Mami Diana menyambut "Felisa" dengan baik, seperti yang dilakukan kepada Inara dulu di awal pertemuan.
Dia terlihat seperti sosok wanita yang lembut, dan ramah.Terkadang, Inara masih merasa seperti mimpi. Bagaimana bisa wanita yang awalnya terlihat baik itu, bisa begitu jahat."Ternyata, benar apa yang dikatakan Bram. Kamu sangat cantik dan seksi, Fel. Pantas saja anak Mami begitu tergila-gila sama kamu. Semoga saja, kamu mau menikah dengan Bram," ucap Mami Diana bersikap manis ketika mereka berada di meja makan untuk dinner.Inara pun mengangguk dan tersenyum manis. " Terima kasih, Tante. Ehm, tapi maaf. Aku tak bisa jika Bram masih menjalin hubungan dengan kekasihnya. Aku tak ingin disebut perebut kekasih orang karena aku paling tak suka perselingkuhan," sahutnya.Bram menjadi tersedak. Dia merasa tertampar dengan ucapan perempuan itu.Untungnya, sang mami langsung sigap memberikan Bram air putih."Terima kasih, Mi."Inara tersenyum dalam hati melihat itu.Dia pun memulai serangan keduanya. "Kamu kenapa? Apa kamu dulu selingkuh dari pasanganmu? Jika ya, tolong menjauh. Aku tak ingin memiliki suami tukang selingkuh yang hanya menyakiti hati istrinya," ucap Inara lembut, tapi lagi-lagi menohok Bram.Wajah pria itu langsung berubah pucat pasi. Dia juga terlihat gugup.Namun, dia tak ingin melepaskan "Felisa".Menyadari itu, Mami Diana langsung bertindak. Wanita itu pun berkata, "Oh... Untuk itu, kamu tak perlu khawatir. Bram itu tipe laki-laki yang setia. Hanya saja, dia kurang beruntung dalam percintaan. Mantan istrinya pergi meninggalkan dia dengan selingkuhannya. Bram sempat tak ingin menjalin hubungan dengan seorang wanita, sampai akhirnya dia bertemu dengan Monika. Tapi ternyata, Monika pun tak tulus mencintainya. Dia hanya mengincar harta kekayaan Bram saja.""Maka dari itu, Mami meminta Bram untuk memutuskan hubungannya dengan Monika. Mami merasa kamu wanita yang baik dan serasi untuk Bram," tambahnya, "pasti, kalau kalian memiliki anak, anak kalian sangat cantik dan tampan."Bram mengangguk.Keduanya tampak kompak, sama seperti yang dilakukan saat Bram masih berstatus suami Inara.Inara hanya bisa mengehela nafas, berusaha sabar. Kelakuan ibu-anak ini luar biasa!'Sebentar lagi, giliran kamu yang dibuang seperti aku dulu. Bersiaplah Monika!'Inara tersenyum dalam hati.Cepat atau lambat dia akan melihat Monika di tendang oleh Bram. Terlebih, jika Bram tahu kelakuan Monika di luar sana."Kamu memanggil Mami jangan Tante dong! Panggil Mami saja, biar terdengar lebih akrab," pinta Diana kepada Felisa."Maaf, aku gak bisa Tan. Aku belum bisa menerima Bram. Aku ingin Bram memutuskan hubungan dengan Monika dihadapkan aku. Agar aku merasa yakin, kalau dia mereka benar-benar putus!" pinta Inara.Bram dan sang mami tampak saling menatap, seakan saling bertanya. Siapa yang akan mencoba menjelaskan kepada Inara.Sungguh permintaan yang sulit dilakukan Bram. Monika bisa saja membongkar semua yang terjadi di hadapan Inara, karena tak terima."Monika itu wanita yang keras. Bisa saja dia melukai kamu, saat itu juga. Mami yang akan jamin, kalau Bram sudah benar-benar putus darinya. Kamu tak perlu khawatirkan itu!" Mami Diana yang mencoba memberi pengertian kepada Inara."Lebih baik aku mundur, jika serumit itu!" Inara mengancam.Tentu saja Bram tak mau hal itu terjadi. Dia ingin mendapatkan Felisa. Jika cara baik-baik tak bisa, Bram berniat menjebak Inara. Hingga akhirnya Inara tak bisa terlepas darinya.Bram belum berhasil mendapatkan Inara. Inara tampak mengulur-ulur waktu, karena dia memang tak benar-benar menginginkan Bram.Tiba-tiba saja Inara merasa pusing, bayangan apa yang terjadi waktu itu dengannya hadir di pikirannya. Wajahnya terlihat pucat, dan keringat dingin bercucuran membasahi wajahnya."Kamu kenapa?" tanya Bram yang melihat perubahan di wajah Inara."Aku ingin pulang! Tiba-tiba saja kepalaku pusing. Permisi," ucap Inara."Tunggu, aku akan antarkan kamu!"Bram tak mengizinkan Inara pulang sendiri. Dia yang akan mengantarkan Inara. Akhirnya, mereka pamit pulang kepada Mami Diana. Namun, Inara tak mencium tangan mantan mertuanya itu. Dia tak ingin berkontak fisik. Dia takut, dia akan semakin parah."Ya Allah, aku mohon kuatkan aku! Aku harus bisa menghancurkan mereka!"Mereka sudah dalam perjalanan pulang. Inara tampak memegangi kepalanya.Bram berniat licik. Ini kesempatan baginya!Bram membelokkan mobilnya ke sebuah hotel. Tentu saja hal itu membuat Inara semakin panik."Aku ingin pulang! Mengapa kamu membawa aku ke hotel?" tanya Inara. Dia begitu ketakutan."Kita bermalam di sini! Aku akan menyembuhkan sakit yang kamu rasa," sahut Bram tersenyum mesum.Meskipun Inara tak fokus, karena merasa sakit yang luar biasa. Tapi, dia bisa melihat wajah licik Bram."Kamu jangan macam-macam! Aku bukan wanita murahan, seperti kekasihmu itu! Berhenti, aku turun di sini!" pekik Inara."Sudahlah Baby, jangan munafik! Kita sama-sama sudah dewasa. Temani aku malam ini! Kita habiskan malam ini bersama. Aku ingin buktikan rasa cintaku kepadamu!" rayu Bram.Inara mencoba melepaskan diri."Ya Allah aku mohon, lindungi aku!" ucap Inara dalam hati.Untungnya, Rizky mempekerjakan dua orang bodyguard yang akan melindungi Inara. Dia selalu mengikuti kemanapun Inara pergi.Bram menarik tangan Inara dengan paksa dan kasar. Rasa trauma yang dia rasa semakin menjadi. Memori Bram menarik dirinya paksa waktu itu semakin terngiang."Lepaskan Nona Felisa!" ucap seorang Bodyguard.Bram terperanjat kaget, saat mendengar suara barito itu."Siapa kalian? Jangan ganggu kesenangan kami!" Bram bersikap jagoan."Nona Felisa, menjadi tanggung jawab kami! Kami bodyguard-nya. Jangan berani mengganggunya! Kecuali ... kamu siap tulang-tulang kamu patah!" ancam seorang bodyguard.Mata Bram membulat sempurna. Mengingat gaji seorang sekretaris, harusnya tak akan mampu membayar pengawal seperti ini.'Sebenarnya, siapa dia? Mengapa dia memiliki bodyguard? Apa dia benar-benar hanya sekretaris biasa?' Bram bermonolog dalam hati.Bram hanya bisa menatap kepergian Inara bersama kedua laki-laki berbadan besar-yang mengaku bodyguardnya. Dia masih dibuat tercengang-tak percaya. "Aku ingin tahu, siapa sebenarnya kamu?"Bram melajukan kendaraan menuju apartemen tempat dia tinggal bersama Monika. Tak butuh waktu lama, dia sudah sampai. Dia langsung menuju unit apartemennya. Suasana tampak sepi, karena Monika belum kembali dari berlibur. "Menjenuhkan sekali! Andai Felisa menjadi istriku, pasti aku tak kesepian seperti ini," ucap Bram sambil melempar jas yang dia kenakan ke sofa yang berada di ruang TV. Dia pun akhirnya memilih untuk mandi. "Apa Felisa wanita simpanan CEO perusahaan Aditama? Rasanya tak mungkin, jika dia hanya seorang sekretaris biasa. Huhf, selalu gagal aku mendekatinya!" Bram masih terus bertanya-tanya. Apa yang terjadi tadi, sungguh di luar nalarnya. Pikirannya menjadi kacau. Lamunannya terhenti, karena ponselnya berdering. Dia raih benda pipi itu di atas nakasnya. Ternyata, Monika yang mengh
"Kamu jangan salah paham dulu! Aku ini sedang berbicara dengan teman kuliahku. Ada masalah akademik yang harus aku selesaikan. Setelah kita pulang berlibur, aku harus segera mengurusnya," jelas Romeo bohong. Tentu saja dia memilih berbohong. Apa jadinya nanti, jika Monika tahu? Kalau dia selama ini menjalin hubungan dengan seorang nenek-nenek. Dia lakukan demi uang. "Ayo kita ke kamar! Kita lanjutkan yang tadi sempat tertunda. Maaf, sudah membuat kamu kesal. Makanya sekarang, aku ingin membuat kamu senang," rayu Romeo yang langsung menarik tangan Monika- mengajaknya ke kamar. Tanpa basa-basi terlebih dahulu, Romeo sudah langsung melucuti pakaian Monika. Membuat tubuh Monika dalam keadaan polos. Setelah itu, dia pun melakukan hal yang sama. Kini tubuh mereka berdua sudah sama-sama polos. Berbeda halnya dengan mereka yang sedang melambung tinggi ke angkasa, Mami Diana justru merasa kesal. Merasa diabaikan. Padahal dia kerap memberikan uang yang banyak kepada Romeo. "Aku tak akan mel
Monika sudah sampai di Jakarta, dia langsung berpisah di bandara dengan Romeo. Mereka akan kembali ke kehidupan mereka masing-masing. "Sayang, aku sudah kembali. Sekarang, aku sudah sampai di apartemen. Aku tunggu ya! I love you," Monika menuliskan pesan chat kepada Bram. Sambil menunggu Bram kembali, Monika memutuskan untuk berendam di bathtub untuk merilekskan tubuhnya. Tubuhnya terasa remuk, karena ulah Romeo. Hal yang sama dilakukan Romeo. Sesampainya di kosannya. Romeo pun langsung menghubungi Mami Diana. Mendengar kekasihnya sudah kembali, dia merasa begitu senang. Diana mengajak Romeo ke rumah, untuk makan malam bersama. Sekaligus dia ingin mengenalkan Romeo kepada anaknya. Romeo menyambutnya dengan senang hati. Namun sebelumnya, dia meminta Mami Diana mengirimkan uang sebanyak 5 juta ke rekeningnya. Dengan alasan, dia ingin pulang kampung menemui orang tuanya untuk membicarakan tentang pernikahannya kepada orang tuanya. "Benar 'kah, kamu akan melakukan hal itu? Kamu yakin
"Mampus gue! Ternyata dia anak Diana. Gue harus hati-hati ini. Kalau tidak, bisa gagal rencana gue untuk mengeruk harta nenek-nenek ini," Romeo bermonolog dalam hati. "Kamu kenapa Bram?" tanya sang mami. Perasaan Romeo kala itu menjadi tegang. Terlebih ekspresi wajah Bram, penuh tanda tanya menatap ke arahnya. "Sebelumnya, apa kita pernah bertemu? Melihat lo, rasanya gue gak aneh. Jangan bilang, lo mau mainin mami gue ya! Kalau sampai hal itu terjadi, lo akan berhadapan sama gue!" Bram berucap to the point kepada Romeo. Melihat ketegangan anaknya dengan kekasihnya, Mami Diana mencoba mencairkannya. Dia mengajak mereka untuk makan malam dulu. Kini mereka sudah di meja makan. Bram terlihat hanya diam. Dia merasa tak suka melihat kemesraan maminya dengan berondongnya. Dia pun dengan Monika tak seperti itu. Prang!Bram membanting sendok dan garpunya dengan kasar, dan beranjak bangkit. Membuat Mami Diana dan Romeo terperanjat kaget, dan menatap ke arah Bram. "Kamu ini kenapa sih?" pe
"Teman kampus. Biasa, mereka suka iseng. Sudahlah, tak penting! Aku tak ingin merusak momen kebersamaan kita. Lupakan saja," ucap Romeo berbohong. Romeo memilih menonaktifkan ponselnya. Dia tak ingin Mami Diana curiga, kalau dia menjalin hubungan dengan wanita lain. Selain dengannya. Dia masih membutuhkan uang Mami Diana. "Sial, sekarang nomornya tak aktif.""Ya Tuhan, aku harus kemana ini. Kalian berdua begitu menyebalkan," ucap Monika. Dengan perasaan terpaksa, Monika pergi meninggalkan apartemen Bram. Dia menjadi dendam kepada Bram. "Jika aku tak bisa memiliki kamu, dia pun tak boleh memiliki kamu!"Monika tak habis pikir, mengapa Bram bisa mendapatkan foto-foto itu. Dia yakin, kalau ini semua rencana Bram untuk bisa bersama Felisa. Tanpa Monika bisa menuntutnya. "Aku pikir, kamu tak akan menyuruh orang untuk mengikuti aku. Aku memang benar-benar bodoh! Aku menjadi kehilangan segalanya. Romeo juga menyebalkan, disaat aku membutuhkannya. Dia tak bisa dihubungi," Monika bermonolo
"Pasti kamu terkejut 'kan? Kami berdua akan menikah. Kamu kesini mau ngapain? Bukankah hubungan kamu sudah berakhir dengan Bram? Itu tandanya, aku sudah tak ada hubungan lagi denganmu," ucap Mami Diana dengan sombongnya. "Brengsek! Dia menipuku. Ternyata, dia menjalin hubungan dengan Nenek-nenek itu. Ehm, apa aku bilang saja ya tentang hubungan aku dengannya? Biar sekalian hancur semua," Monika bermonolog dalam hati. "Hei, mengapa kamu diam? Sudah sana pergi! Jangan pernah tampakkan wajah kamu di depanku lagi! Aku tak ingin melihatmu lagi," Mami Diana mengusir Monika. Monika merasa geram, dia merasa terhina! "Jangan terlalu bangga! Apa Anda sudah mengenal lebih jauh, siapa laki-laki di sebelah Anda saat ini?" sindir Monika. Wajah Romeo berubah pucat. Bom atom sepertinya akan segera meledak. Terlebih saat ini, Diana menatapnya lekat. "Jangan dengarkan apapun yang dia bicarakan! Dia itu merasa iri dengan hubungan kita. Apalagi kamu mengusirnya dari sini," ucap Romeo. Romeo mencoba
Akhirnya, Monika ikut bersama Romeo. Selama dalam perjalanan, Monika terlihat hanya diam saja. Dia juga lebih memilih menatap ke arah jalanan. Bukan itu saja, Monika juga terlihat menghempaskan tangan Romeo. Saat Romeo bersikap usil, berusaha menggodanya"Ayo, kita turun! Apa kamu mau ikut supirnya saja?" goda Romeo sambil memainkan alisnya. Romeo terkekeh melihat ekspresi wajah Monika yang baginya begitu menggemaskan. Sebenarnya, dia memiliki perasaan cinta kepada Monika. Namun sayangnya, Monika masih saja ingin mempertahankan Bram. Hingga akhirnya, mau tak mau Romeo harus membuang perasaannya cintanya kepada Monika. Bram memiliki segalanya, sangat berbeda dengan Romeo. Tentu saja, dia tak ingin hanya makan cinta saja. Terlebih, Romeo seorang gigolo. Dia tak percaya, kalau Romeo mencintainya. Monika selalu menghindar, jika Romeo berkata cinta kepadanya. "Ayo masuk! Memangnya, kamu mau di sini terus? Kosan aku memang tak semewah apartemen mantan kekasih kamu. Tapi paling tidak, kamu
"Katakan saja, tak usah berbohong!" sindir Rizky."Sejak awal aku menikah dengannya, aku memang tak pernah mencintai dia. Aku hanya terpaksa menerima perjodohan dengannya. Apalagi, saat seperti sekarang ini. Tujuan aku hanya ingin membalaskan dendam kepadanya. Sebenarnya aku—" Inara menghentikan ucapannya. "Ada apa?" tanya Rizky. Namun, Inara justru menggelengkan kepalanya.Tiba-tiba saja, dia teringat apa yang dilakukan orang tua Rizky kepadanya dulu. Hingga akhirnya Inara memilih untuk diam, dan memendam perasaannya. Sebenarnya Rizky berharap Inara mengatakan perasaannya kepadanya. Namun akhirnya, Rizky mencoba mengerti. Yang terpenting baginya saat ini, Inara tak pernah mencintai Bram. "Ya sudah, tak usah dibahas lagi!" ucap Rizky. "Aku akan menunggu, sampai saatnya tiba! Semoga saja kita bisa berjodoh!" Rizky berkata dalam hati. Saat ini, Pak Susilo sudah berada di rumah sakit di Singapura. Dengan bantuan Rizky, Inara ingin menyembuhkan mantan mertuanya itu. Selama ini Pak Sus