“Tapi ingat, kamu jangan sampe jatuh cinta sama dia,” kata suara dari sebrang.“Tenang aja, dia bukan tipe aku. Biarpun pelayanannya cukup memuaskan. Awalnya jinak-jinak merpati, lama-lama ganas. Mana masih segel lagi hahahaha,” tawa Arjuna begitu renyah hingga membangunkan Alya yang masih terlelap. Pandangan Alya masih kabur, tangannya meraba-raba sebelahnya. Merasa hanya menyentuh bantal, Alya melebarkan matanya. “Sayang …,” panggilnya. Arjuna sangat terkejut mendengar Alya memanggilnya. “Dia bangun. Nanti aku hubungi lagi,” bisiknya, lalu segera memutuskan sambungan telepon. “Ya, Sayang!” sahutnya, lalu segera masuk kembali. “Darimana?” tanya Alya.“Ada yang telpon tadi. Aku takut ganggu kamu, makanya keluar,” jawab Arjuna berbohong, lalu naik kembali ke atas ranjang. Alya menatap wajah Arjuna, mencoba membaca gerak-gerik suaminya itu. Matanya masih menyimpan sisa kantuk. Entah kenapa, ada yang terasa ganjil.“Oh,” sahut Alya pendek. “Kirain kamu kemana.”Arjuna tertawa keci
Arjuna dengan lantang mengucap ijab kabul tanpa terbata-bata. Ucapan syukur seketika menggema setelah saksi mengatakan pernikahan itu telah sah. Alya tampak sangat terharu. Tatapannya seketika tertuju ke arah Ratna, Ratna tampak mengusap matanya dengan tisu, lalu beralih ke Laras yang duduk tak jauh di belakang Ratna.Laras tersenyum kecil saat tatapan Alya mengarah kepadanya. Ia hanya mengangguk pelan, seolah ingin mengatakan, “Ibu di sini, Nak. Ibu doakan kebahagaian untuk pernikahanmu.” Tetapi, air matanya tak bisa dibendung. Fia merasa sangat terharu, akhirnya bisa mneyaksikan pernikahan putrinya.Gatot mengelus pelan punggung Laras. “Sudah. Jangan menangis. Hari ini hari bahagia,” bisiknya.Namun Laras tak mampu menjawab. Ia hanya menggenggam tisu di tangannya, sambil sesekali diusapkan di matanya. Hal itu ternyata tak luput dari perhatian Handoko yang duduk di dekat mempelai sebagai saksi pernikahan. Hatinya bertanya-tanya, siapa sosok wanita yang kelihatan paling terharu diban
Malam harinya, Bastian duduk sendiri di bangku belakang rumah mereka, memandangi taman belakang yang mulai ditata untuk resepsi nanti. Ratna menyusulnya dari belakang, membawa dua cangkir teh. Salah satunya ia sodorkan pada Bastian.“Papa marah?” tanya Ratna lirih. Dia dan Bastian harus menjaga keharmonisan jelang hari pernikahan Alya, agar keluarga mereka terlihat seperti keluarga yang sempurna. Bastian menerima teh itu, lalu menatap istrinya sekilas. “Nggak. Cuma Papa lagi memikirkan, kapan Mama bisa berdamai dengan masa lalu itu.”Ratna menghela napas panjang, menyandarkan diri di sandaran bangku. “Mama nggak akan berdamai, kalau Papa sendiri masih tak bisa melupakan Laras. Benar-benar melupakan, bukan cuma bicara.”Bastian melihat istrinya. “Kita sudah tua, Ma. Anak kita beberapa hari lagi akan jadi istri orang. Dan kita mungkin akan segera jadi Kakek Nenek. Kenapa Mama masih saja cemburu?” “Karena Mama juga tau, sampai sekarang Papa belum bisa melupakan Laras,” Mata Ratna seray
Gatot sangat terkejut setelah mendengar cerita Laras tentang Alya. Cerita yang tidak diceritakan oleh Ratna. “Setelah sekian lama, akhirnya aku bisa mengakui putriku. Biarpun dia tak tinggal bersamaku, tapi aku ingin sekali menghadiri acara pernikahannya, walaupun cuma jadi tamu undangan.” Akhir cerita Laras dengan tatapan yang menerawang.Laki-laki paruh baya di hadapannya menarik nafas dalam, setelah mendengar cerita Laras. Terbit rasa iba dan rasa yang tak biasa di hatinya. Bahkan lebih kuat dari rasa yang pernah hadir untuk Ratna.“Kalau begitu, aku akan membantu mewujudkan apa yang kamu inginkan. Sini, KTP sama KK,” kata Gatot.Laras menyeka air matanya. “Untuk apa?” “Untuk mengurus pernikahan kita,” jelas Gatot. ~~~~~~~Dua minggu kemudian, Laras dan Gatot resmi menjadi suami istri. Sementara hari pernikahan Alya juga tinggal menghitung hari. Gatot dan Ratna janji bertemu di sebuah cafe dekat dengan sekolah mereka dulu.“Kenapa kamu tak cerita semua sama aku?” tanya Gatot.“
“Ma, Pa, nanti pas acara, Alya mau Ibu juga ikut mendampingi,” kata Alya ketika sedang di ruang makan bersama Ratna dan Bastian. Ratna yang baru akan memasukkan satu sendok nasi ke mulutnya langsung berhenti. “Permintaan kamu nggak masuk akal,” katanya, lalu lanjut makan lagi. “Tapi Ibu, orang yang melahirkan Alya. Dia juga berhak mendampingi Alya,” tukas Alya. Bastian diam, memandang meja. “Dan kamu, mau buat semua menjadi kacau kalau nanti keluarga mempertanyakan kehadiran dia. Dia boleh datang, tapi jadi tamu. Nggak papa, kalau jadi tamu kehormatan. Nanti Mama bilang sama keluarga, kalau kamu ingin, baby sitter yang merawat kamu waktu kecil, hadir juga,” kata Ratna. Wajah Alya menegang mendengarnya. Ada rasa tak senang mendengar kata-kata Ratna yang ditujukan untuk Laras. “Ma, Ibu bukan baby sitter. Dia orang yang udah melahirkan Alya.” Ratna menghentikan makannya. Suasana menjadi sangat dingin dan tegang.“Seharusnya, Mama bisa lebih bijaksana. Gimana kalau posisi Mama itu
Gatot semakin intens mendekati Laras, dan mulai menjalin keakraban dengan Reza. Lelaki itu cukup pintar. Mungkin dengan bantuan Reza, bisa memuluskan jalannya untuk menikahi Laras. “Za, Om serius sama ibumu,” kata Gatot ketika Reza sedang memeriksa kondisi mesin mobilnya. Sengaja Gatot datang ke bengkel Reza untuk memeriksa mesin mobilnya. Hal itu dilakukan agar ada momen bagi Gatot untuk bicara dengan Reza. Reza berhenti dan melihat ke arah Gatot. “Apa Om sudah bicara sama Ibu?” tanya Reza. “Sudah pernah, tapi Ibu kamu menolak secara halus,” jawab Gatot. Reza kembali meneruskan kegiatannya sambil berkata, “Kalau saya terserah sama Ibu aja, Om. Kalau memang Ibu ingin menikah lagi, saya izinkan.” “Bantu lah Om, Za. Usia seperti kami ini, bukan lagi mengedepankan soal cinta, tapi perasaan yang lebih dari sekedar cinta,” ucap Gatot. Reza tak langsung merespons. Ia kembali fokus memutar baut, lalu mengambil kain lap dan membersihkan tangannya.“Om beneran serius?” tanya Reza akhir