Share

BAB 5 ~ CALON KLIEN

Isi kepala Debby sudah memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang menyenangkan jika pekerjaan kali ini berhasil. Pundi-pundi uangnya akan semakin menggelembung meskipun itu bukan satu-satunya tujuan ia bekerja. Keluarganya bukannya kurang mampu meski bukan pula keluarga kaya raya yang kekayaannya hingga tujuh turunan tak akan habis-habis.

                                                                                                                          

Namun, ada kebanggaan dan kepuasan tersendiri dengan menggeluti pekerjaannya saat ini. Belum lagi jika klien merasa puas dengan hasil kerjanya. Bertemu dengan orang-orang baru juga akan semakin memperluas jaringan relasi yang sudah dimilikinya hingga kini. Daftar portofolionya pun akan semakin panjang dengan beragam hasil dan klien, dari yang skala kecil hingga skala besar.

Keberhasilan yang sudah ia raih hingga saat ini memang sedikit banyak telah sukses membungkam protes keras yang dilontarkan sang mami ketika pertama kali ia memutuskan untuk menjadi pekerja lepas. Meskipun demikian, ia tetap tidak bisa bernapas lega. Ia menyadari kalau di waktu-waktu yang akan datang akan selalu ada protes-protes lain yang dilayangkan oleh sang mami.

Sudah sejak lama ia berhenti berharap untuk mendapatkan dukungan dan apresiasi dari wanita yang sudah melahirkan dirinya. Setiap kali mengingat hal tersebut selalu meninggalkan perih di hati, baik dahulu maupun sekarang. Kalau sudah begitu, ia hanya bisa mengingat kata-kata sang sahabat di suatu waktu di masa lampau sebagai pelipur lara.

“Jangan berkecil hati, Deb! Masih ada orang lain yang menghargai kerja kerasmu. Contohnya klien-klienmu itu,” ucap Fanny dengan tampang serius kala itu. Sayangnya, momen serius itu langsung buyar begitu Fanny mengedipkan salah satu mata sipitnya sembari berujar, “Dan juga aku tentunya.”

Ingatan tentang tingkah Fanny kala itu selalu sukses mengembalikan suasana hati dan senyum di wajah Debby. “Kamu benar, Fan! Tidak ada yang lebih membahagiakan selain mendapat apresiasi dari klien. Yah, semoga kali ini juga tidak berakhir mengecewakan! Ayo semangat lagi, Debby!” ucap wanita berparas oriental itu seraya memukulkan kedua telapak tangannya dengan cukup keras.

Kali ini, calon klien barunya meminta bertemu di kantor mereka, sebuah perusahaan kosmetik yang memproduksi aneka wewangian. Setelah memastikan kembali alamat dan rute yang harus ditempuh, Debby segera meluncur di jalanan ibu kota yang padat merayap. Selama kurang lebih satu jam menembus kemacetan, akhirnya Debby tiba di perusahaan yang ingin menggunakan jasanya. Ia melirik jam tangan yang melingkari pergelangan tangan kirinya. Masih ada waktu lima belas menit sebelum waktu yang telah dijanjikan.

Debby segera melepas kacamata hitam yang dikenakannya selama berkendara dan meletakkannya di atas dasbor. Ia melihat penampilan wajah dan rambutnya melalui cermin yang terdapat pada sun visor. Rambut burgundinya yang lurus dibiarkan tergerai menyapu bahu dan punggung sementara wajahnya yang bulat telur hanya memakai riasan tipis natural. Ia selalu tampil profesional, apalagi pada kesempatan pertama pertemuan mereka. Saat penampilannya dirasa sudah rapi, Debby segera bergegas keluar dari mobil SUV cokelat gelap kesayangannya. Tak lupa diraihnya tas laptop multifungsi warna abu-abu tua dari kursi penumpang di sampingnya yang selama ini menemaninya bekerja.

Setelah mengunci pintu mobil, Debby menatap sebentar ke arah pintu ganda berbahan kaca bening gedung kantor di hadapannya. Tangan kanannya menyelipkan kunci kontak ke dalam salah satu kantong tas laptop, lalu terangkat ke atas untuk menaungi mata sipitnya saat wanita itu mendongak. Bangunan modern dari beton dengan aksen kaca di beberapa bagian menjulang tinggi di atas kepalanya. Lalu diliriknya sekali lagi jam tangan di pergelangan tangan kirinya.

“Hmm, masih sepuluh menit lagi,” cetus Debby.

Dengan langkah mantap, Debby memasuki area lobi gedung yang langsung disambut hawa sejuk dari pendingin ruangan dan aroma buah-buahan segar yang memenuhi seluruh ruangan. Sesaat, Debby menghidu udara. Pandangannya pun langsung tertuju pada meja resepsionis yang berseberangan dengan pintu masuk gedung. Dengan senyum ramah, Debby menghampiri salah satu dari mereka. Suara ketukan sepatu berhak tujuh sentimeter yang beradu dengan lantai marmer putih dan suara gemerincing pelan dari gelang kakinya ikut mengiringi langkah kaki jenjang Debby.

“Selamat siang. Ada yang bisa kami bantu?” Belum sempat Debby berucap, seorang wanita berparas cantik dengan penampilan rapi jali yang dihampiri Debby berdiri dan menyapa terlebih dahulu.

“Selamat siang. Saya Debbora Anastasia. Saya punya janji temu dengan Bapak Anggoro pukul sebelas siang,” jawab Debby lugas.

“Baik. Mohon tunggu sebentar.” Debby sempat melirik papan nama yang tersemat di dada sebelah kiri yang bertuliskan Sonia sebelum wanita itu kembali duduk untuk menelepon seseorang.

Sambil menunggu, Debby mengedarkan pandangan sekilas ke seluruh ruangan. Nama perusahaan terpampang jelas dalam huruf-huruf berukuran besar dengan warna merah dan hitam di belakang meja resepsionis. Sementara di sudut kiri, di samping meja, terdapat tanaman hijau dengan pot besar berwarna putih.

Di sisi kanan pintu masuk, terdapat ruang tunggu dengan satu set sofa tamu berwarna hitam dikombinasi merah pada sandaran punggungnya. Pada salah satu sofa, duduk dengan anteng, seseorang yang tengah memainkan gadget di tangan. Sementara di sudut sofa, berdiri dengan tenang, tanaman hijau yang sama dengan yang ada di dekat meja resepsionis, tetapi dengan ukuran yang lebih kecil. Sedangkan di sisi lain pintu masuk, ada bangku panjang berwarna hitam dengan bantalan sofa berwarna merah. Tanaman hijau yang sama mengapit bangku panjang itu di sisi kanan dan kiri.

“Hmm, tempatnya terlihat nyaman,” simpul Debby dalam hati.

Dari tempatnya berdiri, ia juga bisa melihat lorong di sisi kanan dan kiri ruangan. Kedua lorong sama-sama memiliki pintu lift meskipun jumlahnya berbeda. Di lorong sebelah kiri, hanya terdapat satu lift. Sementara di lorong yang lain, terdapat tiga lift dan sebuah tangga di ujungnya. Lorong dengan satu lift terlihat lengang sementara lorong yang lain tampak beberapa orang tengah menanti di depan pintu lift. Beberapa orang yang lain tengah naik dan turun tangga di ujung lorong.

Setelah memindai ruangan, Debby kembali memandang Sonia yang masih menelepon. Tak dihiraukannya lagi beberapa orang yang lalu-lalang di sekitarnya. Karena masih menunggu, diambilnya ponsel dari dalam tas untuk melihat notifikasi pesan masuk. Saat keluar dari mobil tadi, Debby sudah mengaktifkan mode getar pada ponselnya. Ternyata terdapat dua pesan masuk dari Fanny melalui aplikasi percakapan yang mengajaknya untuk makan siang bersama.

“Maaf,” sapa Sonia mengalihkan perhatian Debby dari ponselnya. “Bapak Anggoro akan menemui Anda di lantai sepuluh. Mohon tinggalkan kartu tanda pengenal Anda di sini.”

Debby lalu mengeluarkan KTP dari dalam dompet dan mengulurkannya pada Sonia. Sebagai gantinya, Sonia memberikan kartu tanda pengenal tamu bertali pada Debby. “Silakan gunakan salah satu lift di sebelah sana,” tunjuk Sonia dengan tangan kanannya ke arah lorong sebelah kanan Debby. “Di lantai sepuluh nanti, sekretaris Bapak Anggoro akan menunjukkan ruang pertemuan Anda. Meja sekretaris Bapak Anggoro ada di sisi kiri lift, letaknya paling ujung,” lanjut Sonia.

“Baik. Terima kasih,” balas Debby sambil meraih kartu tanda pengenal tamu dan mengalungkannya di leher.

Tak banyak informasi yang Debby peroleh terkait jajaran petinggi perusahaan yang sedang ia kunjungi ini. Namun, hal tersebut tak menjadi masalah bagi Debby, toh ia tidak akan berurusan dengan para petinggi perusahaan. Orang yang akan ia temui saat ini pun terkesan ramah jika menilik dari suara yang ia dengar ketika mereka berkomunikasi via telepon. Debby sudah tak sabar untuk bertemu dengan calon kliennya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status