FAZER LOGIN
Aryana mengikuti langkah Albert menuju kamar pengantin mereka yang ada di hotel tempat mereka mengadakan pernikahan. Aryana berjalan sedikit kesusahan karena gaunnya yang berat dan roknya yang besar. Sementara Albert terus berjalan tanpa sedikit pun memedulikan Aryana yang berjalan sambil menyingsing gaun pengantinnya.
“Akhirnya!” Albert merebahkan tubuh di tempat tidur yang penuh dengan kelopak bunga mawar yang dibentuk love dengan mata terpejam. Kedua tangannya direntangkan. Sementara kedua kakinya menjuntai di pinggir ranjang.
Aryana menghela napas lega setelah memasuki kamar. Dia menurunkan gaunnya dan berjalan dengan pelan ke meja rias. Aryana menatap Albert dari kaca meja rias, sorot matanya sayu. Dia ingin Albert membantunya melepaskan hiasan di kepalanya, tapi tampaknya pria itu kelelahan, karena itu Aryana melepasnya sendiri dengan perlahan satu per satu.
Dering ponsel Albert menggema di kamar hotel yang sepi. Albert bangkit dari baringnya dan meraih ponselnya di saku jas pengantin.
“Halo, Sayang,” sapa Albert setelah menggeser tanda panggilan masuk di layar ponselnya.
Gerakan Aryana yang melepas aksesoris di rambutnya seketika terhenti. Dia menatap Albert dari kaca meja rias. Ekspresi pria itu tampak bahagia. Senyum lebar menghiasi wajahnya.
‘Sayang? Siapa yang menelepon Mas Albert? Kenapa raut wajahnya begitu kelihatan bahagia?’ pikir Aryana, dadanya seketika sakit mendengar suaminya memanggil sayang dengan lawan bicaranya di telepon.
Akan tetapi, Aryana segera mengenyahkan pikiran buruknya. Dia menatap Albert yang kini sudah selesai menelepon. Pria itu berdiri sambil memasukkan ponsel ke saku jasnya.
“Mas, kamu mau ke mana?” tanya Aryana buru-buru saat Albert melangkah meninggalkan tempat tidur menuju pintu.
“Bukan urusanmu!” Albert berkata tanpa menghentikan langkah dan berbalik. Namun, saat berdiri di ambang pintu, Albert menghentikan langkah, masih tanpa menoleh, dia melanjutkan, “Jangan bilang hal ini pada kakekku. Kalau tidak, kamu akan tahu akibatnya.”
Setelah mengatakan itu, Albert meninggalkan kamar.
Aryana menatap pintu yang tertutup kembali dengan tatapan sayu. Dia tidak mengerti kenapa malam pernikahan yang menyenangkan untuk mereka harus berakhir seperti ini.
Aryana menghela napas berat. Dia kembali melanjutkan kegiatannya melepas semua hiasan rambut dan gaunnya. Lalu berganti dengan baju tidur yang sudah dibawakan oleh saudara-saudaranya.
Aryana menatap tempat tidur dengan tatapan nanar. Seharusnya malam ini mereka menikmati malam indah yang selalu dinanti oleh pasangan yang baru menikah, tapi Albert justru meninggalkannya seorang diri di malam pengantin. Entah ke mana perginya suaminya itu. Aryana hendak menelepon, tapi sadar ternyata Aryana tidak memiliki nomor ponsel Albert.
Aryana menghela napas pelan. “Kenapa aku bisa lupa meminta nomor Mas Albert? Bagaimana aku bisa menghubunginya untuk menanyakan di mana Mas Albert sekarang?”
Aryana menatap jam di ponselnya yang sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, tapi Albert masih belum kembali. Aryana yang merasa lapar karena belum makan malam, memutuskan untuk keluar kamar hotel. Dengan mengenakan jaket, dia mencari rumah makan yang buka 24 jam yang dekat dengan hotel.
“Aryana?” suara seorang pria terdengar ragu-ragu memanggil Aryana yang sedang menunggu pesanannya datang.
Aryana menoleh ke belakang, dia terkejut melihat Argandara berdiri di belakangnya.
“Arga!” seru Aryana pelan.
“Kupikir tadi aku salah melihat, tapi ternyata memang benar kamu. Kamu sedang apa di sini sendirian?” tanya Argandara yang masih berdiri, keningnya berkerut dalam saat tidak melihat sosok Albert bersama Aryana.
“Aku lupa belum makan malam, jadi aku ke sini untuk makan malam. Kamu sendiri? Mau makan malam juga?”
“Iya. Ngomong-ngomong, di mana Kak Albert?”
“Dia sudah tidur. Sepertinya dia sangat kelelahan. Makanya aku pergi cari makan sendiri.”
Aryana terpaksa berbohong. Dia tidak mungkin mengatakan yang sebenarnya kepada Argandara. Selain takut dengan ancaman Albert, ini juga termasuk aib bagi Aryana. Dia tidak ingin orang-orang tahu kalau dia telah ditinggalkan suaminya di malam pernikahan mereka.
Argandara mengangguk kecil. “Ya sudah, kalau begitu selamat menikmati makan malamnya.”
Setelah mengatakan itu, Argandara berlalu, tapi Aryana segera membuka mulut menawarkan Argandara untuk makan bersamanya. Aryana pikir tidak masalah kalau dia makan bersama Argandara, lagi pula Argandara adalah adik angkat Albert. Jadi, Aryana yakin tidak akan ada rumor buruk tentang mereka.
Argandara tidak menolak ajakan Aryana. Lagi pula sekarang mereka adalah saudara.
Mereka makan malam yang sudah terlambat itu dengan bercengkerama ringan. Setelah makan, mereka langsung kembali ke kamar masing-masing.
Sepanjang malam Aryana menunggu Albert, tapi Albert tidak kunjung pulang. Entah jam berapa Aryana tertidur, saat dia membuka mata, waktu menunjukkan pukul lima pagi.
“Mas Albert masih belum pulang juga?” gumam Aryana saat mengedarkan pandangan ke seluruh kamar, tapi tidak menemukan sosok Albert. Nada bicaranya pun terdengar lesu.
Karena tertidur di sofa sepanjang malam, seluruh tubuh Aryana pun pegal-pegal. Dia melakukan perenggangan sebentar sebelum pergi ke kamar mandi. Sebelum Aryana memasuki kamar mandi, pintu kamar terbuka. Sosok Albert masuk dengan langkah cepat.
“Mas, akhirnya kamu pulang juga,” ucap Aryana, nadanya terdengar senang karena Albert akhirnya pulang.
Albert menatap tajam Aryana, yang seketika membuat Aryana tertegun.
‘Kenapa Mas Albert terlihat marah?’ pikir Aryana tidak mengerti dengan reaksi Albert saat melihat dirinya.
“Kenapa kamu keluar kamar dan pergi bersama Arga? Apa kamu ingin membuat masalah dan mempermalukan aku karena aku meninggalkanmu? Iya?!” bentak Albert yang membuat Aryana terkejut.
Aroma gosong masakan menyadarkan Aryana dari pikiriannya. Bergegas Aryana pergi ke dapur dan mematikan kompor. Ikan yang dimasaknya sudah setengah gosong.“Ya Tuhan, tolong kuatkan aku menghadapi sikap Mas Albert,” monolog Aryana lirih.Karena ikan yang dimasaknya tidak layak dimakan, Aryana pun memasak ikan baru.Setelah semua hidangan tersaji di meja makan, Aryana pergi ke kamar Albert, memanggil pria itu untuk makan malam.Dari balik pintu, Aryana dapat mendengar samar-samar suara tawa Narana, sesekali terdengar suara tawa Albert. Hati Aryana semakin hancur. Sejak menikah, Albert tidak pernah tertawa saat bersamanya. Jangankan tertawa, tersenyum pun tidak. Kalaupun Albert bersikap hangat kepadanya, itu hanya di hadapan publik dan Alvonso. Saat mereka hanya berdua, Albert bersikap dingin kepadanya.Tidak ingin mendengar tawa Narana yang semakin menyakiti hatinya, Aryana memberanikan diri mengetuk pintu kamar Albert.“Mas, makan malam sudah siap,” ucap Aryana dengan sedikit keras, ta
Seharian Albert menghabiskan waktu bersama Narana, melepas rasa rindu. Seminggu tinggal di kediaman Handaryana membuat Albert tidak bisa bebas menemui Narana. Dia hanya bisa melepas rindu dengan kekasihnya melalui panggilan video.Namun, saat pulang, Albert tidak sengaja melihat Aryana dan Argandara memasuki restoran di dekat apartemennya. Dia geram, bukan karena dia cemburu, tapi karena Aryana berani mengabaikan perintahnya untuk tidak menemui Argandara.Albert sengaja menunggu kepulangan mereka. Cukup lama dia menunggu, tapi Aryana tidak kunjung pulang. Bahkan matahari pun sudah digantikan malam. Akhirnya Albert memutuskan untuk menyusul dan menyeret Aryana pulang. Namun, saat membuka pintu, dia dikejutkan dengan keduanya yang sudah berdiri di depan pintu.“Akhirnya kalian pulang juga,” ucap Albert, suaranya dingin. “Kamu, berani-beraninya keluar dengan laki-laki lain tanpa seizinku?”“Maaf, Mas.” Aryana berkata pelan, kepalanya menunduk. “Tadi aku lapar, tapi tidak ada persediaam m
Narana menatap Albert. Dengan nada manja dia berkata lebih dulu sebelum Albert menjawab pertanyaan Aryana, “Tidak apa-apa, kan, kalau aku memberi tahu dia tentang hubungan kita, Sayang?”Albert menatap Narana dengan senyum lebar. Tatapan mata Albert penuh cinta. “Tidak apa-apa, Sayang. Justru bagus kalau dia tahu hubungan kita.”Hati Aryana sakit melihat sikap Albert yang sangat berbeda kepada Narana. Ditambah kata-kata pria itu, semakin membuat hati Aryana hancur berkeping-keping.Air mata menggenang di mata Aryana. Tanpa kata, dia meninggalkan tempat itu, menuju kamarnya. Dalam kamar, Aryana kembali menumpahkan air matanya. Dipukulinya dadanya yang terasa sesak, seolah-olah ada batu besar yang menghimpit dadanya, membuat Aryana sulit bernapas.Narana menatap kepergian Aryana dengan senyum miring.“Sepertinya istrimu marah pada kita,” ucap Narana, tangannya dia kalungkan ke leher Albert. Dengan sedikit mendongak dia menatap wajah tampan Albert. “Apa kamu lihat air mata yang menggenan
Albert sangat bahagia saat Aryana memberi tahu bahwa Alvonso mengizinkan mereka tinggal di rumah sendiri. Pria itu langsung membawa Aryana meninggalkan kediaman Handaryana keesokan harinya.Albert membawa Aryana ke apartemennya. Tidak sampai dua puluh menit, mereka tiba di apartemen.“Karena kita tidak di kediaman Handaryana, kita akan tidur terpisah,” ucap Albert begitu mereka memasuki apartemen.Albert berhenti di depan kamarnya, lalu dia menunjuk ke pintu kamar yang berdampingan dengan kamarnya. “Kamu tidur di kamar itu.”Aryana menelan kembali kata-kata yang hendak dikeluarkan saat Albert memasuki kamarnya sendiri, lalu menutup pintu kamar dengan kasar. Untuk beberapa saat Aryana menatap kamar Albert dengan tatapan sayu sebelum masuk ke kamar yang akan ditempatinya.Di dalam kamar, Aryana menangis tersedu-sedu. Melampiaskan rasa sesak yang menghimpit dadanya. Kebahagiaan yang Aryana harapkan usai pernikahan hanyalah sebuah angan.Albert mengetuk pintu kamar Aryana. “Aryana, kita p
Selama tinggal di kediaman utama Handaryana, Albert memperlakukan Aryana begitu hangat. Setiap kata yang dia lontarkan begitu lembut. Tentu saja semua itu hanya Albert lakukan saat di hadapan Alvonso atau di depan publik. Namun, saat hanya ada mereka berdua, Albert kembali bersikap dingin kepada Aryana.Aryana tidak memiliki siapa-siapa lagi selain kakek neneknya dan keluarga pamannya, sehingga dia hanya memendam semua yang dialaminya seorang diri. Setiap malam, Aryana hanya bisa mengadu kepada Tuhan dengan linangan air mata.“Kakek, aku ingin mengajak Aryana pindah,” ucap Albert tiba-tiba kepada sang kakek.Alvonso menghentikan gerakan tangannya yang hendak menyuap makanan ke mulut. Begitu juga dengan Aryana yang terkejut, sebab Albert tidak mengatakan apa-apa kepadanya.Alvonso menatap tajam Albert. “Kenapa?” tanyanya dengan suara berat, ketidaksukaan terdengar jelas pada nada bicaranya.“Aku ingin hidup mandiri bersama Aryana, Kek.”“Benarkah? Kamu ingin mengajak Aryana pindah dari
Aryana buru-buru mendekati Albert. Sebelum Aryana bisa menyentuhnya, Albert melangkah mundur, menghindari Aryana.“Mas, kamu salah paham. Aku tidak ada maksud apa-apa.” Aryana dengan cepat menjelaskan kepada Albert, agar suaminya itu tidak salah paham kepadanya. “Aku juga tidak bermaksud mempermalukan ataupun membuat masalah. Malam tadi aku lapar dan makan di luar, kebetulan aku bertemu Arga di rumah makan.”“Alasan!” Albert tidak percaya.Saat Albert terlelap di kamar kekasihnya, dia menerima pesan dari salah satu temannya yang masih menginap di hotel tempat Albert mengadakan pesta pernikahan, dan kebetulan malam tadi temannya keluar untuk mencari angin segar sekaligus makan malam, dan temannya itu tidak sengaja melihat Aryana dan Argandara makan bersama. Mereka terlihat bahagia saat makan bersama. Karena itulah Albert tidak mempercayai ucapan Aryana. Albert lebih memilih percaya dengan apa yang dikatakan oleh temannya. Albert yakin temannya tidak akan berbohong.“Aku mengatakan yang







