Share

Luka Semakin Dalam

Pov Jihan

Aku sungguh tidak menyangka atas apa yang baru saja aku dengar. Hari ini seperti mimpi, mimpi buruk dimana aku ingin cepat-cepat bangun dan semua kembali seperti semula. Kembali saat hanya ada aku dan Mas Elvan tanpa ada wanita lain dalam biduk rumah tanggaku.

Aku berusaha bersikap biasa dan mencoba untuk memperbaiki diri dengan memulai memegang dapur, sesuatu hal yang tidak pernah aku lakukan sejak menjadi istrinya Mas Elvan. Bukan aku tidak mau masuk dapur, namun dulu pernah aku ingin memasak untuknya tapi Mas Elvan menolak aku terjun di dapur. Alasannya tidak ingin aku kecapekan.

Dulu aku selalu bersyukur dan bangga karena mendapatkan suami sepertinya. Aku kira, kita sama-sama menikmati peran masing-masing dalam ikatan suci ini, nyatanya aku salah, justru hanya aku yang bahagia dan menerima pernikahan yang terjadi pada kami selama dua tahun.

Aku tidak mengerti, apa sebenarnya kekuranganku hingga Mas Elvan tidak bisa melabuhkan hatinya untukku. Bukankah sebagai seorang imam, harusnya dia menuntunku dan menegurku jika ada sikap atau tingkah diriku yang salah dimatanya. Setidaknya, dia berusaha menjatuhkan hatinya padaku bukan malah pada wanita lain. Aku tidak terima jika dia sampai menikah lagi, aku bukan istri Nabi yang bisa bertahan dengan hidup berbagi suami. Ilmu agamaku belum sedalam itu untuk menjalani apa itu poligami.

Namun apa ini? Tidak ada hujan tidak ada angin bahkan terkesan damai-damai saja dan hubunganku dengan Mas Elvan saja sedang adem ayem, tiba-tiba Mas Elvan membawa perempuan lain dan mengatakan betapa dia sangat mencintai wanita itu seakan aku ini bukan istrinya.

Sungguh tega lelaki itu menyakiti hatiku sedemikian rupa, belum lagi penilaiannya terhadapku. Ingin rasanya aku menyusul Mas Devan dan kedua orang tuaku, untung saja akal pikirku masih berjalan baik sehingga keinginan menemui orang-orang tercintaku hilang dalam hitungan jam.

Aku akan mencoba mempertahankan apa yang sudah menjadi milikku, tidak akan kubiarkan Mas Elvan direbut wanita lain. Aku mencoba masih berpikir positif dengan bersikap layaknya tidak pernah terjadi apa-apa. Ketika mas Elvan pulang, aku menyambutnya seperti biasa, namun ada sedikit perubahan. Aku menyambutnya tanpa sikap manjaku, yah, aku akan berusaha menghilangkan sifat itu. Sifat dimana menjadi salah satu alasan baginya melabuhkan hati ke wanita lain.

Tidak ku sangka, saat sampai rumah pun, dia tidak sabar ingin membahas masalah yang tidak ingin ku bahas. Aku benci, sungguh. Aku benci situasi sekarang ini, kenapa dia tidak memikirkan sedikit pun perasaanku? Apakah dia tidak memiliki belas kasihan walau secuil padaku? Ah tentu saja tidak, dia tidak memiliki rasa iba padaku sedikitpun, lalu untuk apa aku masih berharap sesuatu hal yang sudah aku tahu tidak akan mungkin terjadi.

“Aku tetap tidak setuju permintaanmu, Mas. Sampai kapanpun aku tidak akan pernah setuju kamu menikah lagi,” tegasku kala dia kembali menyuarakan keinginannya.

“Kalau begitu kita cerai,” ucapnya tanpa hambatan sama sekali. Mas Elvan langsung berdiri hendak meninggalkan aku namun, dengan segera aku menahannya dengan mengeluarkan ancaman yang membuatnya mati kutu di tempat.

“Silahkan, Mas jika memang kamu ingin berpisah dariku.” Aku berdiri berjalan mendekatinya. “Lakukan saja sesukamu, tapi ingat, kamu tidak akan pernah bisa menceraikanku.” Ku tarik nafas dalam-dalam demi mengurangi sesak di dada.

“Justru, aku akan bisa menuntutmu ke penjara jika sampai kamu menikahi perempuan itu. Mas pasti tahu betul kekuasaan Papa seperti apa? Papa akan mudah membuat siapa pun menderita termasuk anaknya sendiri jika putranya tersebut melakukan kesalahan. Dan lihat? Mas sudah melakukan kesalahan fatal.” Kubalikkan badan pergi meninggalkan Mas Elvan yang mematung meresapi setiap ucapan dariku untuknya.

Aku menutup pintu ruang kerja sedikit keras lalu bersandar di balik pintu tersebut. Air mata tak lagi bisa ku bendung. Menangislah diri ini dengan diam, masih ku tangkap di gendang telingaku, priaku, dia berteriak karena tak terima bersamaan suara gaduh terdengar. Sejenak ku pejamkan mata menguatkan hati agar tidak termakan ucapan Mas Elvan. Dengan ancaman yang ku berikan, aku berharap dia mau meninggalkan kekasihnya dan kembali padaku.

Segera ku hapus air mataku kasar dan beranjak dari sana, aku tidak ingin Mas Elvan tahu betapa rapuhnya aku saat ini. Sedikit berlari menuju kamar dimana biasanya aku tidur bersama Mas Elvan. Ku tutup pintu rapat-rapat tak lupa menguncinya supaya Mas Elvan tidak dapat masuk. Aku belum siap kembali satu ruangan dengannya, aku tidak ingin membahas lagi kisah percintaan mereka yang sudah sampai dalam tahap ke jenjang pernikahan.

Ya Tuhan yang maha pembolak balik hati, bisakah Engkau mengubah benci menjadi cinta di hati suamiku hanya untukku saja? Katakan aku egois, tapi aku memang lebih berhak mendapatkan cinta dari suamiku di banding wanita lain. Aku perempuan halal baginya di banding wanita itu. Sungguh Tuhan, aku tidak rela dimadu. Aku bukan istri Nabi yang ikhlas berbagi suami. Ilmuku belum cukup sampai di sana.

Perlahan, aku mendekat pada sebuah nakas dan membuka lacinya. Sebuah benda kotak dengan penutup di depannya, sebuah buku diary dimana aku selalu mencurahkan seluruh isi hatiku di dalamnya. Aku mulai mengambil sebuah pena dan mencoretkan tinta pada lembaran putih itu.

1 Januari 2017

Hari ini, seharusnya menjadi hari yang paling membahagiakan bagiku dan suamiku, namun sayangnya, kebahagiaan itu semu. Aku hamil tapi Mas Elvan justru membawa wanita lain untuk diperkenalkan sebagai calon istrinya dihadapan kami semua sebelum aku mengutarakan keberadaan calon anakku kepada semua orang.

Aku kecewa, jelas aku terluka dan tidak menyangka jika lelaki yang selama ini aku cintai justru tidak kembali mencintaiku. Semua hanya kamuflase belaka, kebaikannya selama ini hanya untuk menutupi perasaannya saja. Aku tidak mau kehilangannya, aku sangat mencintainya. Bagaimana mungkin dia justru mencintai orang lain dan mengesampingkan perasaanku?

Aku menerima perjodohan ini, awalnya akupun tidak menyukainya. Tapi lihat, aku saja bisa menjatuhkan hatiku untuknya, lalu kenapa dia tidak?

Aku akhiri sesi curhatku pada buku kesayangan dan menutupnya. Ku telungkupkan wajahku di antara kedua tanganku di atas buku. Betapa beratnya ujian dari-Mu Tuhan, semoga aku sanggup dan tetap berdiri tegak untuk menghadapi situasi sulit ini.

Belum puas aku menuntaskan kekecewaanku, suara gedoran di pintu terdengar nyaring diiringi suara teriakan memanggil namaku dengan keras.

“Buka pintunya, Jihan. Dengar! Kau pikir aku akan takut akan ancamanmu itu, hah? Jangan harap aku mau menuruti permintaanmu. Ingat kata-kataku, aku akan tetap menikahi Cristal dengan atau tanpa ijin dari kalian semua. Ingat itu, aku tidak peduli lagi. Aku muak harus satu rumah dengan perempuan yang tidak bisa menyenangkan hati suaminya. Cepat atau lambat aku akan menceraikanmu. Bersiaplah,” seru Mas Elvan membuat indera pendengaranku dan hatiku semakin hancur saja oleh semua ucapan pria tak berperasaan itu.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status