Wanita Kedua

Wanita Kedua

Oleh:  Maheera  Tamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
Belum ada penilaian
44Bab
1.7KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Nazeela Sahara tak pernah mengira akan menjadi madu dari wanita yang sudah seperti saudara sendiri. Mati-matian dia menolak ide tersebut, tetapi wanita itu mengungkit jasanya kepada keluarga Nazeela. Apakah Nazeela bisa bahagia, hidup bersama pria yang ternyata memiliki siasat licik di balik kesediaannya menikahi gadis tersebut? Sementara jauh di relung hati dia memiliki cinta tersembunyi untuk pria lain. Apakah kisah cinta Nazeela bisa seindah simfoni yang sering dia senandungkan? Atau hanya irama tanpa lirik dan tak berjiwa?

Lihat lebih banyak
Wanita Kedua Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
Tidak ada komentar
44 Bab
Prolog
Jantung Nazeela berdegup dua kali lebih kencang mendengar permintaan Farah. Bagaimana mungkin wanita cantik yang sudah dia anggap sebagai kakak sendiri, memintanya menjadi istri kedua untuk Fairuz--suami Farah--Gadis itu mencoba menyelami manik mata wanita yang menggunakan hijab hitam tersebut. Meski tertutup, tetapi kecantikan wanita tersebut tetap terpancar dari matanya yang sangat indah. "Bagaimana, zee ... kamu mau 'kan?" Farah menuntut jawaban dari gadis berambut panjang itu.Nazeela mengembuskan napas perlahan, kedua tangannya saling meremas untuk mengatasi rasa gugup karena tatapan intens Farah."Maaf, Kak. Zee ngga bisa," lirihnya seraya menunduk. Tak mampu melihat kilat kecewa di mata wanita yang telah berjasa pada keluarganya.Terdengar helaan napas berat dari bibir Farah. Wanita itu menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi dengan perlahan."Tolonglah, hanya kamu yang aku percaya buat jadi maduku.""Kak, aku masih kuliah. Aku punya cita-cita untuk membahagiakan Ibu dan me
Baca selengkapnya
Permintaan
Nazeela meremas tali selempangnya kuat. Langkah gadis itu berhenti tepat di pintu masuk restoran. Dia menggigit bibir bawahnya seraya menimbang perlu tidaknya menemui seseorang yang sedang menunggu di dalam restoran. Menghela napas perlahan dan menutup kelopak mata, dia melafalkan basmalah dalam hati. Menguatkan diri agar nanti kuat mendengarkan apa yang ingin dibicarakan sosok di dalam sana. Nazeela memanjangkan lehernya. Mata gadis itu celingukkan melihat ke sekeliling restoran. Pada satu titik, matanya menangkap lambaian tangan seorang pria padanya. Gadis itu berjalan perlahan mendekati pria tersebut. Senyum mengembang terukir di wajah tampan yang selalu mengingatkannya pada seseorang."Aku senang akhirnya kamu datang," sapa pria itu sumeringah, seraya bangkit dari kursi dan mengulurkan tangan.Nazeela tersenyum canggung sambil mengatupkan kedua telapak tangan di depan dada, membuat sang pria menarik tangannya kembali."Maaf, Bang. Apa yang mau dibicarakan?" Pria itu tersenyum. "
Baca selengkapnya
Pilihan
Fairuz masih bertahan di dalam mobil, meski dia telah berada di pekarangan rumah. Pikiran pria itu masih berkelana, mengingat permintaan Nazeela. Dia pikir akan sangat mudah meminta gadis dua puluh tahun itu menjadi istrinya. Melihat dari keadaan ekonomi Nazeela yang senin-kamis, apalagi sejak sang ibu tak bisa lagi bekerja. Jika, tidak dibantu oleh Farah, mungkin keluarga si gadis akan selalu kesusahan setiap hari. Keadaan si ibu yang sakit-sakitan, membuat Nazeela harus menggantikan pekerjaan beliau sebagai asisten rumah tangga di rumah mereka. Fairuz ingat saat pertama Farah membawa gadis tersebut dua tahun yang lalu. Kala itu, Nazeela baru saja lulus dari sekolah menengah atas. Wajahnya cantik, dengan tulang hidung tinggi, serta alis tebal menaungi mata indahnya yang menyorot teduh. Tanpa bisa dicegah hatinya menyayangi Nazeela. Hanya sebatas itu. Gadis tersebut dia anggap seperti adiknya sendiri. Seperti apa Farah memperlakukan Nazeela, seperti itu pula dirinya. Fairuz selalu
Baca selengkapnya
Musibah
Suasana masih sepi di sekitar tempat tinggal Nazeela. Bahkan ayam jantan pun belum berkokok. Akan tetapi, tidak menjadi halangan bagi gadis tersebut untuk bangkit dari tempat tidur, lalu berjalan menuju kamar mandi. Meski di luar terdengar curah hujan yang cukup deras, tak membuat langkah Nazeela surut. Dia sudah terbiasa bangun pukul tiga dini hari. Mengambil peralatan mandi yang tergantung di pintu dapur, dia bermaksud membersihkan diri dan berwudhuk, lalu mengerjakan sholat sunnah tahajud. Kebiasaan sholat malam sudah dia lakukan sejak kecil. Dulu, saat sang ibu belum bekerja pada Farah dan Suaminya, Ibu Nazeela mencari nafkah dengan berjualan kue-kue basah yang dititipkan ke warung dan sebagian lagi dijual sendiri ke pasar. Sejak dini hari Nazeela kecil sudah terbiasa membantu sang ibu mengolah bahan-bahan mentah menjadi aneka kue. Sebelum membantu, dia selalu menyempatkan sholat sunnah tahajud dua rakaat. Menurut ibunya, di saat itulah waktu yang mustajab meminta rahmat dari Yan
Baca selengkapnya
Berduka
Mega kembali mencurahkan rinai, langit pun masih mendung dinaungi awan kelabu, meski waktu sudah menunjukkan pukul empat sore. Di depan sebuah rumah berlantai dua, dipasang bendera hitam tanda sang pemilik tengah berduka. Para wanita sibuk menyiapkan tempat untuk memandikan jenazah yang terbujur kaki di atas dipan kayu di ruang tamu, sedangkan para lelaki memasang tenda dan menyusun kursi untuk para pelayat.Nazeela terlihat bersandar di dinding rumah seraya menatap nanar ke arah jenazah sang ibu yang tertutup kain panjang. Mata gadis tersebut sembab karena tak berhenti mengeluarkan air mata sejak pagi. Kebakaran yang melahap habis rumahnya menewaskan sang ibu yang berusaha keluar dari kepungan api. Beberapa tetangga sempat menyelamatkan Ibu Nazeela, tetapi malang tak dapat ditolak, untung tak bisa diraih. Wanita tersebut mengembuskan napas di rumah sakit setelah terlalu banyak menghirup asap dan terkena serangan jantung tiba-tiba."Zee, waktunya memandikan Ibu." Farah menyentuh lemb
Baca selengkapnya
Penawaran
Malam semakin menua. Semesta terdengar amat sunyi. Sepertinya air yang tercurah dari mega tadi sore menciptakan udara dingin yang lelapkan semua makhluk. Terkecuali Nazeela. Dari tadi mata gadis itu tak mau terpejam. Pikirannya menerawang memikirkan keadaan Hasan. Ingin ke rumah sakit, tetapi ditahan oleh Farah. Wanita itu mengatakan, telah mengutus salah satu pegawainya untuk melihat keadaan sang adik. Namun, sampai dini hari belum ada kabar terdengar. Nazeela bergerak membuka ransel berwarna coklat yang sudah terlihat lusuh. Gadis itu mengeluarkan beberapa lembaran #kertas dan foto hitam putih. Bergetar jemarinya meraih kertas yang sudah menguning. Membaca kata per kata yang tertulis di sana. Haru menyulut panas di matanya, mendorong bulir bening jatuh di pipinya. Pikirannya melayang pada kebiasaan almarhum sang ibu. Setiap gadis itu berulang tahun, beliau menuliskan harapan dan doa di secarik kertas, kemudian meletakkan di bawah bantal Nazeela, agar saat pagi menjelang sang putri
Baca selengkapnya
Panik
Satu minggu telah berlalu. Keadaan Hasan perlahan membaik. Remaja itu telah melewati masa kritisnya, meski belum sadar sepenuhnya. Hampir setiap hari Farah menemani Nazeela di rumah sakit, lalu pulang di sore hari setelah dijemput Fairuz. Wanita itu terlihat semakin kurus dan pucat. Namun, selalu menutupi bibirnya dengan lipstik berwarna terang. Akan tetapi, Farah tak bisa mengelabui mata Nazeela, meski tak sedarah, tetapi dia tahu ada yang tidak beres pada wanita tersebut."Kak, sebaiknya kakak istirahat. Ngga usah paksain ke sini, aku ngga papa."Farah tersenyum dan menggeleng pelan. "Aku baik-baik aja, kamu ngga usah khawatir gitu."Nazeela menganjur napas perlahan. "Kakak mungkin bisa bohongin orang lain, tapi aku ngga. Kapan terakhir Kakak kemo dan minum obat?"Farah diam. Dia tidak tahu harus menjawab apa. Wanita itu melarikan pandangannya ke arah Hasan yang terbaring diam di atas brankar rumah sakit."Kapan dia akan bangun?" tanya Farah mencoba menghindari pertanyaan Nazeela.
Baca selengkapnya
Tuduhan
Nazeela setengah berlari menyusuri lorong rumah sakit. Dia baru saja mendapat kabar dari Fairuz jika Farah kolaps. Akhirnya, apa yang ditakutkan gadis itu terjadi juga. Akan tetapi, dia tidak mengerti mengapa harus secepat itu. Siang, Farah masih baik-baik saja, meski tadi sore ponsel wanita itu tidak aktif saat dia mengabarkan keadaan Hasan."Bang ..."Gadis itu memanggil lirih Fairuz yang menatap kosong ke arah pintu ICU, di mana Farah dirawat. Wajah pria itu terlihat kusut dan kacau. Dia bahkan tak menyadari keberadaan Nazeela di sampingnya, seolah larut dengan kesedihannya.Nazeela tak tahu harus bagaimana membesarkan hati pria tersebut. Jauh di relung, dia juga terpukul mendengar keadaan Farah. Terbayang hari-hari bersama wanita itu. Betapa Farah tak pernah memperlihatkan sakitnya. Bibirnya selalu mengembangkan senyum tulus, yang mampu menularkan bahagia kepada orang-orang di sekitar. Juga semua celotehnya yang memancing tawa. Dada gadis itu dibekap rasa penyesalan, mengapa dia
Baca selengkapnya
Tentang Ibu
Fairuz menutup pintu mobil pelan. Langkah pria tersebut gontai masuk ke rumahnya. Semalaman dia menenangkan diri ke tepi pantai, menatap kerlap-kerlip lampu dari perahu para nelayan. Cahaya di tengah laut itu seperti barisan kunang-kunang yang menari di kanvas langit malam. Begitu larut dengan pikirannya, hingga dia tertidur semalaman di sana, sepoi angin laut semakin melenakan Fairuz ke alam mimpi. Melupakan sejenak kenyataan yang terpampang di depan mata dan berharap esok pagi bangun di atas tempat tidur sambil memeluk istri tercinta.Namun, pria itu harus kembali merasakan denyut ngilu di dada, ketika harapan itu hanyalah pepesan kosong. Nyatanya, dia terbangun karena teriknya sinar mentari yang menebus kaca mobil yang dilapisi filter."Dari mana kamu?"Fairus menghentikan langkahnya ketika mendengar teguran dari seorang wanita, yang sangat dia hafal suaranya. Pria itu berhenti, sejenak guna menganjur napas perlahan sebelum berbalik. Dia yakin akan terjadi perdebatan seperti biasa
Baca selengkapnya
Bukan Salahku
Fairuz mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Sesekali membunyikan klakson untuk meminta jalan pada kendaraan yang ada di depan. Jika memungkinkan dia menyalip kendaraan tersebut, membuat Kinaya harus berpegangan erat pada jok mobil. Wanita itu memutuskan ikut dengan Fairuz. Dia penasaran kabar apa yang tadi disampaikan oleh Nazeela.Tadi, Fairuz memutuskan sambungan telepon begitu saja tanpa mendengar penjelasan dari Nazeela. Kinaya yang merupakan sahabat pria tersebut berinisiatif mendampinginya. Bukan apa-apa, dia takut Fairuz kehilangan kendali dan melakukan sesuatu yang merugikan, tidak hanya diri sendiri, tetapi juga orang lain."Ke mana lagi?" tanya Ratmi yang melihat Fairuz berlari menuruni tangga menuju pintu keluar, membuat pria itu menghentikan langkahnya dan menatap wanita yang rambutnya telah ditumbuhi #uban."Aku ke rumah sakit dulu. Terjadi sesuatu, Ibu ikut?" Alih-alih menjawab. Ratmi malah meneruskan bacaannya sebagai isyarat menolak ajakan Fairuz."Fai, jang
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status