FAZER LOGINAryana buru-buru mendekati Albert. Sebelum Aryana bisa menyentuhnya, Albert melangkah mundur, menghindari Aryana.
“Mas, kamu salah paham. Aku tidak ada maksud apa-apa.” Aryana dengan cepat menjelaskan kepada Albert, agar suaminya itu tidak salah paham kepadanya. “Aku juga tidak bermaksud mempermalukan ataupun membuat masalah. Malam tadi aku lapar dan makan di luar, kebetulan aku bertemu Arga di rumah makan.”
“Alasan!” Albert tidak percaya.
Saat Albert terlelap di kamar kekasihnya, dia menerima pesan dari salah satu temannya yang masih menginap di hotel tempat Albert mengadakan pesta pernikahan, dan kebetulan malam tadi temannya keluar untuk mencari angin segar sekaligus makan malam, dan temannya itu tidak sengaja melihat Aryana dan Argandara makan bersama. Mereka terlihat bahagia saat makan bersama. Karena itulah Albert tidak mempercayai ucapan Aryana. Albert lebih memilih percaya dengan apa yang dikatakan oleh temannya. Albert yakin temannya tidak akan berbohong.
“Aku mengatakan yang sebenarnya, Mas. Tolong percaya padaku.” Aryana menghampiri Albert untuk menggenggam tangan suaminya, tapi Albert menepis tangan Aryana.
“Sudahlah! Kali ini aku maafkan, tapi lain kali, kalau aku tahu kamu berduaan dengan orang lain, awas kamu!” ancam Albert dengan mata mendelik tajam kepada Aryana.
“Iya, Mas. Aku janji tidak akan mengulanginya lagi,” jawab Aryana patuh.
“Hari ini kita pulang ke kediaman Handaryana. Jadi, kemasi semua barang-barangmu!” perintah Albert sebelum melangkah ke kamar mandi. Tadi dia buru-buru pulang dari rumah kekasihnya tanpa mencuci muka, apalagi mandi.
Aryana menghela napas pelan. Dia tidak mengerti kenapa sikap Albert begitu berubah. Saat mereka bertemu sebelumnya, pria itu sangat ramah dan terlihat begitu penyayang.
‘Mungkinkah Mas Albert cemburu pada Arga?’ pikir Aryana menebak. ‘Ya, pasti Mas Albert cemburu pada Arga. Tapi, kan, Arga adiknya sendiri. Kenapa dia harus cemburu?’
Walau merasa aneh dengan sikap Albert, memikirkan bahwa Albert cemburu karena dia dekat dengan pria lain, membuat dada Aryana menghangat. Senyum kecil menghiasi wajahnya. Melupakan apa yang sudah Albert lakukan malam tadi kepadanya.
Tidak ingin membuat Albert marah, Aryana segera mengemasi barang-barangnya yang tidak terlalu banyak. Dia juga mengemasi barang-barang Albert.
“Apa yang kamu lakukan?!” bentak Albert yang keluar dari kamar mandi dan melihat Aryana menyentuh barang-barangnya.
Aryana tersentak. Dia menatap Albert dengan takut-takut.
“Aku ... aku hanya ingin memasukkan pakaianmu ke koper, Mas.” Aryana berkata dengan sedikit tergagap.
“Tidak perlu! Aku bisa melakukannya sendiri,” ucap Albert seraya berjalan menghampiri Aryana. “Ingat baik-baik! Meski kamu istriku, jangan pernah sedikit pun menyentuh barang-barangku. Awas kalau aku melihatmu menyentuh barang-barangku tanpa seizinku lagi.”
“Baik, Mas.” Aryana menjawab sambil mengangguk pelan.
“Sudah, pergi sana!” usir Albert.
Aryana langsung meninggalkan tempat, pergi ke kamar mandi. Dengan cepat dia membersihkan diri dan merias wajahnya.
Pukul tujuh pagi, Albert dan Aryana meninggalkan kamar hotel menuju restoran hotel di lantai dasar untuk sarapan. Aryana terkejut saat Albert menggandeng tangannya. Raut kemarahan di wajah pria itu menghilang, digantikan senyum kecil setiap kali berpapasan dengan pengunjung lain.
‘Sepertinya aku terlalu berpikiran buruk terhadap Mas Albert. Mungkin dia tipe pria yang posesif, makanya dia cemburu kalau aku bertemu dengan pria lain meski itu adiknya sendiri,’ pikir Aryana dengan hati yang mulai lega, bahwa apa yang dia takutkan mengenai sikap kasar Albert tidak terjadi.
Akan tetapi, apa yang Aryana pikirkan mengenai Albert tidaklah benar. Begitu mereka kembali ke kediaman Handaryana, sikap Albert berubah. Seolah-olah pria itu memiliki kepribadian ganda. Saat di hadapan Alvonso—kakek Albert dan Argandara—dan di depan publik, Albert bersikap romantis dan hangat kepadanya. Namun, saat mereka hanya berdua saja, pria itu kembali kasar dan dingin kepadanya.
“Ingat baik-baik, jangan sampai Kakek tahu apa yang terjadi di antara kita. Dan kalau kamu berani mengadu pada kakekku, awas saja kamu,” ancam Albert dengan nada dingin. “Dan satu hal lagi, bersikaplah sebagai istri yang baik di hadapan Kakek dan juga di depan publik. Sedikit saja ada rumor buruk mengenai pernikahan kita, kamu yang harus menanggung akibatnya.”
Aryana mengangguk pelan penuh ketakutan. “Baik, Mas.”
“Sekarang kamu tidur di sana.” Albert menunjuk ke sofa yang ada di dekat dinding kamar.
Tanpa belas kasihan, Albert langsung tidur begitu saja. Dia pun tidak ada niatan untuk memberi bantal dan selimut kepada Aryana.
Aryana hanya bisa menurut. Dia pergi ke sofa dan merebahkan diri. Air mata menggenang.
‘Ya Tuhan, kenapa nasibku begini? Kenapa pernikahan yang seharusnya bahagia justru menjadi petaka untuku?’ keluh Aryana dalam hati. Air mata perlahan merembes dan membasahi wajahnya.
Aroma gosong masakan menyadarkan Aryana dari pikiriannya. Bergegas Aryana pergi ke dapur dan mematikan kompor. Ikan yang dimasaknya sudah setengah gosong.“Ya Tuhan, tolong kuatkan aku menghadapi sikap Mas Albert,” monolog Aryana lirih.Karena ikan yang dimasaknya tidak layak dimakan, Aryana pun memasak ikan baru.Setelah semua hidangan tersaji di meja makan, Aryana pergi ke kamar Albert, memanggil pria itu untuk makan malam.Dari balik pintu, Aryana dapat mendengar samar-samar suara tawa Narana, sesekali terdengar suara tawa Albert. Hati Aryana semakin hancur. Sejak menikah, Albert tidak pernah tertawa saat bersamanya. Jangankan tertawa, tersenyum pun tidak. Kalaupun Albert bersikap hangat kepadanya, itu hanya di hadapan publik dan Alvonso. Saat mereka hanya berdua, Albert bersikap dingin kepadanya.Tidak ingin mendengar tawa Narana yang semakin menyakiti hatinya, Aryana memberanikan diri mengetuk pintu kamar Albert.“Mas, makan malam sudah siap,” ucap Aryana dengan sedikit keras, ta
Seharian Albert menghabiskan waktu bersama Narana, melepas rasa rindu. Seminggu tinggal di kediaman Handaryana membuat Albert tidak bisa bebas menemui Narana. Dia hanya bisa melepas rindu dengan kekasihnya melalui panggilan video.Namun, saat pulang, Albert tidak sengaja melihat Aryana dan Argandara memasuki restoran di dekat apartemennya. Dia geram, bukan karena dia cemburu, tapi karena Aryana berani mengabaikan perintahnya untuk tidak menemui Argandara.Albert sengaja menunggu kepulangan mereka. Cukup lama dia menunggu, tapi Aryana tidak kunjung pulang. Bahkan matahari pun sudah digantikan malam. Akhirnya Albert memutuskan untuk menyusul dan menyeret Aryana pulang. Namun, saat membuka pintu, dia dikejutkan dengan keduanya yang sudah berdiri di depan pintu.“Akhirnya kalian pulang juga,” ucap Albert, suaranya dingin. “Kamu, berani-beraninya keluar dengan laki-laki lain tanpa seizinku?”“Maaf, Mas.” Aryana berkata pelan, kepalanya menunduk. “Tadi aku lapar, tapi tidak ada persediaam m
Narana menatap Albert. Dengan nada manja dia berkata lebih dulu sebelum Albert menjawab pertanyaan Aryana, “Tidak apa-apa, kan, kalau aku memberi tahu dia tentang hubungan kita, Sayang?”Albert menatap Narana dengan senyum lebar. Tatapan mata Albert penuh cinta. “Tidak apa-apa, Sayang. Justru bagus kalau dia tahu hubungan kita.”Hati Aryana sakit melihat sikap Albert yang sangat berbeda kepada Narana. Ditambah kata-kata pria itu, semakin membuat hati Aryana hancur berkeping-keping.Air mata menggenang di mata Aryana. Tanpa kata, dia meninggalkan tempat itu, menuju kamarnya. Dalam kamar, Aryana kembali menumpahkan air matanya. Dipukulinya dadanya yang terasa sesak, seolah-olah ada batu besar yang menghimpit dadanya, membuat Aryana sulit bernapas.Narana menatap kepergian Aryana dengan senyum miring.“Sepertinya istrimu marah pada kita,” ucap Narana, tangannya dia kalungkan ke leher Albert. Dengan sedikit mendongak dia menatap wajah tampan Albert. “Apa kamu lihat air mata yang menggenan
Albert sangat bahagia saat Aryana memberi tahu bahwa Alvonso mengizinkan mereka tinggal di rumah sendiri. Pria itu langsung membawa Aryana meninggalkan kediaman Handaryana keesokan harinya.Albert membawa Aryana ke apartemennya. Tidak sampai dua puluh menit, mereka tiba di apartemen.“Karena kita tidak di kediaman Handaryana, kita akan tidur terpisah,” ucap Albert begitu mereka memasuki apartemen.Albert berhenti di depan kamarnya, lalu dia menunjuk ke pintu kamar yang berdampingan dengan kamarnya. “Kamu tidur di kamar itu.”Aryana menelan kembali kata-kata yang hendak dikeluarkan saat Albert memasuki kamarnya sendiri, lalu menutup pintu kamar dengan kasar. Untuk beberapa saat Aryana menatap kamar Albert dengan tatapan sayu sebelum masuk ke kamar yang akan ditempatinya.Di dalam kamar, Aryana menangis tersedu-sedu. Melampiaskan rasa sesak yang menghimpit dadanya. Kebahagiaan yang Aryana harapkan usai pernikahan hanyalah sebuah angan.Albert mengetuk pintu kamar Aryana. “Aryana, kita p
Selama tinggal di kediaman utama Handaryana, Albert memperlakukan Aryana begitu hangat. Setiap kata yang dia lontarkan begitu lembut. Tentu saja semua itu hanya Albert lakukan saat di hadapan Alvonso atau di depan publik. Namun, saat hanya ada mereka berdua, Albert kembali bersikap dingin kepada Aryana.Aryana tidak memiliki siapa-siapa lagi selain kakek neneknya dan keluarga pamannya, sehingga dia hanya memendam semua yang dialaminya seorang diri. Setiap malam, Aryana hanya bisa mengadu kepada Tuhan dengan linangan air mata.“Kakek, aku ingin mengajak Aryana pindah,” ucap Albert tiba-tiba kepada sang kakek.Alvonso menghentikan gerakan tangannya yang hendak menyuap makanan ke mulut. Begitu juga dengan Aryana yang terkejut, sebab Albert tidak mengatakan apa-apa kepadanya.Alvonso menatap tajam Albert. “Kenapa?” tanyanya dengan suara berat, ketidaksukaan terdengar jelas pada nada bicaranya.“Aku ingin hidup mandiri bersama Aryana, Kek.”“Benarkah? Kamu ingin mengajak Aryana pindah dari
Aryana buru-buru mendekati Albert. Sebelum Aryana bisa menyentuhnya, Albert melangkah mundur, menghindari Aryana.“Mas, kamu salah paham. Aku tidak ada maksud apa-apa.” Aryana dengan cepat menjelaskan kepada Albert, agar suaminya itu tidak salah paham kepadanya. “Aku juga tidak bermaksud mempermalukan ataupun membuat masalah. Malam tadi aku lapar dan makan di luar, kebetulan aku bertemu Arga di rumah makan.”“Alasan!” Albert tidak percaya.Saat Albert terlelap di kamar kekasihnya, dia menerima pesan dari salah satu temannya yang masih menginap di hotel tempat Albert mengadakan pesta pernikahan, dan kebetulan malam tadi temannya keluar untuk mencari angin segar sekaligus makan malam, dan temannya itu tidak sengaja melihat Aryana dan Argandara makan bersama. Mereka terlihat bahagia saat makan bersama. Karena itulah Albert tidak mempercayai ucapan Aryana. Albert lebih memilih percaya dengan apa yang dikatakan oleh temannya. Albert yakin temannya tidak akan berbohong.“Aku mengatakan yang







