Share

Panik

Penulis: Maheera
last update Terakhir Diperbarui: 2023-06-07 01:03:44

Satu minggu telah berlalu. Keadaan Hasan perlahan membaik. Remaja itu telah melewati masa kritisnya, meski belum sadar sepenuhnya. Hampir setiap hari Farah menemani Nazeela di rumah sakit, lalu pulang  di sore hari setelah dijemput Fairuz. Wanita itu terlihat semakin kurus dan pucat. Namun, selalu menutupi bibirnya dengan lipstik berwarna terang. Akan tetapi, Farah tak bisa mengelabui mata Nazeela, meski tak sedarah, tetapi dia tahu ada yang tidak beres pada wanita tersebut.

"Kak, sebaiknya kakak istirahat. Ngga usah paksain ke sini, aku ngga papa."

Farah tersenyum dan menggeleng pelan. "Aku baik-baik aja, kamu ngga usah khawatir gitu."

Nazeela menganjur napas perlahan. "Kakak mungkin bisa bohongin orang lain, tapi aku ngga. Kapan terakhir Kakak kemo dan minum obat?"

Farah diam. Dia tidak tahu harus menjawab apa. Wanita itu melarikan pandangannya ke arah Hasan yang terbaring diam di atas brankar rumah sakit.

"Kapan dia akan bangun?" tanya Farah mencoba menghindari pertanyaan Nazeela.

Gadis itu meraih kedua tangan Farah dan menggenggam erat. "Jangan mengalihkan pembicaraan, Kak."

Farah menunduk menatap genggaman tangan mereka. "Aku udah pasrah. Kankerku sudah stadium akhir. Udah ngga ada harapan," lirihnya dengan suara bergetar.

"Jangan bertindak mendahului Tuhan, Kak," balas Nazeela, membuat Farah mengangkat pandangannya dengan senyum tipis di bibir.

"Aku bukan mendahului Tuhan. Tapi, sel kanker sudah menyebar ke seluruh tubuhku. Aku sudah pasrah jika Dia mengambil nyawaku. Namun, sebelum itu aku ingin memastikan Bang Fairuz mendapatkan penggantiku."

Mendengar itu, Nazeela melepaskan genggaman tangan mereka. Dia ingat telah menyetujui permintaan Fairuz. Pria itu tidak tahu ada hal yang lebih besar dari sekadar anak. Nyawa Farah sedang dipertaruhkan. Wanita itu seolah sedang menunggu giliran, kapan Tuhan akan menggugurkan daun yang bertuliskan namanya dari pohon kehidupan.

"Ada apa, Zee?" Farah menelengkan kepalanya untuk melihat lebih jelas ekspresi si gadis, "kamu tidak suka?"

Terdengar embusan napas berat dari hidung Nazeela, dia menunduk sambil memainkan jemarinya.

"Ngga adil buat Bang Fairuz kalau Kakak menyembunyikan hal sebesar ini. Setidaknya biarkan dia tahu dan memperjuangkan Kakak. Dia sangat mencintaimu."

"Aku tau, karena itu aku ngga mau melihat dia bersedih," balas Farah sendu.

"Lalu Kakak lebih suka dia menyalahkan dirinya kalau sampai ..." ucapan Nazeela tertahan saat ingat dia sudah kelewatan mencampuri urusan rumah tangga Farah.

"Teruskan, Zee. Sampai apa?"

Nazeela menggeleng pelan. Terlihat gundah dan prihatin di wajahnya melihat wajah kepasrahan Farah. "Andai Kakak ngga mampu bertahan, lalu Bang Fairuz baru mengetahui setelah Kakak drop, bayangkan perasaannya. Dia akan merasa tidak berguna sebagai suami karena tidak tau dengan kondisi istrinya sendiri. Apa Kakak mau Bang Fairuz begitu?"

Farah bergeming. Penuturan Nazeela menohok hatinya. Gadis itu benar. Akan tetapi, wanita itu sama sekali tak mau melihat raut kesedihan di wajah sang suami. Setidaknya sampai dia tak mampu bertahan.

💕

Nazeela baru saja melipat mukenanya ketika mendengar rintihan dari mulut Hasan. Gadis itu segera mendekati brankar sang adik. Dia terperangah melihat Hasan telah membuka mata dan berusaha menggerakkan tangannya. Dia meraih tangan remaja tersebut dan mencium punggung tangan itu perlahan. Perasaan bahagia dan lega padu dalam dadanya, menerbitkan air mata haru menetes di pipi.

Nazeela segera memencet tombol darurat yang menempel di dinding kamar. Tak lama seorang perawat datang  dan segera menangani sang adik. Perawat itu kemudian memanggil dokter jaga. Gadis itu mengambil jarak, membiarkan petugas kesehatan tersebut menangani Hasan. Puluhan kali hatinya mengucap rasa syukur atas rahmat Tuhan yang jatuh pada sang adik. Nazeela segera meraih ponselnya, bermaksud memberi tahu kabar bahagia itu pada Farah, tetapi ponsel wanita itu tidak.aktif, hingga dia memutuskan mengetik pesan saja melalui pesan singkat.

💕

Farah merasakan mual sejak tadi siang, seolah sesuatu mengaduk perutnya dari dalam. Wanita itu sadar tubuhnya mulai tak bisa mentolerir sel kanker yang terus menjalar di tubuhnya. Tertatih berjalan menuju lemari kaca yang melekat di dinding kamar, lalu membuka sebuah kotak yang dia sembunyikan di antara koleksi #parfum dan novelnya. Dari dalam kotak itu Farah mengambil dua botol yang berwarna gelap dan mengeluarkan isinya.

Namun, belum sempat obat itu masuk ke mulutnya, Farah merasakan kepalanya berputar disertai rasa sakit yang hebat menghantam perut bagian bawah. Sesaat pandangannya mengabur, pegangan pada benda kaca tersebut terlepas, seiring tubuhnya yang luruh ke lantai. Dia jatuh tak sadarkan diri di atas lantai tepat di sebelah botol obat tadi.

💕

"Sayang, lihat, aku bawa ...."

kalimat Fairuz menggantung di udara melihat tubuh sang istri tergeletak di atas lantai yang dilapisi karpet tepat di depan lemari. Serta-merta bingkai foto yang dibawa pria itu jatuh menghantam lantai, hingga kacanya pecah. Dia mengejar tubuh sang istri yang terlihat tidak sadarkan diri. Berkali-kali menepuk pipi Farah sambil memanggil namanya, tetapi tak ada reaksi dari wanita tersebut. Fairuz membopong tubuh sang istri, lalu gegas membawa ke dalam mobil. Dirasuki perasaan cemas dan takut, pria itu melarikan mobilnya seperti orang kesetanan. Sesekali dia melirik sang istri yang masih belum sadarkan diri.

"Tolong! Tolong istri saya!"

Fairuz berseru lantang sembari membopong tubuh Farah. Dua orang perawat dan seorang satpam segera mendorong brankar rumah sakit menyongsong pria tersebut. Dengan hati-hati dia meletakkan tubuh sang istri di atas tempat beroda itu. Sigap kedua perawat tadi mendorong brankar menuju ruang ICU untuk menangani Farah, diiringi Fairuz yang masih digelayuti perasaan cemas.

"Bapak tunggu di sini." Seorang perawat menahan tubuh Fairuz yang hendak masuk ke ruangan.

Pria itu hanya pasrah dan melihat pintu ruangan ICU yang perlahan tertutup. Dadanya berdebar sangat kencang mengingat apa yang menimpa sang istri, banyak tanya bergelayut di benaknya. Apa yang terjadi pada Farah? Apa wanita itu sedang sakit? Karena sekilas dia melihat ada botol obat di sebelah sang istri.

Tiga puluh menit Fairuz bergelut dengan cemas dan ketakutan. Ketika pintu ruangan ICU terbuka dan seorang dokter keluar dari sana, gegas dia menyongsong.

"Dok, bagaimana istri saya?"

"Sebaiknya kita bicara di ruangan saya."

💕

"K-kanker?!"

Tubuh Fairuz terasa lemah tak berdaya, seolah tiada tulang yang menopang tubuh tegap itu. Dia bersandar ke sandaran kursi, seraya menatap sang dokter dengan sorot tak percaya.

"Iya, Buk Farah adalah pasien saya. Dia pertama kali memeriksakan diri satu tahun yang lalu. Saya mendeteksi adanya sel kanker di rahimnya. Saat itu dia rajin melakukan kemoterasi dan rutin memeriksakan diri. Akan tetapi, enam bulan yang lalu saya mendapati sel kanker semakin menjalar hampir di seluruh tubuhnya. Sejak saat itu, Buk Farah tak pernah lagi datang berobat maupun berkonsultasi."

Dada Fairuz seperti dihantam godam besi mendengar penjelasan sang dokter. Kilasan keadaan Farah beberapa bulan ke belakang, melintas di benaknya seperti sebuah cuplikan filem. Bagaimana dia mengira hal yang biasa kala mendapati sang istri merintih menahan sakit di perut dan dengan lugunya Fairuz percaya begitu saja saat Farah mengatakan masuk angin, lalu memintanya membalurkan minyak kayu putih ke tubuh wanita itu.

Dia juga menyesali diri yang tak curiga dengan menstruasi Farah yang lebih dari dua minggu setiap bulan. Dia juga abai pada kondisi tubuh Farah yang semakin kurus. Fairuz mengusap wajahnya yang terlihat frustasi. Merutuki ketidakpekaannya.

"Apa masih bisa disembuhkan, Dok?" tanya Fairus dengan harapan sang dokter menjawab iya. Akan tetapi, harapan itu sirna seketika melihat gelengan lemah sang dokter.

"Kanker yang diderita Buk Farah sudah memasuki stadium akhir. saya tidak tau bagaimana sel kankernya bisa berkembang begitu cepat."

Wajah Fairuz menegang dengan kedua telapak tangan mengepal kuat di atas meja. "Jangan bilang kalau istri saya tak punya harapan."

Itu seperti sebuah pernyataan yang tak ingin didengar Fairuz. Pria itu tak bisa membayangkan harus kehilangan Farah. Tidak! Dia terlalu mencintai sang istri, bahkan melebihi dirinya sendiri. Bagaimana dia sanggup kehilangan wanita sebaik itu.

Fairuz semakin panik dan frustasi melihat raut penyesalan sang dokter. Wajah pria berkaca mata itu jelas menyiratkan jika Farah tidak lagi memiliki harapan. Detik itu juga Fairuz merasa Tuhan tak adil padanya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Wanita Kedua   Menua Bersama

    "Selamat."Dru menyambut uluran tangan Fairuz hangat. Keduanya lalu berpelukan erat, seperti tak pernah ada masalah yang pernah mepingkupi keduanya dulu. Waktu memang bisa menyembuhkan luka dan mendewasakan semua. Ada yang menjadi lebih kuat setelah ditempa berbagai cobaan, ada juga yang memilih patah. Semua berpulang kepada diri masing-masing.Hari ini, suara Dru lantang mengucapkan akad nikah yang menyebut nama Nazeela Sahara di dalamnya. Wajah cerah dan bahagia terlihat pada wajah semua undangan. Tak terkecuali Hasan yang bertindak sebagai wali nikah. Pun Fairuz, meski masih ada cinta untuk mantan istrinya itu, dia telah mengikhlaskan Nazeela. Dia belajar untuk mengerti jika cinta tak melulu soal hati. Namun, tentang pengorbanan. Sekarang Fairuz mengerti keputusan yang diambil Farah dulu. Bukan karena wanita egois ingin memaksakan kehendaknya. Akan tetapi, dia ingin memberikan kebahagiaan kepada orang yang dia cintai. Pun Dru. Pria itu memilih melepaskan Nazeela, karena melihat Fa

  • Wanita Kedua   Simfoni Terindah

    Nazeela membuka jendela kamarnya. Pagi belum sepenuhnya datang. Aroma tanah basah menguar menggelitik indera penciumannya. Gadis itu menghirup udara segar di pagi buta tersebut, membuat paru-parunya terasa lapang dan mampu menenagkan hati yang resah.Semalaman gadis itu tak bisa tidur. Bayang-bayang Dru bermain di benaknya. Bagaimana pria itu mengacuhkannya dan interaksinya dengan wanita lain. Semua seperti racun yang menyakitinya perlahan. Mata gadis itu sembab karena menangis semalaman. Di sepertiga malam, dia mengadukan semua keresahan hati. Meminta Tuhan menghapuskan rasa dan dan ingatan tentang Dru jika pria itu tak baik untuknya. Kokok ayam jantan membuyarkan lamunan Nazeela. Dia melirik jam dinding yang tergantung di kamar. Pukul enam tepat. Nazeela beranjak dari jendela menuju ke dapur. Senin adalah waktu tersibuk gadis itu. Selain membuat sarapan untuk Hasan yang kini sudah melanjutkan pendidikannya, dia juga memiliki jadwal mengajar piano privat, selain memiliki kelas sendi

  • Wanita Kedua   Simfoni Merdu Untuk Nazeela

    Tepuk tangan riuh membahana di gedung serba guna salah satu universitas terkenal di ibukota. Seorang gadis mengenakan gamis berwarna biru langit dengan aksen bis putih di bagian pergelangan tangan dan pinggang. Terlihat sangat anggun dengan hijab berwarna biru tua bermotif bunga-bunga sakura, yang menjulur menutupi dadanya. Dia tersenyum, seraya membungkuk memberi hormat kepada para juri dan penonton yang memberi standing aplause atas penampilannya. Gadis itu, Nazeela Sahara. Bertahun yang lalu dia hanyalah gadis miskin yang tak punya apa-apa, selain harga diri dan prinsip kuat. Lalu cobaan hidup menempanya menjadi gadis dewasa yang matang. Melalui masalah demi masalah dengan penuh kepasrahan dan keikhlasan. Membunuh cinta sejati, lalu menikah dengan seorang pria demi sebuah janji. Tak pernah menyesali pengorbanan demi orang-orang tercinta, karena dia yakin kebahagiaan yang sebenarnya berasal dari Sang Maha Cinta.Nazeela menghampiri orang-orang yang telah berjasa besar menghantar

  • Wanita Kedua   Bahagialah Kekasihku

    Ratmi menatap nanar semua benda yang ada di atas meja. Bibir wanita itu terkatup rapat. Meski tertutup kaca mata hitam, Dru tahu jika mata itu sedang bertahan untuk tidak merinaikan tangis. Hening menjadi teman yang setia bertandang sejak tadi. Wajah ceria Ratmi perlahan memudar saat Dru menyampaikan maksud dari pertemuan mereka. Lembayung sore ini berubah mendung di hati wanita itu. Berkali-kali dia menghela napas, menenangkan badai yang berkecamuk di hati. Wanita itu tak pernah mengira, masa lalu yang dia kubur sangat dalam, tercium juga ke permukaan. Bukan oleh orang lain, melainkan oleh seseorang yang sangat dia sayangi. "Aku ngga tau harus berkata apa, juga ngga tau harus bersikap bagaimana." Suara Dru lirih berucap, tetapi seperti tusukan besi ke telinga Ratmi."Maaf, aku ..." Ratmi tak bisa menyelesaikan kalimatnya. Melihat wajah Dru yang frustasi membuat hatinya mencelos. "Apa aku harus memanggilmu Tante atau Ibu?"Pertahanan Ratmi jebol juga. Dia melepas kaca matanya. Iris

  • Wanita Kedua   Berkorban Lagi

    "Kerjamu bagus. Terima kasih."Dru memutuskan sambungan telepon setelah seseorang di seberang sana menjawab. Dia lalu menimang amplop coklat yang baru saja diantar oleh kurir. Dua bulan menyelidiki siapa dalang di balik pembunuhan Farah, akhirnya semua akan terjawab hari ini.Pria itu membayar seorang detektif handal untuk menyelidiki seorang wanita yang dia curigai sebagai pelaku. Akan tetapi, di tengah penyelidikan ditemukan fakta baru yang tak kalah mengejutkan. Dru bahkan meminta sang detektif untuk menyelidiki lebih dalam. Dia tak mau salah menjebloskan orang yang tak bersalah.Namun, justru fakta lain semakin membuat tuduhan yang awalnya mengarah pada orang lain, berbalik arah kepada orang tersebut. Dru shock! Ingin dia tidak mempercayai semua itu, tetapi semua bukti dan fakta menuding dengan sangat jelas. Dia dilema. Haruskah membuka tabir kematian Farah dan mendapatkan Nazeela? Atau membiarkan semua tetap menjadi rahasia agar hidup sang pelaku tenang menikmati masa tuanya. Na

  • Wanita Kedua   Kalap

    Suara merdu penyanyi pop Indonesia mengalun merdu memenuhi gendang telinga Kinaya. Wanita itu asyik mengamati anak muda yang menghabiskan sore di cafe yang terkenal cozy dan unik. Mereka bersantai di bagian luar cafe yang dipasangi payung besar berwarna merah. Terdapat meja dan kursi dengan bentuk yang sama, tetapi dengan tinggi yang berbeda. Mereka tertawa dan saling bercanda, seolah tak pernah ada masalah. Ada juga yang tengah bercengkerama dengan kekasihnya. Melihat pemandangan itu, Kinaya tersenyum getir. Sejak remaja dia hanya mengenal satu cinta dan itu adalah untuk Fairuz. Pria tersebut yang menanamkan rindu, gelisah, dan cemburu ke dalam dadanya. Tak pernah berpaling menatap pria lain, meski mereka berlomba -lomba mencari perhatiannya.Namun, kenyataan memaksa Kinaya berlapang dada, saat pria yang dia cintai akhirnya memilih Farah sebagai istri. Setahun dia terpuruk karena patah hati. Dia tak punya daya untuk melanjutkan hidup, sebab pria yang dia cintai tak pernah melihat

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status