"Yeay!" teriak Bram dan Diana bahagia.
Rencana mereka berhasil!Meskipun perbuatan yang mereka lakukan salah, keduanya sudah gelap mata.Mami Diana bahkan bersedia membantu Bram terlepas dari Monika.Jadi, di sinilah Bram berniat menemui Felisa, dan menunjukkan keseriusannya.Bram memang seperti tak waras, jika sudah jatuh cinta dengan wanita. Padahal dulu, dia begitu mencintai Monika, dan kini kedudukannya sudah di ganti Felisa."Biarkan saja dia senang-senang dulu Bram. Setelah dia pulang, Mami baru akan menemui dia. Coba kamu ajak wanita itu ke rumah! Mami ingin mengenal, wanita yang membuat kamu begitu tergila-gila," Mami Diana berkata kepada sang anak.Susilo kini hanya bisa diam tak berdaya. Berharap ada orang iba kepadanya, dan menyelamatkan dia. Jika Allah mengizinkan dan memberikan dia kesempatan hidup. Dia ingin membalas semua perbuatan anak dan istrinya. Dia tak rela perusahaan miliknya bangkrut, karena anaknya.Rizky mengerem mobilnya secara mendadak, membuat Inara kaget."Ada apa, Ki?" tanya Inara."Ada orang tergeletak di pinggir sebelah kiri," ungkap Rizky.Inara langsung melirik ke sebelah kiri. Alangkah terkejutnya dia, saat melihatnya."Dia mantan mertuaku," ucap Inara.Inara langsung turun dari mobil, dan menghampiri mantan ayah mertuanya."Papi? Mengapa papi bisa seperti ini?" Inara lupa, kalau dia saat ini sebagai Felisa.Tentu saja hal itu membuat mantan mertuanya itu bingung. Dia tak mengenal wanita di hadapannya.Inara mengerutkan keningnya, tampak bingung. Mengapa ayah mertuanya hanya diam. Tak banyak bicara lagi, Inara meminta bantuan Rizky untuk membawanya.Rizky pun akhirnya menolongnya, membawa Pak Susilo pergi dari tempat itu."Pasti dia bingung. Ingat, wajah kamu sekarang sudah berubah. Kamu harus jelaskan kepadanya! Tapi, apa dia bisa dipercaya? Tak akan membongkar rahasia kamu."Papi Susilo seperti ingin mengajak bicara. Dia juga tampak menangis tersedu-sedu.Dia bersyukur, karena akhirnya bisa dipertemukan Inara. Meskipun dalam kondisi yang berbeda. Meskipun Inara belum menjelaskan secara gamblang, Pak Susilo sudah paham siapa wanita di hadapannya."Iya, aku lupa itu. Aku sangat mengenal ayah mertuaku, dia orang baik. Aku yakin, dia seperti ini karena ulah mereka. Mereka sungguh keterlaluan! Aku semakin membenci mereka. Dengan teganya dia membuang papinya sendiri," sahut Inara."Apa aku boleh membawanya ke apartemen tempat aku tinggal? Aku ingin mengurusnya, menyelamatkan dia. Aku mohon!" pinta Inara.Rizky setuju. Bahkan Rizky akan memanggil dokter pribadi."Terima kasih Inara. Kamu memang wanita yang baik. Bram pasti sangat menyesal, telah mengabaikan kamu."Inara menceritakan apa yang terjadi padanya, sampai dia seperti sekarang ini. Dia yakin, mantan mertuanya pasti bisa mendengar, meskipun tak bisa bicara.Keduanya tampak menangis. Inara juga menceritakan. Kalau Bram telah membuat dia kehilangan ayahnya."Benar-benar keterlaluan dia! Kasihan Inara. Bukan hanya aku saja, Inara pun menjadi korban keserakahan mereka. Aku tak menyangka, kalau kalian begitu kejam," Papi Susilo bermonolog dalam hati.Mereka sudah sampai di apartemen tempat tinggal Inara. Rizky juga sudah menghubungi dokter pribadinya, untuk datang memeriksa kondisi Pak Susilo.Keesokan harinya. Bram sudah bersiap-siap untuk berangkat. Dengan gentle dia akan menemui Felisa, dan mengajak Felisa ke rumahnya. Mengenalkan Felisa kepada orang tuanya.Inara terpaksa menghampiri Bram, karena dia harus menyelesaikan misinya."Ternyata, kamu seorang yang nekat. Baiklah, aku akan ikuti kamu. Agar aku bisa masuk lebih dalam lagi.""Gimana, bisa gak? Mamiku ingin sekali mengenal kamu. Untuk urusan kekasihku, kamu tak perlu khawatir. Aku akan memutuskan hubungan dengannya, setelah dia kembali berlibur. Setelah itu, aku akan menikahi kamu," ungkap Bram.Kesempatan yang bagus! Inara tak akan menyia-nyiakan kesempatan ini.Bram telah pergi meninggalkan perusahaan. Pukul 17.00, Bram akan menjemput Inara. Setelah kepergian Bram, Inara langsung menemui Rizky. Dia menceritakan kedatangan Bram tadi."Ya sudah. Tapi ingat, kamu harus hati-hati!" Rizky mengingatkan."Iya, kamu tak perlu khawatir hal itu. Do'akan aku ya! Semoga aku bisa membalas semua perbuatan mereka," ujar Inara dan Rizky mengiyakan.Tepat pukul 17.00, Bram sudah sampai di perusahaan Inara. Setelah bertemu, mereka memutuskan langsung pergi menuju kediaman Mami Diana.Selama dalam perjalanan, Inara lebih banyak diam. Ada perasaan deg-degan di hatinya. Dia berdoa, semoga rencana dia tak terbongkar.Perasaan Inara semakin tak karuan. Ternyata, bertemu mantan mertuanya itu lebih menakutkan. Inara mencoba menenangkan dirinya, dia tak boleh panik."Ini Felisa Mi, wanita yang aku ceritakan sama mami! Cantik 'kan?" ucap Bram dengan begitu percaya diri."Sekarang, kamu boleh tersenyum!" Inara berkata dalam hati.Tubuh Mami Diana gemetar. Bahkan dia keluar keringat dingin. Jantungnya berpacu lebih cepat."Mengapa suaranya seperti suara Inara? Aku juga merasa mengenalnya? Apa memang wanita itu Inara? Ah, tapi rasanya tak mungkin. Pasti Inara sudah mati," Mami Diana bermonolog."Mengapa ekspresi wajah Mami Diana seperti itu? Apa dia mengenaliku? Ya Allah aku mohon lindungi aku, sampai rencanaku berhasil!""Mami kenapa? Mengapa wajah mami pucat? Apa mami mengenal Felisa sebelumnya?" Bram bertanya.Mami Diana terlihat gugup. Dia tak mungkin mengatakan apa yang dia rasakan saat itu. Dia takut, kalau ini hanya perasaan dia saja. Yang ada nantinya Felisa justru jadi tahu."Ah, tidak! Tidak kenapa-napa. Mami pun tak mengenalnya juga," ucap Mami Diana berbohong. Dia lebih memilih menutupinya."Mengapa kamu ada di kamar saya? Dasar pembantu tak tahu diri. Kamu sengaja ya mengambil kesempatan, di saat istri saya sedang tak ada?" Gio berkata sinis. "Saya ini korban Bapak. Bapak yang memaksa saya untuk melakukan. Bapak sudah melecehkan saya," sahut Monika terisak tangis. Dia berakting, seolah dia pihak yang dirugikan. "Bapak mabuk saat pulang ke rumah, dan bapak memaksa saya karena mengira saya adalah Bu Sita," jelas Monika membuat Gio merasa tersudut. "Baiklah, saya akan bayar uang tutup mulut untuk kamu. Anggap saja, semalam saya habis menyewa kamu. Jangan pernah katakan pada siapapun, apa yang terjadi pada kita! Anggap semua gak pernah terjadi diantara kita," ucap Gio sombong. Dia mengusir Monika dari kamarnya. Gio mengerutuki kebodohannya. Bisa-bisanya dia melakukan dengan seorang pembantu. "Kalau saya nanti hamil gimana Pak? Semalam, Bapak melakukannya tidak hanya satu kali. Bapak juga membuangnya di dalam," Monika berkata. "Tak perlu khawatir! Istri saya dan selin
"Jawab Mas! Aku ingin dengar kejujuran kamu," Sita memaksa suaminya menjawab. Gio terlihat hanya diam. Namun, merasa gusar. Namanya bangkai yang ditutupi, pada akhirnya akan terbongkar. Sita terlihat kecewa di benar-benar syok, tak percaya suaminya akan selingkuh darinya. Sita menangis. Dia sudah tak sanggup menahan air matanya lagi. Wanita mana yang tak merasa sakit, saat mengetahui suami tercintanya ternyata bermain api di belakangnya. "Kalau Mas tak menjawab, berarti benar. Mas selingkuh. Aku ingin kita cerai," ucap Sita tegas. Meskipun selama ini suaminya selalu memberikan kemewahan. Dia tetap manusia biasa yang memiliki hati dan perasaan. Dia merasa tak terima. Melihat sang istri memasukkan barang-barangnya, Gio terlihat panik. Dia langsung beranjak turun menghampiri istrinya. Kemudian memeluknya dari belakang. "Aku mohon, maafkan aku! Aku khilaf. Aku janji tak akan mengulanginya lagi. Aku cinta sama kamu," Gio memohon agar Sita mau memaafkan dirinya. Sita membalikkan tubu
Gio sudah terbangun, dan tak melihat sang istri di kamarnya. "Kemana dia?" Gio berkata. Dia memilih untuk mandi dahulu, sebelum mencari keberadaan sang istri. Kemarin-kemarin, dia kurang tidur. Hingga baru sekarang dia merasa lemas. Dia kerap berolahraga ranjang, selama bersama Liana kemarin. Kini dia sudah merasa lebih segar. Gio langsung keluar dari kamar dan mencari keberadaan sang istri. Namun, di luar pun sang istri tak ada. "Kemana Ibu?" Tanya Gio kepada Monika. Dia masih saja bersikap dingin kepada Monika. "Ibu pergi lagi, Pak. Tak lama Bapak pulang," jawab Monika. Tanpa berbasa-basi lagi, Gio langsung kembali ke kamar lagi. "Sepertinya, Sita sangat marah. Tak biasanya dia seperti itu."Gio mencoba menghubungi sang istri melalui ponsel pintarnya. Namun, berkali-kali dia menghubungi sang istri. Sang istri tak mengangkatnya. "Si*al! Berani-beraninya dia mengabaikan telepon dariku," umpat Gio. Wajah Gio terlihat sangat kesal. Selama ini, sang istri tak pernah berani bersik
Setelah di rawat selama tiga hari, hari ini Inara dan kedua anaknya sudah diperbolehkan pulang ke rumah. Kondisi Inara sudah membaik, hanya tinggal pemulihan saja. Rizky sudah mengurus administrasi kepulangan sang istri. "Sekarang, kita sudah boleh pulang," ujar Rizky kepada sang istri. Inara tampak sumringah. Akhirnya, dia bisa merasakan tidur nyenyak di rumah. Meskipun dia di rawat di ruang eksekutif, tetap saja lebih nyaman tidur di kasur empuk di rumah. "Apa semua sudah dibawa? Tak ada yang ketinggalan lagi?" Tanya Rizky kepada baby sister kedua anaknya. "Sudah, Pak," jawab salah seorang baby sister. Rizky sudah menyiapkan kursi roda, untuk sang istri turun nanti ke lobby. Dia khawatir sang istri belum kuat berjalan. "Sudah mas, aku jalan saja! Aku kuat kok, Mas. Mas gak usah khawatir," ucap Inara menyakinkan. "Gak apa-apa. Kamu duduk di sini aja, biar mas dorong," Rizky berkata. Rizky mempekerjakan dua orang baby sister untuk membantu sang istri, mengurus kedua anaknya. Di
Suasana tampak tegang, Inara dan Rizky kini sudah berada di ruang operasi. Sejak tadi Rizky menggenggam tangan istrinya erat, menguatkannya. "Jangan tegang ya! Ada mas di samping kamu," bisik Rizky dan Inara tampak menganggukkan kepalanya lemah. Operasi mulai berjalan. Rizky dapat melihat perjuangan sang istri, untuk melahirkan kedua buah hatinya. Sejak tadi dia tak melepas genggamannya, dan membisikkan kata-kata cinta untuk menguatkan istrinya. Suara penuh haru, saat satu persatu anak mereka terlahir ke dunia. Suara tangis kedua anak mereka terdengar. Rizky sampai meneteskan air matanya. Mereka kini sudah menjadi orang tua. "Selamat ya Sayang, kamu sudah menjadi seorang ibu. Alhamdulillah anak kita terlahir dengan selamat, sehat, dan tanpa kurang satupun. I love you," Rizky membisikkannya di telinga istrinya. Dokter meletakkan bayi mereka secara bergantian, di dada Inara untuk dilakukan inisiasi dini. Setelah selesai, kedua bayi mungil itu diambil kembali untuk dibersihkan. Sete
"Mas—" Ucapannya terhenti. Inara mengurungkan niatnya untuk bicara. "Kenapa? Kok berhenti ngomongnya?" Rizky bertanya lembut kepada sang istri. Bukannya menjawab, Inara justru menatapnya lekat. Rizky menautkan alisnya, seolah bertanya gerangan apa yang ingin istrinya katakan. "Kalau umur aku gak panjang gimana? Apa kamu akan menikah kembali dengan wanita lain? Mencari ibu sambung untuk kedua anak kita," akhirnya Inara mengungkapnya. Mendengar penuturan sang istri, Rizky merasa tak suka. "Aku gak suka kamu bicara seperti itu. Sampai kapanpun hanya kamu istri aku dan ibu Anak-anak kita. Kamu harus ingat perjuangan cinta kita sampai ke titik sekarang ini. Kita sama-sama berat melewatinya. Udah ya, jangan bicara seperti itu! Kita berdoa, semoga operasi sesar kamu besok berjalan lancar. Kamu dan kedua anak kita selamat dan sehat. Kita bisa berkumpul bersama," ucap Rizky panjang lebar. Inara terdiam. Perasaannya menjelang persalinan, semakin deg-degan. Dia khawatir, nyawanya tak tertol