Gatot semakin intens mendekati Laras, dan mulai menjalin keakraban dengan Reza. Lelaki itu cukup pintar. Mungkin dengan bantuan Reza, bisa memuluskan jalannya untuk menikahi Laras. “Za, Om serius sama ibumu,” kata Gatot ketika Reza sedang memeriksa kondisi mesin mobilnya. Sengaja Gatot datang ke bengkel Reza untuk memeriksa mesin mobilnya. Hal itu dilakukan agar ada momen bagi Gatot untuk bicara dengan Reza. Reza berhenti dan melihat ke arah Gatot. “Apa Om sudah bicara sama Ibu?” tanya Reza. “Sudah pernah, tapi Ibu kamu menolak secara halus,” jawab Gatot. Reza kembali meneruskan kegiatannya sambil berkata, “Kalau saya terserah sama Ibu aja, Om. Kalau memang Ibu ingin menikah lagi, saya izinkan.” “Bantu lah Om, Za. Usia seperti kami ini, bukan lagi mengedepankan soal cinta, tapi perasaan yang lebih dari sekedar cinta,” ucap Gatot. Reza tak langsung merespons. Ia kembali fokus memutar baut, lalu mengambil kain lap dan membersihkan tangannya.“Om beneran serius?” tanya Reza akhir
“Kalau Kek Handoko akhirnya mengetahui, tak ada da rah Mama kamu yang mengalir di tubuh kamu, bisa dipastikan, kamu tak akan lagi dianggap. Bisa jadi juga, kamu akan dijauhkan dari Tante Ratna,” ulang Reza. “Nggak mungkin bisa. Mama sayang banget sama aku.” “Tapi, keluarganya juga punya pengaruh besar. Jangan lupa, kalau Mama kamu itu anak tunggal. Dan saat keluarganya tau, kamu bukan darah dagingnya, maka perebutan harta pasti terjadi, karena menganggap Mama kamu tak punya pewaris, dan kamu bukan pewaris yang sah.” “Aku bisa membangun karirku sendiri. Aku akan ajak Mama sama Papa. Kami gak akan bergantung sama perusahaan Kakek.” “Tapi kalau Mama kamu menolak, bagaimana?” tanya Reza lagi. Alya diam tak bisa menjawab. “Tentu dia akan berat hati meninggalkan perusahaan yang ditinggalkan oleh orang tuanya.” Kini Alya tertunduk lesu. Percuma membantah lagi, karena yang dikatakan Reza memang benar. “Memangnya Abang nggak cemburu, kalau aku nikah?” tanya Alya tanpa melihat wajah Reza.
Arjuna melihat pemuda yang turun dari atas motor besar itu. Raut wajahnya juga tampak tenang. Alya cepat berdiri dan langsung berlari mendekati Reza. “Bang, di dalam ada Kakek Handoko. Adiknya Kakek,” kata Alya. “Reza mengernyitkan dahi, tak mengerti maksud Alya.“Kakek siapa?”Alya menarik nafas dalam. Mungkin dia tadi bicara terlalu terburu-buru hingga sulit bagi Reza untuk mencerna ucapannya. “Almarhum bapaknya Mama kan, punya Adik. Nah, Kakek Handoko itu adiknya,” jelas Alya. Akhirnya, Reza memahami maksud Alya tadi. Mata Reza tertuju pada Arjuna yang tampak memainkan ponselnya. “Itu siapa?” tanya Reza seraya menunjuk Arjuna dengan dagunya. Alya menoleh ke belakang, melihat Arjuna yang seakan-akan tak peduli dengan kehadiran Reza. “Dia cowok yang mau dijodohkan Kek Handoko sama aku,” bisik Alya. Reza memperhatikan Arjuna, lalu manggut-manggut. “Lumayan ganteng. Terima aja,” kata Reza. AAlya terbengong. Dia mengira Reza akan menolak dan melarangnya untuk menerima Arjuna.
Handoko tampak tenang mengobrol dengan Ratna juga lelaki yang dicalonkan untuk Alya. Bastian seperti tak dianggap ada di antara mereka. Ratna beberapa kali menengok ke arah kamar Alya, karena Alya tak kunjung keluar. Sampai akhirnya, pintu kamar Alya terbuka. Mata Ratna membulat, melihat Alya. Bastian yang menyadari perubahan di mimik wajah Ratna, juga langsung menoleh ke arah kamar Alya. Sama dengan Ratna, Bastian juga tampak terperanjat. Handoko menyadari itu, dan segera menoleh. Seketika dia melotot, melihat Alya yang berdandan seperti badut. Ratna cepat bangkit dan menghampiri Alya. “Kamu ngapain dandan begini?” bisik Ratna sambil melirik ke arah Handoko. Gadis di depannya tak acuh, dan terus jalan mendekati Handoko. Alya mulai berakting, seperti orang yang kurang cerdas. Alya tertawa kecil sambil menggoyang-goyangkan tubuhnya ke kanan dan kiri, seolah sedang bermain sendiri. Tangannya bergerak aneh, dan ia menyanyikan lagu anak-anak dengan suara pelan namun nyaring.“Kamu n
“Maaf, kalau saya lancang,” ucap Gatot, lalu menunjuk warung kecil yang tak jauh dari rumah Reza. “Semalam saya tanya di warung itu.”“Kenapa Bapak mencari tahu soal Ibu saya?” tanya Reza lagi. “Apa sebelumnya Bapak sudah pernah bertemu Ibu?” “Oh, tidak. Saya baru bertemu Ibu kamu tadi siang. Jujur, saya tertarik. Kamu tak perlu curiga sama saya. Di usia segini, saya tak ada lagi niat untuk mempermainkan orang lain, apalagi perempuan. Saya ini, belum pernah menikah karena terlalu fokus mengejar karir. Tapi saat melihat Ibu kamu, saya merasa ada sesuatu yang lain. Makanya saya cari tahu tentang dia. Saya juga tak mau mengganggu seorang wanita yang memiliki suami,” beber Gatot panjang lebar. Laras dan Reza tetap mendengarkan. Laras mulai merasa, lelaki dihadapannya serius, begitu juga dengan Reza. Baru kali ini, ada laki-laki yang berani datang dan terus terang. Akan tetapi, usia Laras tak muda lagi, untuk memikirkan tentang asmara. “Dengan jabatan dan profesi yang saya miliki, bisa
Laras jalan keluar dari mini market. Gatot yang sengaja mengikuti, menggegas langkah kakinya.“Maaf,” seru Gatot membuat Laras reflek menoleh. Dahi Laras mengernyit melihat lelaki itu memanggil dirinya. “Saya masih merasa bersalah dengan yang tadi,” kata Gatot. Dahi Laras mengernyit, menurutnya Gatot terlalu berlebihan. Tak ada yang salah perihal yang baru saja terjadi. Biasa saja, kalau kebetulan orang mengambil benda yang sama di sebuah mini market. “Nggak papa. Nggak ada masalah,” kata Laras, lalu segera berlalu. Gatot justru merasa tertantang melihat sikap Laras. Lagipula, meski sudah berumur paruh baya, Laras masih sangat menarik. Meski tubuhnya dari atas hingga ke bawah tertutup, daya tariknya tak pudar. Laki-laki itu berlari kecil mengejar Laras. “Boleh kita berkenalan, saya Gatot,” kata pria itu sambil mengulurkan tangan. Laras melihat tangan Gatot, lalu hanya meletakkan sebelah tangannya di dada sambil sedikit menunduk. Tangannya yang satu sedang menenteng barang belanj