Share

5

Author: KARTIKA DEKA
last update Huling Na-update: 2025-03-17 17:18:37

POV Alya

Sampai di rumah, aku langsung mencari keberadaan Mama. 

“Mama mana, Bi?” tanyaku pada Bi Nani. Asisten rumah tangga kami.

“Ada di halaman belakang, Non,” jawabnya. 

Aku segera jalan ke belakang. Masih lagi di depan pintu, aku melihat Mama yang duduk melamun di gazebo yang ada di halaman belakang. Segera kuayunkan langkah mendekati Mama. 

“Ma.” Aku menyapanya pelan, agar Mama tidak terkejut. Mama hanya tersenyum, terlihat hambar. 

“Mama nggak papa, kan?” tanyaku untuk mengawali perbincangan kami. 

“Nggak. Kamu kenapa cepat pulang. Ini hari pertama kamu kerja di kantor, jangan sesuka hati mentang-mentanh itu kantor Papa,” ucap Mama menasehatiku. 

Ah, sepertinya Mama sedang ingin menggiring pembicaraan kami ke arah yang lain. 

“Tadi Alya lihat Mama sama Papa di rumah perempuan itu,” kataku. Mama melihatku. 

“Perempuan mana maksud kamu?” 

“Laras.”

Mama menghela nafas, lalu memandang ke arah yang berbeda. Tak ada yang bisa dilihat lebih jauh di halaman belakang rumah kami ini, selain tanaman-tanaman bunga yang Mama tanam sendiri. 

“Alya juga dengar, apa yang kalian bicarakan.” 

Raut wajah Mama tampak tegang ketika aku bilang begitu. “Apa yang kamu dengar?”

“Nggak banyak. Yang Alya tau, kalau perempuan itu dulunya pernah bekerja di rumah kita,” jawabku. Entah kenapa, topik tentang perempuan itu cukup menarik hatiku. Seperti ada sesuatu yang memang harus aku ketahui tentang dia. “Ma, sebenarnya siapa dia?” 

Mama bukannya menjawab pertanyaan yang kulontarkan. Beliau malah bangkit dan jalan meninggalkanku. 

“Ma.” Aku memanggilnya dan membuat Mama berhenti melangkah, hanya saja tetap membelakangiku. 

“Siapa dia sebenarnya? Kenapa Mama terlihat tak suka dia datang ke kota ini? Apa dia pernah berselingkuh sama Papa?” Aku mencecar Mama dengan banyak pertanyaan. 

Mama bukannya menjawab, tetapi terus jalan. Akhirnya aku menyusul Mama dengan langkah lebar. Entah kenapa, aku merasa harus tau apa yang terjadi dulu, antara Mama, Papa dan wanita bernama Laras itu. 

“Mama.” Aku menahan tangan Mama, memaksanya untuk melihat ke arahku. “Alya ingin tau siapa dia.”

Mama menatapku dengan mata yang berkaca-kaca. Aku bisa merasakan ada beban besar yang sedang ia tahan. Tapi kenapa? Apa yang membuatnya begitu sulit untuk sekadar menjawab pertanyaanku?

"Alya, tolong jangan tanya tentang itu lagi," katanya akhirnya, suaranya pelan tapi sangat tegas. 

Aku menggeleng. "Kenapa? Karena ini sesuatu yang Mama dan Papa sembunyikan dari Alya?”

Mama menghela napas panjang. Ia menatapku lama, lalu menunduk. Tapi akhirnya, ia hanya berkata, "Percayalah, lebih baik kalau kamu tidak tahu."

Darahku berdesir. Jawaban itu justru membuatku semakin penasaran.

“Ma, apa ini ada hubungannya sama Alya?” selidikku. 

Mama tak menjawab, tetapi malah pergi meninggalkan aku. Aku melihat Mama. Sepertinya percuma bicara sama Mama. Berarti aku harus bicara sama Papa. Kalau bisa keduanya. 

Kulihat jam tanganku, sudah mulai sore. Percuma juga aku balik ke kantor. Mungkin aku lebih baik mandi, dan menunggu Papa pulang. Pokoknya, nanti malam aku harus tahu, siapa sebenarnya perempuan itu. Entahlah, sejak melihat perempuan itu, aku merasa ada sesuatu yang mengikat di antara kami. 

~~~~~~~

Sore harinya. 

Aku mendengar suara mobil Papa. Kuintip dari balik tirai jendela kamarku. Aku akan tunggu sampai Papa duduk tenang. Biasanya, selesai mandi, Papa suka duduk di halaman belakang atau nonton berita sore bersama Mama. 

Sambil menunggu Papa, aku memantau sosial mediaku. Tetapi, pikiranku tetap berfokus pada perempuan itu. Aku berharap, Papa akan mau memberikan jawaban, agar aku tidak penasaran lagi. 

Setelah menunggu lebih kurang satu jam, aku keluar dari kamar. Aku lihat Papa duduk sendirian di ruang keluarga. Beliau duduk di atas karpet, sambil menonton berita sore, dengan bersandar di sofa. Sudah ada cemilan dan teh panas yang menemani. Tetapi, Mama tidak terlihat menemani. Padahal, biasanya mereka selalu bersama, meski Papa hanya fokus dengan televisi. Ya, setidaknya mereka menciptakan suasana yang harmonis, menurutku.

“Mama mana, Pa?” Aku memulai dengan basa basi. 

“Di kamar,” jawab Papa singkat. Aku diam. Mindaku sedang mencari kata-kata apalagi yang tepat untuk memulai bertanya tentang perempuan bernama Laras itu. 

“Pa, tadi … Alya sudah bicara sama Mama,” kataku. Sumpah, rasanya kaku sekali. Jujur aja, aku masih kecewa sama Papa. Tapi kalau aku nggak bicara, aku nggak akan pernah tau, siapa perempuan itu. 

“Bicara soal apa?” tanya Papa, tetapi matanya hanya fokus pada televisi. 

“Tentang Laras.” Langsung saja aku menyebutkan nama perempuan itu, sekalian ingin tahu reaksi Papa. 

Kan, Papa langsung melihat ke arahku. 

“Siapa sebenarnya dia, Pa? Kenapa Mama juga kenal sama dia dan bisa memberi peringatan sama dia?” cecarku langsung. Rasanya sudah tak sabar. Mungkin ya, caraku ini terkesan bar-bar. Tapi tak ada cara lain. Perempuan itu tak mau bicara, Mama juga. Hanya Papa yang bisa diajak bicara sepertinya.

Papa malah bangkit, dan meninggalkan aku. Aku hanya bisa melihat Papa yang jalan masuk ke kamar. Huft, sepertinya tak ada yang mau bicara. 

Oke. Aku akan cari tahu. Tak ada yang bisa disembunyikan dariku. Aku pasti akan tau, siapa sebenarnya wanita bernama Laras itu. Sepertinya, wanita itu memiliki peran yang cukup besar buat Mama dan Papa. 

“Bi!” Aku memanggil Bi Nani yang kebetulan lewat. 

“Iya, Non.” Bi Nani menghampiri. 

“Bibi kenal nggak, orang yang dulu pernah kerja sama Mama, namanya Laras?” tanyaku. Namanya juga usaha. Siapa tau aja Bi Nani kenal sama perempuan itu. 

Bi Nani menggeleng. “Nggak, Non.”

Aku hanya bisa menghela nafas kecewa. “Ya udah Bi, nggak Papa. Makasih ya.”

~~~~~

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Wanita Lain di Hati Papa   98

    Beberapa minggu kemudian. Gedung tinggi Vantara Group tampak megah seperti biasa. Nadine baru saja masuk ruangannya ketika sekretaris pribadinya datang dengan wajah panik.“Bu Nadine, kita dapat somasi. Dari firma hukum yang mewakili Alya dan Angkasa Group.”“Somasi?” Nadine mengerutkan kening. Ia membuka dokumen yang dibawa sekretarisnya. Matanya melebar membaca isi surat itu.Somasi ini menyatakan bahwa Vantara Group, atas perintah langsung dari Nadine Ardianto, diduga terlibat dalam tindakan sabotase, manipulasi data keuangan, pelanggaran kerahasiaan perusahaan, dan pencucian uang melalui PT Saka Muda, dengan bukti rekaman digital, laporan audit independen, serta pengakuan dari salah satu mantan komisaris PT Saka Muda yang kini bekerja sama dengan pihak berwenang.Nadine melempar dokumen itu ke meja.“Ini perang,” gumamnya dingin.Di sisi lain, Alya berdiri di podium kecil dalam sebuah konferensi pers yang diselenggarakan di salah satu hotel besar.Wartawan, investor, pengamat bis

  • Wanita Lain di Hati Papa   97

    Alya menatap layar laptopnya dengan dada sesak. Tatapannya terpaku pada sosok Dimas Gunawan, pria yang selama ini dikenal sebagai pilar keuangan perusahaan. Lelaki dengan sikap kalem, tutur kata halus, dan penuh wibawa. Tak ada tanda-tanda kalau laki-laki itu akan berkhianat. Rasanya Alya sampai tak tahu harus percaya pada siapa. Dia sangat kecewa. Dikhianati seseorang yang begitu ia percaya.Ia segera meraih ponselnya dan mengetik cepat pesan untuk Kayra.[Siapkan ruangan rapat rahasia. Hanya kita berdua, pengacara, dan satu orang staf IT. Aku butuh rekaman CCTV lengkap dari tiga hari terakhir. Dan mulai sekarang, pantau semua aktivitas Dimas Gunawan. Jangan sampai dia tahu]~~~~~Kayra, dua staf IT pilihan, dan pengacara perusahaan duduk di dalam ruangan bersama dengan bos mereka, Alya. Di layar besar, mereka memutar ulang beberapa rekaman dari berbagai sudut gedung.“Ini dia,” ujar salah satu staf IT sambil memperbesar tampilan video. “Ini rekaman dari dua hari sebelum kebakaran.”

  • Wanita Lain di Hati Papa   96

    Pagi buta hape Alya berdering hingga memekakkan telinga. Disusun suara ketukan panik di depan pintu kamarnya. Alya segera membuka matanya, dia langsung melihat hape yang sudah tak berdering lagi. Mungkin karena dia terlalu lama menjawab. Alya melihat jam di dinding, masih pukul tiga pagi. “Alya!” panggil Bastian sambil mengetuk pintu kamar Alya. “Iya,” sahut Alya masih setengah mengantuk. Namun begitu, dia tetap bangkit dan melangkah agak sempoyongan ke arah pintu kamarnya sambil memegangi perutnya.Begitu membuka pintu, wajah tegang Bastian yang terlihat. “Kamu sudah angkat telepon dari Pak Jhon?” tanya Bastian. Jhon adalah kepala keamanan gudang pusat perusahaan yang ada di area kawasan industri. “Oh, tadi Pak Jhon. Belum sempat, Pa. Ada apa?” tanya Alya yang sudah mulai menghilang rasa kantuknya. Pasti ada hal penting kalau jam segini kepala keamanan sampai menghubungi.“Gudang pusat kebakaran,” kata Bastian membuat Alya tercekat. Mereka semua segera bersiap. Tak ada yang ber

  • Wanita Lain di Hati Papa   95

    Sudah tiga hari berlalu sejak pertemuannya dengan Nadine, tapi kata-kata perempuan itu masih bergema di kepala Alya.Hari itu, Alya datang lebih pagi ke kantor pusat Angkasa Group. Ia mengenakan setelan abu muda dengan blouse navy di dalamnya. Meski kehamilannya sudah masuk bulan keenam, tak satupun dari staf berani menyepelekan ketegasannya.“Bu Alya,” sapa tim logistik saat ia memasuki ruang rapat internal, “kami sudah menerima laporan dari tiga distributor besar. Mereka menolak memperpanjang kontrak. Dua di antaranya bahkan sudah menandatangani kontrak baru dengan pihak lain.”Alya menatap layar proyektor. Grafik distribusi menunjukkan penurunan tajam dalam dua minggu terakhir.“Ini tidak wajar,” gumamnya. “Distribusi kita sebelumnya stabil. Tidak ada kendala pengiriman, pembayaran lancar, hubungan baik. Tiba-tiba semua berubah drastis?”“Menurut kabar yang kami dapat, perusahaan Vantara Group yang sekarang mengurus distribusi mereka,” jelas salah satu staf.Alya mengangguk pelan.

  • Wanita Lain di Hati Papa   94

    Mendengar pertanyaan itu, Bastian langsung bungkam. Seakan-akan berusaha menemukan satu kata bijak untuk disampaikan pada Alya.“Papa sudah semakin tua. Papa sudah berjanji akan menua bersama Mama. Ibu kamu juga sudah ada yang menjaga. Mungkin, dia tetap ada di hati Papa, jadi Adik Papa,” kata Bastian. Alya tersenyum mendengar jawaban papanya. Dirinya berharap, papanya tak lagi meletakkan ibunya di dalam hati menggantikan posisi sang Mama. Hatinya bahagia akhirnya, mamanya bisa berdamai dengan ibunya. Kebahagiaannya semakin sempurna, karena ibunya juga sudah menemukan pendamping. “Ayok pulang. Malah senyum-senyum,” tegur Bastian sambil membukakan pintu mobil untuk anaknya. “Makasih papaku yang ganteng,” ucapnya lalu masuk. Bastian tertawa dan ikut masuk ke dalam mobil. ~~~~~~Hari itu langit Jakarta mendung, seolah ikut meramalkan suasana yang akan berubah dalam hidup Alya.Alya melangkah memasuki lobi gedung perkantoran megah berlantai tiga puluh dua di kawasan bisnis. Sepatunya

  • Wanita Lain di Hati Papa   93

    Setelah urusan dengan Arjuna dan keluarganya selesai tanpa banyak drama dan perjanjian hitam di atas putih kalau mereka tak akan lagi mengganggu keluarga Bastian apapun alasannya, keluarga Bastian memutuskan datang ke rumah Handoko. Suasana di ruang tamu rumah Handoko terasa mencekam bagi Ratna. Dirinya merasa dihakimi, padahal dirinya dan Bastian belum menceritakan maksud kedatangan mereka ke rumah Handoko.Handoko duduk di kursi panjang dengan punggung tegak, kedua tangan disatukan di atas pangkuan. Wajahnya tampak sangar, matanya menatap Ratna dan Bastian tanpa sedikit pun senyum.Ratna mencoba mengatur napas. Tangannya yang dingin digenggam erat oleh Bastian, memberi isyarat agar ia tak perlu takut bicara.“Jadi,” kata Handoko membuka suara, “kalian datang mau apa?”Sebelum mulai bicara, Ratna menarik nafas dalam. “Ada hal yang ingin Ratna sampaikan sama Om.”“Apa?” tanya Handoko membuat Ratna semakin menggengam tangannya yang dingin. “Tentang Alya,” kata Ratna pelan. Tak ada p

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status