Share

Bab 7

Penulis: Aqila Nur
last update Terakhir Diperbarui: 2023-12-06 14:34:43

Setelah mendapatkan penanganan khusus dari rumah sakit, Dava pun memutuskan untuk pulang dan meninggalkan sang ibu di rumah sakit dengan ditemani oleh Laras juga Heru.

Dava menarik napas panjang ketika berada di depan pintu kamarnya untuk menenangkan diri, lalu membuka pintu secara perlahan, masuk ke dalam tanpa menghidupkan lampu utama.Terlihat sang istri tengah tertidur pulas di atas ranjang, ia pun memilih berbaring di sebelahnya, memeluk Hanum dari belakang.

Merasakan kehadiran seseorang, Hanum pun membuka matanya, lalu bertanya, "Mas Dava, kamu udah pulang?"

"Iya," jawab Dava singkat.

"Maaf aku tidur duluan. Tadi habis minum obat anti nyeri, tapi malah ngantuk banget," ucap Hanum sambil mengusap punggung tangan Dava yang melingkar di perutnya.

"Nggak apa-apa, Sayang. Seharusnya aku yang minta maaf karna pulang terlambat."

"Nggak masalah. Yang penting kamu pulang dalam keadaan utuh, sehat, dan baik-baik aja." Hanum bicara sambil tersenyum tulus.

"Kamu nggak marah?" tanya Dava lagi.

"Marah kenapa?" Hanum balik bertanya.

"Aku pergi menemui teman-teman sampai larut malam."

Hanum merubah posisi tidur yang tadinya memunggungi Dava, sekarang posisi tidurnya saling berhadapan.

"Apa pun yang membuat kamu senang. Aku sama sekali nggak keberatan, Mas. Selama yang kamu lakukan masih dalam tahap wajar, bukan mabuk-mabukan, apa lagi main perempuan." Dia menatap wajah Dava lekat-lekat, mengusap sebelah pipi Dava dengan lembut.

"Di luar, aku bisa melakukan apa saja. Apa kamu yakin sama aku?"

Sambil tersenyum Hanum mengangguk. "Aku percaya sama kamu kalau kamu nggak mungkin melakukan itu."

Tiba-tiba saja Dava meneteskan air matanya. Air mata yang sejak tadi ia tahan demi menutupi beban di pundak yang terasa sangat berat. Satu sisi dia sangat mencintai Hanum dan tidak mau mengkhianatinya, tetapi di sisi lain dia juga seorang anak dari yang tidak bisa mengabaikannya begitu saja kebahagiaan ibunya apa lagi kalau sudah menyangkut nyawa. Tentu Dava tidak mungkin tinggal diam.

"Hei, kenapa nangis, Mas? Apa aku melakukan kesalahan?" Rasa khawatir terlihat jelas dari raut wajah Hanum.

Dava mengusap air mata yang sudah terlanjur keluar, lalu tersenyum berusaha menyamarkan kesedihannya.

"Kamu nggak pernah melakukan kesalahan, Hanum. Aku yang banyak melakukan kesalahan terhadap kamu. Kamu begitu baik, bahkan saat aku pulang terlambat pun kamu nggak marah. Padahal tadi aku habis kumpulan sama temen-temen," terang Dava berbohong.

"Aku memiliki kekurangan, Mas. Sampai sekarang aku belum juga hamil, kita belum memiliki keturunan, kamu pasti kesepian di rumah cuma berdua aja sama aku. Aku rasa kalau kamu mau keluar untuk bersenang-senang bersama teman kamu, nggak ada salahnya. Kamu juga butuh hiburan."

"Sumpah demi apa pun, aku sangat beruntung memiliki istri seperti kamu, Hanum. Aku adalah pria paling beruntung di dunia ini."

"Beruntung apanya? Hamil aja aku nggak bisa."

"Sut ... jangan bilang kayak gitu." Dava meletakkan jari pada bibir Hanum. "Bukan nggak bisa, Sayang. Tapi belum. Allah masih pengen kita merengek meminta kepadanya. Allah masih pengen kita merayu dengan terus berdoa dan berusaha tanpa miliki prasangka buruk."

"Mungkin. Kita harus terus berusaha meyakinkan sang pencipta kalau kita juga sudah layak jika dititipkan keturunan."

"Iya, Sayang. Jangan berhenti berusaha dan terus berdoa. Tidak ada doa yang sia-sia, apa lagi kita memintanya dengan tulus, dengan keimanan."

Hanum mengangguk, lalu memeluk Dava dengan erat. "Akan aku ingat, Mas. Tidak ada doa yang Allah sia-siakan. Hanya waktunya saja yang belum tepat Allah mengabulkan permintaan kita."

"Iya, sayang. Semua akan indah pada waktunya." Trus Dava memeluk Hanum penuh cinta dan kasih sayang.

Dava memejamkan matanya erat sambil memikirkan kejadian tadi. Saat ia menyetujui keinginan sang ibu yang menginginkan dirinya menikahi Nara. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana hancurnya hati Hanum jika mengetahui itu semua. Andai saja dia bisa pergi melarikan diri, makan hal itu akan ia lakukan bersama Hanum saat ini juga.

***

Setelah Dava mengatakan iya setuju menikahi Nara, Nani langsung menghubungi Nara di pagi harinya. Bahkan matahari saja belum muncul di permukaan dan hal itu membuat Nara bahagia. Dia pergi ke kantor dengan semangat lima puluh bila perlu. Dia merias dirinya sedemikian rupa, lebih cantik dari biasanya.

"Seneng banget nih kayaknya." Seorang karyawan menyapa Nara yang Barus saja masuk ke dalam pabrik melewati pintu utama. Mereka berjalan naik ke lantai atas berdua.

"Iya, dong," jawab Nara antusias.

"Dapet undian lu, ya?" tebak wanita itu.

"Enak aja. Nggak main gue yang kayak gitu-gituan."

"Lah, senengnya nggak jauh beda sama orang yang habis dapet lotere."

"Ini lebih dari undian, lebih dari togel yang lu pasang dengan empat angka."

"Anjir, bikin gue penasaran aja."

Nara tertawa. "Udah, tunggu aja tanggal mainnya. Gue bakal jadi orang paling beruntung di dunia. Gue bakal menikah sama orang yang paling gue cintai selama ini. Gue bakal memiliki apa yang seharusnya gue miliki sejak dulu."

Wanita itu belum mengerti apa maksud ucapan Nara. "Apaan sih emangnya, Ra? Lu mau nikah."

"Iya, gue bakal jadi nyonya besar." Mereka berdua terus berjalan, lalu berhenti di ujung tangga di lantai dua.

"Nyonya apaan? Nyonya tukang jualan cilok?" ledek temannya.

"Sembarangan aja lu. Lu liat aja nanti," seru Nara. "Udah, ah. Gue mau ke tempat kerja."

Wanita itu mengambil jalan ke arah kanan, sedangkan Nara mengambil jalan ke arah kiri. Dia duduk di kursi kerjanya, lalu melihat ke arah dinding kaca di mana Dava berada. Namun sayang, dinding itu dalam keadaan tertutup oleh gorden yang dengan sengaja Dava rentangkan agar Nara tidak bisa melihat ke dalam.

Yang namanya kolega kerja, pasti ada saja cara agar mereka bisa terhubung, pergi bersama, berbincang walau hanya seputar pekerjaan. Seperti saat ini, Nara yang ingin menemui Dava pun mencari alasannya. Dia mengambil berkas di atas meja, lalu menemui Dava di dalam ruang kerjanya.

Nara mengetuk pintu, lalu membuka pintu setelah dipersilahkan masuk oleh sang pemilik ruangan. Terlihat seorang Dava sedang duduk, matanya fokus pada layar laptop di depannya. Tanpa melihat ke arah Nara, Dava bertanya, "Ada apa?"

Nara berjalan masuk, berdiri di depan meja kerja Dava sambil memeluk agenda, lalu menjawab pertanyaan sang atasan. "Jam sembilan pak Hartoyo minta kita hadir di rapat bulanan bersama karyawan produksi, Pak."

"Hhmm," respon Dava tanpa bicara.

"Pak Bintang juga meminta agar Pak Dava bisa datang ke restoran dia nanti sore."

"Oke. Ada lagi?"

"Nanti siang setelah makan siang kita punya jadwal menemui ibu pak Dava di rumah sakit."

Tangan Dava langsung berhenti mengetik ketika Nara berkata demikian. Dia menatap ke arah Nara dengan tatapan yang tidak dapat diartikan.

"Aku hanya memenuhi keinginan ibunya Pak Dava," lirih Nara dengan memasang wajah sendu.

"Aku tau, tapi sebelum itu kita harus bicara dulu."

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (4)
goodnovel comment avatar
Yunie
keren dan seru...
goodnovel comment avatar
Desi Kurniawan
Up yang banyak ya kak
goodnovel comment avatar
Meriatih Fadilah
semakin seru
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Wanita Lain Pilihan Ibu Mertua   Bab 54

    "Kamu hamil, Num?" ucap Nani masih menatap tidak percaya. Masih menggendong Abiyu, Nani mengambil tespek dari tangan Hanum dan matanya langsung berkaca-kaca. "Alhamdulillah, Ya Allah. Akhirnya Allah mengabulkan doa kamu, Num.""Berkat doa ibu juga, Bu," sambung Hanum."Doa kita semua."Hanum mengangguk, lalu merangkul sang ibu mertua dari samping. "Lengkap sudah kebahagiaan aku sama Mas Dava, Bu.""Iya, Num." Selepas bicara dengan Hanum, Nani bicara kepada cucunya. "Abiyu mau jadi kakak. Ye, ye. Punya temen main."Dia yang belum mengerti apa-apa pun merengek sambil berontak minta diturunkan, karena mau bermain lagi dengan mainannya yang banyak berserakan di atas rumput.Nani menurunkan cucunya turun dari pangkuan, membiarkan cucunya bermain di bawah, sementara dia bicara dengan Hanum."Udah satu Minggu kita belum ketemu sama Nara. Kamu mau nggak ajak Abiyu ke sana?" ajak Nani.Tanpa ragu Hanum menjawab, "Boleh. Kapan?""Sekarang, yuk. Dava udah berangkat, kan?""Udah, Bu.""Ya udah ayo

  • Wanita Lain Pilihan Ibu Mertua   Bab 53

    Fitri berhasil diamankan, karena dianggap biang kerok dari keributan. Setelah Fitri dibawa pergi, Hanum meneteskan air mata sambil menatap wajah Nani seraya memanggilnya dengan suara lirih. "Ibu."Nani menatap lekat-lekat wajah Hanum, lalu mengusap air matanya. "Kenapa nangis?""Ibu membela aku.""Maafkan ibu, Num. Selama ini ibu udah salah menilai kamu. Sungguh maafkan ibu, Num."Hanum menggelengkan kepalanya. "Nggak, Bu. Ibu nggak salah, aku sebagai anak yang seharusnya mengerti Ibu. Hanum juga minta maaf sempat menentang Ibu, menyakiti perasaan Ibu.""Kamu nggak pernah melakukan itu, Hanum. Ibulah yang udah melakukan itu semua, Ibu sampai malu mau minta maaf sama kamu, hingga akhirnya bapak berhasil meyakinkan ibu untuk tidak perlu takut jika ingin memperbaiki diri dan ibu baru punya keberanian untuk membela kamu," jelas Nani dan penjelasan itu membuat Hanum semakin terharu, tangisnya semakin menjadi."Ibu ...." Suara Hanum bergetar, lalu Nani memeluk Hanum dengan erat. Mulai hari

  • Wanita Lain Pilihan Ibu Mertua   Bab 52

    Di rumah, Hanum menunggu dengan gelisah. Saat ini dia sedang duduk di sofa ruang keluarga, sambil memegang handphone di tangannya, menunggu kabar baik dari Dava."Non, minum teh hangat dulu biar lebih tenang." Marni menyerahkan secangkir teh manis hangat kepada Hanum."Terima kasih ya, Bi. Maaf kalau aku sering merepotkan Bibi." Hanum bicara sambil menerima secangkir teh manis buatan Marni."Sama-sama, Non. Bibi ke belakang dulu.""Iya, Bi." Kembali dia menikmati secangkir teh manis di tangannya, dan ia merasa sedikit lebih tenang dari sebelumnya.Masih memegang gagang cangkir, handphone yang tadi disimpan di atas sofa saat ini berdering. Hanum mengambil kembali handphonenya, melihat nama ibu mertua pada layar ponselnya, lalu ia pun menjawab panggilan itu walau sedikit ragu."Assalamualaikum, Bu.""Waalaikumsalam," balas Nani. Tanpa basa-basi dia langsung bertanya mengajukan pertanyaan. "Memangnya tadi Nara ada ke situ?""Iya, Bu. Ada. Nara ke sini cuma mau ambil Abiyu.""Pantesan tad

  • Wanita Lain Pilihan Ibu Mertua   Bab 51

    "Nara?" Hanum mendorong stroller menuju ruang keluarga, terlihat Nara sedang berjalan cepat menghampirinya dengan memasang wajah marah."Dasar perempuan tidak punya hati, perempuan egois.""Berhenti, Nara!" Teriak Hanum meminta Nara untuk tidak menghampirinya.Dia yang saat ini hati dan pikirannya sedang diselimuti rasa amarah, tidak mau mendengar ucapan Hanum dan tetap berjalan cepat menghampirinya."Kembalikan putraku!"Hanum langsung menggendong Abiyu dari stroller, memeluknya seraya memberikan perlindungan. "Nggak! Aku nggak mau.""Kembalikan!" Nara merebut Abiyu secara paksa dari dekapan Hanum, hingga akhirnya dia berhasil memindahtangankan Abiyu dari tangan Hanum."Apa yang kamu lakuin? Jangan ambil anak aku!""Anak kamu? Ini anak aku!" Suara Nara membentak."Mas Dava ayahnya dan aku adalah istrinya!" Suara Hanum tak kalah membentak."Kamu sadar kalau Abiyu Itu anak aku bersama mas Dava, kenapa kamu merusak kebahagiaan kami? Kenapa kamu tega memisahkan kamu?""Aku nggak misahin

  • Wanita Lain Pilihan Ibu Mertua   Bab 50

    Setelah Dava pergi, Hanum meminta maaf kepada semua orang, terutama kepada Nara. "Maafkan aku, Ra. Aku udah berusaha supaya kamu tetap menjadi istri mas Dava, tapi ternyata mas Dava tetap pada keputusannya.Tidak terima akan kekalahan yang ia dapatkan, Nara melepaskan diri dari pelukan Fitri, lalu berjalan menghampiri Hanum, mengangkat tangannya hendak menampar. Beruntung Dava kembali masuk ke dalam berhasil menahan tangan Nara yang sudah melayang di udara."Mas Dava?" Nara terkejut."Berani kamu menyentuh istri aku, akan aku pastikan kamu tidak akan pernah bertemu dengan Abiyu lagi. Paham?" Secara kasar Dava mengibaskan tangan Nara, lalu Dava meraih tangan Hanum. "Ayo kita pergi, Num."Tidak ada lagi yang bisa merubah keputusan Dava. Baik itu Heru, Fitri, sekalipun Nani. Semua diam ketika Dava mengambil sikap tegas. Akhirnya Dava, Hanum, Abiyu, juga Fitri meninggalkan kediaman Nara tanpa embel-embel apa pun, mereka pergi tanpa menoleh lagi ke belakang."Ayo, Num. Kita harus cari mini

  • Wanita Lain Pilihan Ibu Mertua   49

    Hanum terkejut atas apa yang sudah Dava ucapkan, pasalnya dia sendiri saja tidak tahu akan tujuan Dava mengumpulkan semua orang. Dava tidak pernah mendiskusikan masalah ini dengan dirinya.Nara yang tidak setuju terus menolak, Dava mengeluarkan semua berkas perjanjian yang pernah mereka tanda tangani lalu menyimpannya di atas meja."Kamu sudah menandatangani semuanya, Ra. Aku harap kamu bisa kooperatif."Nara mengambil surat tersebut bukan untuk membacanya, tetapi untuk merobeknya dan beberapa kertas itu ia robek di hadapan semua orang, robekan kertas itu dia lempar ke sembarang arah."Aku nggak peduli! Pokoknya aku nggak mau kita bercerai!""Aku nggak cinta sama kamu, Ra," tegas Dava."Pikirkan bagaimana nasib putra kita, Mas. Abiyu masih membutuhkan aku, Abiyu masih minum ASI.""Itu bukan masalah serius, aku bisa kasih dia susu formula.""Aku nggak setuju. Kamu mau anak kita sakit?""Susu formula itu kurang bagus, Dava. Ada ASI, buat apa susu formula?" Nani ikut membela menantu kesa

  • Wanita Lain Pilihan Ibu Mertua   Bab 48

    Selama lebih dari dua jam Dava mengadakan pertemuan dengan guru ngaji Haris di salah satu mesjid kota Jakarta. Dia mengutarakan semua isi hatinya, keluh kesahnya selama ini, selama menikahi Nara secara diam-diam. Dava menceritakan semuanya dari A-Z, tidak ada yang dikurangi apa lagi dilebih-lebihkan.Guru ngaji Haris memberikan beberapa nasihat, mengutarakan pendapat, juga menyampaikan apa yang seharusnya ia sampaikan. Bukan tanpa ilmu, semua yang beliau sampaikan tidak melenceng dari syari'at agama islam, tidak melenceng dari peraturan-peraturannya sehingga Dava sudah tau keputusan apa yang harus ia ambil.Setelah mendapatkan jawaban atas kegusarannya selama ini, malam harinya Dava pun memutuskan untuk pulang ke rumah Nara tentunya."Assalamualaikum," ucap salam Dava seraya membuka pintu utama.Tidak ada siapa pun, tetapi televisi dalam keadaan menyala. Dava berjalan menuju meja, mengambil remote control, lalu televisi pun dimatikan. Dia berpikir kalau saat ini Nara bersama putranya

  • Wanita Lain Pilihan Ibu Mertua   Bab 47

    Sejak Dava memimpikan Nara, sejak saat itu juga hatinya merasa gusar. Tidak berhenti ia memikirkan makna dari mimpi itu apa, hingga akhirnya ia pun menghubungi sang sahabat bernama Haris untuk mengutarakan kegusarannya, bertukar pikiran dengan harapan mendapatkan jalan keluar terbaik."Di mana?" tanya Dava dalam sebuah pesan.Tidak lama ia pun langsung mendapatkan balasan. "Di kantor. Kenapa?""Bisa ketemu sekarang?""Di mana?""Kafe depan kantor lu aja.""Oke, lu bisa datang ke sini satu jam lagi. Gue lagi nanggung kerjaan nih.""Oke, kalau udah nyampe gue kabarin lagi.""Sip."Setelah berbalas pesan dengan sang sahabat, Dava menyeruput kopinya, lalu mengetik pesan untuk dikirim kepada Hanum."Assalamualaikum, Num.""Waalaulaikumsalam. Ada apa, Mas?""Kamu lagi apa?""Lagi di butik. Kenapa, Mas? Mas Dava mau pulang sekarang?""Nggak. Aku mau izin pulang ke rumah Nara, boleh?"Lama tidak mendapatkan balasan, Dava meletakkan handphonenya di atas meja. Sambil menunggu, dia menyandarkan

  • Wanita Lain Pilihan Ibu Mertua   Bab 46

    Nara: Oh, jadi lu yang nyuruh Mas Dava bawa Abiyu ke sana? Gila ya emang lu, anak gue belum juga satu bulan udah lu bawa-bawa ke sana. Mau lu apa sih?Balasan dari Nara yang Hanum terima.Tidak ingin ketahuan kalau saat ini dia sedang berbalas pesan dengan Nara, Hanum pun pergi ke kamar mandi dengan dalih ingin buang air kecil. Dia pergi meninggalkan Dava yang sedang asik ngobrol bersama Abiyu di sofa ruang keluarga.Hanum: Apaan sih lu? Marah-marah nggak jelas. Masih untung gue kasih tau mas Dava ada di sini.Balasan yang Hanum kirim kepada Nara. Sabil berdiri di depan cermin kamar mandi, Nara: Suruh mas Dava pulang! Hanum: Gue udah nyuruh dia pulang dari kemaren, tapi mas Dava nggak mau.Nara: Bohong! Pasti lu yang ngelarang mas Dava pulang.Hanum: Terserah lu mau percaya atau nggak deh.Nara: Gue ke rumah lu sekarang.Hanum: Silakan.Selesai berbalas pesan dengan Nara, Hanum berdiri sebentar di depan wastafel sambil mencuci tangan. Selesai mencuci tangan, barulah ia keluar dari k

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status