dan luas itu. 'Mengapa Ali diam ya? Apa permintaanku ini memberatkannya?' Naila meremas ujung pakaiannya seketika, lalu menarik napas lagi. "Al, apakah boleh?" Naila dengan suara pelan dan lembut. Berharap Ali mau menuruti permintaannya."Mengapa kamu tiba-tiba mau menjadi cantik?" Akhirnya Ali membuka suara. Naila tanpa sadar menarik sudut bibirnya."Apa aku salah ingin menjadi cantik, Al? Mungkin ini terdengar klise di telingamu, tetapi jika aku menjadi cantik, semua orang tidak akan membuliku lagi," kata Naila, jujur.Tidak dapat dipungkiri menjadi wanita cantik mendapatkan banyak sekali keuntungan. Wanita cantik mempunyai daya tarik tersendiri dan jarang sekali mendapatkan hinaan ataupun bulian. Pasti ak
Keesokan paginya, sesuai rencana Naila. Dia dan Santi telah bersiap-siap untuk pergi ke bandara.Sesampainya di ruang makan, Naila mengerutkan dahi, melihat ruangan dalam keadaan sepi. Naila bertanya-tanya apakah Ali sudah pergi berkerja atau tidak. Naila sengaja tak sarapan karena akan makan di pesawat saja nanti. Seharusnya Naila senang akan pergi ke Korea Selatan hari ini untuk memperbaiki wajahnya. Namun, entah mengapa perasaan tak nyaman merasuk ke dalam jiwanya sejak semalam. Naila begitu gelisah entah karena apa, alhasil dini hari baru bisa terlelap. "Nona." Dari belakang Santi menepuk pelan pundak Naila.Naila memutar kepala. "Iya.""Apa Nona yakin tidak mau sarapan?""Yakin Santi, tenanglah, aku akan makan jika aku lapar," jawab Naila sambil melempar senyum tipis."Baiklah, kalau mau makan katakan padaku saja Nona."Naila mengangguk cepat. "Oh ya, apa Ali sudah berangkat berkerja?" tanyanya, penasaran."Aku tidak tahu, Nona. Mungkin saja Tuan sudah berangkat, karena aku den
Bayangan wajah Naila melintas cepat di benaknya. Dalam keadaan sadar Ali mendorong kuat dada Shakira, sehingga wanita itu tersungkur ke atas lantai. Rasa panas di tubuhnya semakin berkobar-kobar. Ali menebak ada seseorang yang sengaja menaruh obat perangsang di minumannya. Apakah Shakira? Ali menerka-nerka, sebab kemunculan Shakira sangatlah pas. "Ahk! Ali, mengapa kamu mendorongku!" Shakira meringis sesaat. "Kita tak ada hubungan lagi, Shakira! Jaga batasanmu!" Ali berseru sembari melangkah cepat menuju pintu toilet. Dengan cepat Shakira bangkit kemudian menarik ujung jas Ali."Ali tunggu! Aku bisa membuat badanmu tak panas lagi!" kata Shakira.Mendengar jawaban Shakira, Ali dapat menebak jika Shakiralah pelakunya, sebab bagaimana bisa Shakira tahu kalau badannya sedang panas. "Diam! Caramu sangat kotor, Shakira!" Dengan sorot mata tajam, Ali menyentak kasar tangan Shakira. Shakira terhuyung ke belakang hingga membentur dinding toilet. Ali bergegas keluar tanpa mempedulikan Sh
Kedua mata berwarna coklat itu berkedip-kedip pelan, melihat Ali berdiri menghadap ke arahnya, dengan tatapan yang tak bisa dijabarkan sama sekali saat ini. Dia mengibaskan rambut layer panjang berwarna coklat caramelnya sejenak, lalu menatap lurus ke depan. Mengulas senyum sekilas, dia melangkah perlahan menuju pintu utama, mengabaikan perkataan dan pujian yang dilontarkan para kerumunan orang di sekitarnya. Talitha, alias Naila melirik Santi yang berdiri tak jauh darinya berada sekarang, Santilah yang berseru keras tadi. Saat ini Santi tengah bersembunyi di balik pilar sambil memberi kode padanya, memberitahu dia akan kembali ke mansion. "Tuan, apa itu Nona Naila?" Dari tadi Roni pun berdiri dengan tegap di samping Ali, ikut terkesima pada penampilan Naila. Ali tak menyahut, tengah sibuk memindai penampilan Naila dari atas sampai ke bawah. Naila tampak berbeda, balutan dress yang menempel di tubuh Naila membuat kecantikannya bertambah berkali-kali lipat. Kulit Naila ternyata berw