Judul: Wanita lain dalam hatiku (Maafkan aku, istriku)
***POV Ardan.Saat aku tengah duduk bersantai di dalam kamar Apartemen milik Susi, tiba-tiba ada yang mengetuk pintu sambil mengucap salam.Aku mendengar suaranya seperti tidak asing bagiku.Susi membukakan pintu, dan Susi berkata. "Kamu Resti, bukan?"Ponsel yang aku pegang, sontak jatuh ke lantai. Kemudian aku mencoba meraih kembali dan menjenguk ke luar.Ternyata benar, Resti yang datang. Ia meminta izin untuk masuk, dan Susi mempersilakan.Entah dari mana istriku tahu aku di sini.Setelah duduk di dalam, kini aku berkata jujur, dan tak disangka, tanggapan Resti masih sangat lembut dan sabar. Ia meminta maaf, dan mencoba mengingatkan aku tentang takdir Allah.Aku terharu, hatiku bergetar. Namun, cintaku pada Susi tak bisa lagi aku sembunyikan."Bagaimana keputusanmu, Dek? Apakah dirimu mau menerima Susi sebagai Adik madumu?" tanyaku dengan nada suara yang mulai terdengar sumbang.Aku tahu, ini sungguh berat bagi Resti. Namun, Susi juga telah lama bersabar menungguku."Maafkan Resti, Bang. Sejujurnya Resti katakan bahwa hati Resti belum bisa mengikhlaskan Abang menikahi Susi. Resti tidak mau dimadu, Bang."Jawaban istriku benar-benar membuat aku semakin dilema. "Mbak, aku tahu ini tidak mudah bagimu. Tetapi mengertilah, cinta kami ini suci. Mas Ardan terpaksa menjalani semuanya karena menuruti kehendak orang tua," ujar Susi membuka suara.Bergeming istriku. Air matanya terjatuh. Ada rasa bersalah menyerang hatiku. Selama ini aku tak pernah melihat Resti menangis. Ia selalu tersenyum di hadapanku, walau tengah merasakan sakit kepala yang sering menyerangnya."Dek, Abang mengharap kemurahan hatimu kali ini. Abang mencintai Susi," ucapku pelan."Berikan Resti waktu selama satu bulan ini, Bang. Setelah itu Abang bebas ingin menikah lagi atau bagaimana pun."Kini aku yang terdiam.Satu bulan?Aku rasa bukan waktu yang lama. "Bagaimana, Bang?" tanya-nya mencoba mencari jawabanku."Abang setuju," sahutku."Tetapi Resti juga memiliki syarat, Bang.""Syarat apa?"Aku menatap mata Resti dengan serius. Mata itu terlukis kesedihan. Mungkin aku adalah suami terjahat yang pernah ada. Namun, aku sungguh tak berdaya. "Selama satu bulan nanti, Abang dan Susi tak boleh bertemu. Jika ingin saling berkomunikasi, cukup lewat handphone saja. Hanya itu yang Resti minta. Setelah melewati persyaratan tersebut. Abang dan Susi bebas untuk memutuskan segala keinginan," papar istriku."Aku setuju," sambung Susi.Setelah menyepakati perjanjian itu, aku dan Resti pulang bersama.
Di dalam mobil, tak sepatah kata pun keluar dari bibir istriku. Tidak seperti sikap istri pada umumnya. Resti bahkan tak marah sama sekali. Sesekali senyumnya masih terpancar ketika aku menoleh ke arahnya. Sampai di rumah, Resti langsung turun dan langsung pergi ke dapur.Aku mengintip, ternyata dirinya menghidupkan kompor. Seperti biasa Resti pasti ingin memasak untuk makan malam kami.Walau hidup serba berkecukupan, tapi Resti tak mau mempekerjakan pembantu. Katanya tingga berdua saja di rumah, tak ada yang merepotkan.Setiap hari pekerjaan rumah, Resti sendiri yang menangani. Tak pernah sekali pun aku mendengar ia mengeluh..Malam tiba, aku dan Resti duduk di meja makan. Masih sama pengabdiannya padaku. Nasi dan lauk disiapkan Resti ke piringku. Tak pernah lepas senyuman itu ia suguhkan.Jika selama ini aku selalu membalas senyumannya dengan ramah dan kelembutan, berbeda malam ini.Aku jadi kaku, dan serba salah. Resti sudah tahu tentang isi hatiku. Jadi aku tak bisa berpura-pura lagi."Bang, mau nambah?" tanya-nya."Tidak, Dek. Abang sudah kenyang," jawabku..Selesai makan, kami pun masuk ke dalam kamar. Tiga tahun pernikahan, aku dan Resti belum memiliki keturunan. Jujur saja, aku pun tidak menginginkannya. Karena aku memimpikan punya generasi penerus dari rahim wanita yang aku cintai."Bang, besok kan libur. Apa Abang mau menemani Resti pergi ke panti?" tanya-nya sambil berbaring di sebelahku."Tumben minta ditemani. Biasanya Adek selalu pergi sendirian," ucapku heran."Sesekali, Bang.""Baiklah, besok Abang akan mengantar ke panti.""Terima kasih, Bang."Usai berbincang, aku pun terlelap..Suara mengaji Resti yang merdu membangunkan aku dari nyenyaknya tidurku.Ternyata hari sudah pagi, dan Resti masih betah mengaji. Terpaku aku cukup lama menyaksikan istriku membacakan lantunan ayat Alquran dengan begitu indah.Ketika ia sudah selesai, aku langsung pura-pura memalingkan pandanganku.Entah sudah berapa lama aku sering meninggalkan kewajiban shollat subuh. Resti sering membangunkan, tapi aku tetap berat untuk membuka mata..Kini aku dan Resti sudah bersiap untuk berangkat ke panti asuhan. Tiap bulan istriku itu rutin mengunjungi panti."Bang, di sana banyak yang ingin ketemu Abang," ucapnya dalam perjalanan."Oya? Kok bisa?""Mereka penasaran dengan sosok Abang.""Oh, begitu."Enggan aku membahasnya. Jadi sengaja aku acuh tak acuh.Tiga puluh menit berjalan, aku dan Resti akhirnya sampai."Assalamualaikum," ucap Resti."Walaikumsalam," sahut anak-anak itu bersamaan.Di mobil Resti sudah menyiapkan hadiah yang banyak. Baik itu makanan, kerudung, peci, dan yang lain.Semua menyambut dengan senang."Tante, apa ini yang namanya Om Ardan?" tanya salah seorang bocah yang usianya sekitar 9 tahun.Heran pula diriku, dari mana anak itu tahu namaku. Padahal ini adalah kali pertama aku ke sini."Benar, sayang. Ini adalah Om Ardan, suami Tante," ucap Resti.Sontak mereka semua mendekat ke arahku, dan meraih tanganku secara bergantian menyalami dan mencium punggung tanganku ini."Terima kasih, Om Ardan. Ternyata selain baik, Om juga tampan," puji anak itu."Iya, Om sangat tampan dan baik," ucap yang lain pula.Aku terharu, tersentuh hatiku sampai mengusap lembut kepala anak-anak polos itu.Akan tetapi, kenapa mereka seolah mengenalku?Apa kebaikanku yang membuat mereka begitu tampak kagum dengan sosokku?"Terima kasih, Pak Ardan. Walau anda baru pertama kali ke sini, tapi semua pemberian anda selalu disampaikan oleh Buk Resti. Anak-anak kami di sini sudah lama ingin bertemu dengan Bapak. Sekali lagi terima kasih karena telah menyempatkan diri berkunjung secara langsung," ujar pemilik panti.Aku terdiam. Jadi selama ini Resti memberikan bantuan atas namaku. Ya, Allah ... Sungguh Restu istri yang sangat baik.Bersambung.Judul: Wanita lain dalam hatiku (Maafkan aku, istriku)***Cukup lama aku dan Resti berada di panti asuhan. Semua yang ada di sini bersikap sangat ramah. Aku merasa nyaman.Setelah itu, aku dan Resti menuju pulang ke rumah.Dalam perjalanan Resti memintaku untuk berhenti."Bang, kita makan di sana saja yuk! Kalau Resti memasak, nanti Abang menunggu lama," ucapnya dengan lembut."Baik, Dek."Aku menepikan mobilku. Selama ini tak pernah istriku meminta diajak makan di luar. Sesekali tak apalah aku menuruti keinginannya.Toh dalam sebulan lagi aku akan mendapat izin darinya untuk menikahi Susi, wanita yang sangat aku cinta.Kami duduk di meja paling sudut. Restoran ini cukup mewah dan memberikan suasana tenang. Setiap meja berjarak cukup jauh dari meja yang lain.Entah kenapa, aku merasa salah tingkah."Dek, tumben makan spageti," ucapku sambil mengerutka
.Judul: Wanita lain dalam hatiku (Maafkan aku, istriku)***Aku berlari masuk ke dalam kamar Apartemen.Pintu tak dikunci, aku langsung menerobos masuk.Terlihat Susi sedang tersenyum mentapku penuh dengan kemanjaan."Susi, tadi katamu sedang sakit," ucapku sambil mengerutkan kening.Susi bangkit dari duduknya, kemudian ia berjalan ke arahku. Diraihnya tanganku dengan lembut, dan berkata. "Kalau tidak bilang begitu, pasti Mas tidak akan datang. Aku tahu, Mas adalah tipe yang tak suka mengingkari janji."Jadi Susi berbohong demi bisa membuatku mengingkari janjiku pada Resti?"Ini tidak lucu! Mas tak suka dipermainkan seperti ini!" hardikku.Ini adalah pertama kali aku berucap dengan nada tinggi pada Susi.Entah kenapa, hatiku terasa kesal. Walaupun aku tahu, Susi melakukannya hanya untuk bertemu denganku."Mas, jangan marah! Aku cuma ....""Cukup!"
Judul: Wanita lain dalam hatiku (Maafkan aku, istriku)***Malam ini aku tak bisa tidur dengan tenang lagi. Walau tadi aku mencoba memejamkan mata duluan. Namun, akhirnya terbangun.Kutatap Resti yang pulas tertidur. Posisinya memunggungiku lagi malam ini.Jam dinding menunjukkan pukul 12 lewat. Lama aku perhatikan wajah serta tubuh Resti.Semua sempurna, tak ada sedikit pun noda di wajahnya. Resti begitu cantik dan mulus.Berdebar dadaku ketika Resti menggeliat membalikkan tubuh ke arahku.Saat tidur begitu, Resti tetap terlihat cantik. Apa aku lelaki yang tak bersyukur selama ini?Tidakkah seharusnya aku menerima Resti dan menyayanginya?Tidak, tidak! Aku hanya mencintai Susi. Kami sudah saling memadu kasih sejak SMA dulu.Maafkan aku, istriku..Pagi harinya, seperti biasa aku berangkat ke kantor setelah selesai sarapan."Bang, nanti
***POV Resti.Ini adalah hari ke-empat. Dingin memang sikapku pada Bang Ardan.Namun, bukan tanpa alasan. Hari pertama saja, Bang Ardan sudah mengingkari janjinya.Aku menyuruh seseorang membuntutinya yang pergi begitu saja. Ternyata Bang Ardan ke Apartemen Susi.Lemas tubuhku saat mendapat informasi itu. Padahal sebulan waktu yang aku berikan hanyalah semata-mata untuk membuatnya menjauh dari Susi, dan beralih mencintaiku.Akan tetapi, aku salah. Besar rasa kasih sayang Bang Ardan untuk Susi, tak bisa aku gantikan.Tiga tahun, bukan tiga bulan. Harusnya kebersamaan kami bisa membuahkan keturunan.Sayangnya, Bang Ardan memang jarang menyentuhku. Selama ini aku tak berpikir macam-macam. Aku megira ia terlalu lelah dalam bekerja.Ternyata ada wanita lain dalam hati suamiku. Rasa sakit ini bagaikan sebuah luka yang dilempari garam dan cuka. Perih, panas, sakit, tapi tak bisa berbua
Judul: Wanita lain dalam hatiku (Maafkan aku, istriku)***POV Resti."Kalau begitu, kenapa Mbak bersikap seolah-olah bagai malikat kemarin? Mbak berkata dengan begitu lembut di hadapan Mas Ardan. Mbak sendiri yang meminta waktu selama satu bulan untuk memberikan persetujuan," papar Susi dengan sinis.Aku menetralkan degup jantungku. Besar nyali wanita kecintaan suamiku ini. Ia datang ke rumahku hanya untuk bertanya perihal perubahan sikap Bang Ardan."Dirimu hanya orang asing dalam keluarga saya. Tidak ada yang harus saya jelaskan padamu. Masalah waktu yang saya berikan, bukankah kalian sudah mengingkarinya? Maka dari itu, semua saya anggap gagal menjalani amanah yang sudah saya berikan."Tersungging bibir Susi, kemudian mencibir. "Jadi, Mbak Resti tahu kalau Mas Ardan datang menemui saya? Harusnya Mbak sadar, kalau cinta Mas Ardan itu hanya milik saya. Mbak tidak usah mengancamnya lagi. Mbak cantik dan kaya, kena
Wanita lain dalam hatiku (Maafkan aku, istriku)***POV Ardan.Aku pulang ke rumah sendirian. Istriku tinggal di rumah orang tuanya untuk dua hari ke depan.Saat malam, mataku enggan terpejam. Pikiranku selalu tertuju pada Resti.Perubahan sikapnya, mungkinkah karena permintaanku untuk berpoligami?Bagaimana jika Resti mengajukan perpisahan?Bukankah itu yang aku inginkan sedari dulu?Kenapa sekarang, aku malah gelisah dan takut kehilangannya..Pagi tiba, mataku sembab karena tak tidur dengan benar. Tak ada sarapan pagi ini di meja.Aku berangkat dengan perut kosong. Tidak ada niat untuk sarapan di luar. Biarlah nanti siang saja.Resti pasti akan mengirimkan bekal makan siang untukku nanti.Saat di kantor, aku fokus mengerjakan semuanya. Hingga ponsel yang aku silent, terus saja bergetar.Aku meraih dengan cepat, berharap Re
Judul: Wanita lain dalam hatiku (Maafkan amu, istriku)***"Benar, Dek. Abang sedang kecewa, kecewa pada diri Abang sendiri karena telah menyakiti perasaanmu," ucapku dengan menggenggam tangannya."Sudahlah, Bang. Semuanya sudah terjadi, Resti adalah istri pilihan orang tua Abang, bukan pilihan hati Abang. Sedangkan Susi, dia wanita yang Abang cintai. Tempat kami berbeda dalam kehidupan Abang. Izinkan Resti merenung untuk satu malam ini lagi. Besok Resti akan pulang memberikan jawaban," papar istriku dengan datar.Ada ketakutan pada hatiku setiap kali kalimat demi kalimat keluar dari mulut Resti. Lembut memang, tapi seperti tamparan untukku.Tak lama kemudian, Ayah mertua pulang."Eh, ada Nak Ardan. Tidak ke kantor?" tanya Ayah."Ke kantor tadi, Yah. Tapi sengaja pulang lebih awal," sahutku."Oh, begitu. Nak Ardan ingin menjemput Resti?" tanya-nya lagi."Iya. Resti belum mau pulang hari ini.
Judul: Wanita lain dalam hatiku (Maafkan aku, istriku)***POV Resti.Malam ini aku membereskan semua barang-barangku. Setelah selesai, aku pun langsung melajukan mobil ke rumah orang tuaku.Air mata terus saja mengalir, baru saja 14 hari aku merasakan bahagia karena dicintai Bang Ardan. Namun, ternyata itu hanya sementara dan tipu daya.Bang Ardan mengingkari janjinya. Luka itu kembali ditorehnya dengan begitu tega.Kali ini tidak mungkin aku bisa menutupi lagi dari Ayah, Ibu. Mereka berhak tahu, agar aku tidak diminta kembali ke rumah itu.Laju kendaraanku, dengan perasaan yang tak menentu, akhirnya aku sampai di depan rumah orang tuaku.Setelah memarkirkan mobil, aku perlahan turun dan melangkah ke arah pintu.Bergetar tanganku menekan bel, sembari mengucap salam. "Assalamualaikum.""Walaikumsalam," sahut Si Mbok dari dalam.Pintu di buka, Si Mbok tercengang melihatk