Aku bertanya dengan lantang dan penuh emosi. Sungguh, aku tak tahan lagi untuk bersabar. Mas Rendy dan Mbak Mira harus mempertanggung jawabkan perbuatannya. Jika perlu, perselingkuhan mereka harus diumbar.
Aku bukan wanita salehah yang bisa sabar dan diam ketika disakiti. Aku tahu, bersabar dalam rumah tangga yang situasinya menyakitkan akan mendapatkan ganjaran surga. Namun, dalam hal pengkhianatan, maaf diri ini tak bisa. "Kamu ngomong apa, sih?" Dasar munafik! Bisa-bisanya Mas Rendy bertanya seperti itu. Ekspresi wajahnya padahal sudah jelas menunjukkan bahwa dia sedang ketar-ketir. "Suruh jal*ng itu keluar atau aku yang menyeretnya!" Mataku melotot. Mungkin wajahku sekarang merah padam. Air mata juga mulai berjatuhan. Ya, begitulah aku. Selalu menangis jika sedang marah. "Anjani, kamu ini kesurupan apa? Kenapa tiba-tiba marah-marah? Ucapanmu juga aneh." "Sebelum aku bertambah kesurupan, cepat suruh keluar si Jal*ng itu! Jangan drama, Mas! Aku sudah tau semuanya!" Mas Rendy kaget. Dia pasti tak menyangka jika aku mengetahui kebusukannya. Pria tak tahu bersyukur itu benar-benar membuatku muak. Aku yakin, Mbak Mira pasti mendengar kegaduhan yang aku ciptakan. Dasar pelakor cap teri. Sudah ketahuan masih saja tak berani menampakkan diri. "Oke, kalau kamu nggak mau suruh si jal*ng itu keluar, aku yang akan menyeret dan mengaraknya keliling kampung!" Aku menerobos masuk ke dalam kamar. Mas Rendy sigap menghadang. Namun, dia tak berhasil menahan tubuh ini. "Keluar kamu Mira! Keluar!" seruku sambil mengobrak-abrik isi kamar. "Tenang, Anjani. Mana ada Mbak Mira di sini. Tolong jangan seperti ini." Mas Rendy berusaha membuatku tenang. Dia menangkap tubuhku dari belakang. "Lepaskan! Cepat suruh keluar si jal*ng itu!" "Tenang, Anjani! Mana mungkin Mbak Mira di sini." "Diam!" Aku membentak Mas Rendy dan seketika membuat pria berkaus putih itu terlonjak kaget. Jelas saja dia kaget, karena selama pernikahan sepuluh tahun, aku belum pernah sekali pun membentaknya. "Aku tau kamu menyembunyikan si Mira di sini, Mas! Aku bahkan tau apa yang kalian lakukan barusan. Jahat kamu, Mas! Aku susah payah mati-matian cari uang, kamu malah senang-senang di ranjang ini! Dasar laki-laki b*jing*n!" Tanganku melayang dengan kecepatan tinggi ke wajah Mas Rendy. Namun, aku belum puas karena Mbak Mira belum aku berikan pelajaran. "Kamu kira aku nggak tau di mana Mira?!" Aku berjalan ke arah lemari. Entah kenapa aku yakin sekali jika wanita sialan itu bersembunyi di sana. Good job. Benar saja. Ketika lemari aku buka lebar, sosok Mbak Mira ada di sana. Dia duduk memeluk lutut. Rambutnya tampak acak-acakan. Dan ... tubuhnya hanya berbalut handuk. Kelihatannya, permainan mereka sangat hot. Menjijikkan! "Sini kamu!" Dengan geram aku menarik rambut Mbak Mira yang panjang tergerai. Dia memekik kesakitan, tapi aku tak mempedulikannya. Ini tak seberapa dengan rasa sakit yang telah dia torehkan. "Ampun, Anjani! Lepas! Mas Rendy tolong aku!" pekik Mbak Mira kesakitan. Aku pikir dia bakal melawan dan kami akan terlibat baku hantam. Eh, ternyata dia tak berani untuk membalas perlakuanku. "Tolong lepaskan Mbak Mira, Anjani! Kamu nggak malu kalau ada yang dengar keributan ini?" "Baguslah kalau ada yang dengar! Justru itu yang bagus. Biar orang tau kelakuan kalian!" Aku semakin kencang menjambak rambut Mbak Mira. "Sini kamu!" Aku menarik paksa Mbak Mira keluar kamar. "Hentikan, Anjani! Jangan kelewatan kamu! Kasihan Mbak Mira!" Tak kusangka Mas Rendy tega memarahiku demi membela selingkuhannya. "Apa ... kasihan? Jadi kamu kasihan sama si jal*ng ini!? Aku mati-matian kerja sampe luar negeri demi keluarga, kamu nggak kasihan!? Dasar laki-laki nggak punya ot*k!" Air mataku kian deras mengucur. Sakit sekali hati ini ketika suami yang harusnya menjaga hati, tapi ternyata tega menyakiti dengan sengaja. "Maksudnya bukan begitu, Sayang—" "Jangan panggil aku sayang! Aku j!j!k mendengarnya!" sergahku pada Mas Rendy. Dulu aku sangat bahagia jika dipanggil sayang olehnya. Namun, sekarang panggilan itu seperti duri yang menusuk dada ini. Sakit. "Tolong lepaskan aku, Anjani! Aku malu jika tetangga yang lain sampai dengar dan tahu." Mbak Mira memohon dengan suara melas. Akan tetapi, aku sama sekali tak kasihan. Seharusnya dari awal dia berpikir seperti itu sebelum berani tidur dengan suami orang. "Nggak usah bicara malu! Sini kamu!" Aku terus menarik tangan Mbak Mira menuju pintu depan. Aku tak peduli dicap sebagai pembuka 4ib suami sendiri. Pada kenyataannya, aku hanya butuh keadilan. Siapa yang tak marah jika diduakan? "Anjani! Cukup!" Tiba-tiba Mas Rendy mend0r0ngku k3r4s. Akibatnya tubuh ini lepas kendali dan hampir saja kepalaku terb3ntur pintu. Mendapatkan perlakuan seperti itu dari Mas Rendy tentu membuatku semakin em0si. Tampak sekali dia sangat menyayangi Mbak Mira daripada aku, istrinya sendiri. Oke, aku akan buat pria kurap itu menyesal seumur hidupnya. Mas Rendy sigap menutupi tvbvh Mbak Mira dengan jaket miliknya yang tersampir di sofa. "Kamu nggak apa-apa?" tanyanya sambil mengusap rambut Mbak Mira. Apa-apaan ini? Mas Rendy tega sekali mempertontonkan keme5raannya dengan Mbak Mira di depanku? Ternyata, dia benar-benar berniat membuatku semakin terlvka sangat dalam. Si4l! Aku tak mampu menyembunyikan kesedihan ini. Air mataku mengalir kian deras. Nyatanya, pemandangan itu telah meluluhlantakkan hati ini. Pernikahan yang dulu bagaikan surga, kini telah berubah neraka yang menghanguskan semua harapan dalam sekejap mata. "Tega kamu, Mas! Pergi kalian dari rumahku! Aku muak!" "Anjani, kamu salah paham. Aku dan Rendy nggak ada apa-apa. Kamu jangan marah-marah dulu." Tiba-tiba, Mbak Mira berkata demikian. Wajahnya kini basah oleh air mata. Dasar wanita silvman. Sudah terbukti tidur dengan suamiku, eh masih saja ngeles. "Hmm ... lucu banget, ya dramanya. Nggak ada apa-apa, tapi main gil* di r4nj4ng. Kamu pikir aku buta? Dasar mur*han!" "Jaga mulut kamu! Aku bukan wanita mur4han!" Tak kusangka Mbak Mira berani melawan ucapanku. "Kalo bukan mur4han apa? Gratisan? Gampangan? Ngaca sana! Biar sadar!" "Kurang aj*r!" Tangan Mbak Mira hampir saja mengenai wajah ini jika saja tanganku tak sigap menahannya. "Jangan sentuh aku! Mau aku pa tahkan tulangmu!? sergahku sambil mendorong Mbak Mira dengan ka sar. Melihat Mbak Mira aku do rong, Mas Rendy sigap menahan tubuh wanita ga tal itu. Ternyata mereka sangat cocok. Best couple. Kurap bertemu bang kai. Klop banget. "Cepat pergi dari rumahku!" "Anjani!" Seseorang tiba-tiba muncul dan berteriak memanggil namaku. Wajahnya terlihat sangat ma rah. Bersambung ....Berharap pada manusia akhirnya memang selalu kecewa. Aku tahu itu. Akan tetapi, sulit sekali menyadarkan diri ini agar tidak berharap lagi pada Mas Harris.Hah ... sudahlah. Kenyataannya memang menyakitkan. Aku harus ikhlas semua berakhir seperti ini. Lucunya, aku dan Mas Harris bahkan belum memulai sebuah hubungan, tapi semua sudah berantakan."Ojek, Mbak?" Tiba-tiba ada tukang ojek menawarkan dirinya. Sejak tadi aku memang berdiri di pinggir jalan."Ke jalan Tunas Harapan, ya, Pak," kataku sambil menghampiri tukang ojek tadi. Namun, baru saja aku hendak naik ke motor, seseorang menarik tangan ini."Anjani ...."Ternyata orang itu adalah Mas Harris. Pria yang kini berkemeja hitam itu menatapku lekat penuh arti. Kedua matanya terlihat merah dan berair. Sepertinya dia sedang berusaha keras menahan air matanya."Mas Harris ...." Aku terkejut melihat Mas Harris ada di hadapan. Rasanya tak percaya jika pria itu menyusulku. Apa mungkin diri ini sedang bermimpi? Atau halusinasi?Mas Harris
Aku merasa takjub sekali ketika kaki ini menginjak pelataran rumah papanya Mas Harris. Bangunan megah yang terpampang di hadapan sudah cukup membuktikan bahwa keluarga Mas Harris bukan orang sembarangan.Lagi, aku merasa insecure. Apakah pantas diri ini bersanding dengan pria yang berasal dari keluarga berada? Anjani hanya wanita biasa. Tak ada kelebihan apa-apa."Anjani? Kok, bengong? Ayo." Mas Harris menepuk bahuku. Pria berkemeja hitam itu kemudian memberikan lengannya untuk aku gandeng."Selamat datang, Pak Harris. Tuan sudah menunggu di dalam. Mari silahkan masuk." Seorang pria berseragam satpam menyambut kami. Dari ucapannya, sepertinya Mas Harris sudah berjanji akan bertamu pada sang papa."Mas ... aku ...." Aku tak bisa untuk mengutarakan isi hati. Mas Harris sudah lebih dulu menggelengkan kepalanya."Mas ada di sini. Jangan takut," ucap Mas Harris menenangkan.Meski Mas Harris berkata seperti itu, tapi, jantung ini tetap saja berdebar-debar tak menentu. Ini kali pertama aku a
"Iya, ya? Keknya itu mbak pelakor yang viral itu, deh." Lagi, kalimat yang sama kembali terdengar. Beberapa orang di taman ini ternyata tahu bahwa diri ini yang sedang viral di media sosial.Perasaan yang tadi bahagia, kini seketika berubah mendung kembali. Mas Harris yang saat ini masih menunggu jawaban dariku, bangkit dan berteriak, "Kalian semua yang ada di sini dengarkan saya! Wanita di samping saya ini namanya Anjani bukan mbak pelakor! Dia tidak merebut saya dari siapa pun! Silahkan kalian cari tau siapa itu Harris Atmaja Hadiwinata. Lihat biodatanya, apakah dia seseorang yang sudah memiliki pasangan. Berita yang viral itu hoax. Saya tegaskan sekali lagi, Anjani bukan pelakor! Jika saya mendengar lagi ada yang menyebutnya demikian, saya tidak segan-segan untuk membawanya ke ranah hukum!"Aku terperangah mendengar ucapan Mas Harris. Selama ini aku mengenalnya sangat lemah lembut dalam bertutur kata. Namun, ternyata dia bisa sangat tegas ketika membelaku."Kita pergi dari sini." M
Mataku membulat sempurna mendengar penuturan Mas Harris. Tangan ini pun seketika reflek mendorongnya menjauh dariku. Pria itu benar-benar egois, dia bicara tanpa memikirkan bagaimana ke depannya."Anjani, kamu kenapa?" tanya Mas Harris tanpa rasa bersalah."Kamu yang kenapa, Mas? Kenapa kamu bilang besok kita akan menikah? Kita bahkan tidak memiliki hubungan apa-apa. Bagaimana mungkin besok kita menikah? Kamu pikir aku ini perempuan apa?"Mas Harris meraih tanganku. Namun, buru-buru aku mengibaskan tangannya. Aku benar-benar marah pada pria itu.Mas Harris menunduk. "Aku mencintaimu, Anjani. Sungguh," katanya setelah beberapa saat. Kini semua orang terdiam. Termasuk Dara. Mungkin mereka syok mendengar ungkapan hati Mas Harris barusan. "Kamu yang dari dulu mas inginkan. Kamu juga mencintai mas, kan?""Cukup, Harris! Tante benar-benar tak mengerti dengan jalan pikiran kamu! Dari segi apa pun, Dara lebih baik daripada Anjani. Tapi kenapa kamu memilih Anjani?""Karena cinta tidak butuh ka
"Saudari Mira masih dirawat di rumah sakit Graha Yasmine, Bu Anjani. Kandungannya mengalami masalah."Aku harus menelan pil pahit ketika mendatangi lapas tempat di mana Mira ditahan. Ternyata wanita perebut mantan suamiku itu belum pulih keadaannya."Kalo begitu saya permisi, ya, Pak. Terima kasih informasinya." Aku pun bergegas pergi meninggalkan lapas tahanan dan berniat langsung menuju rumah sakit.Aku sudah izin terlambat datang bekerja pada Mas Harris dan sudah berkoordinasi dengan anggotaku. Semoga sebelum siang, aku sudah sampai di resort.***"Saudari Mira butuh istirahat yang cukup. Mohon tidak mengganggunya sekarang," kata dua orang polisi yang berjaga di pintu masuk ruang perawatan Mira.Aku seperti hampir putus asa. Namun, bukan Anjani namanya jika pantang menyerah. Setelah memohon dengan sungguh dan meyakinkan hanya bicara sepuluh menit, akhirnya aku diperbolehkan masuk ke ruang perawatan Mira."Aku tidak bisa lama di sini. Aku hanya ingin tau, di mana Mas Rendy? Bu Ida d
"Lepaskan Dara, Ma! Dara nggak mau di sini!""Tapi kamu belum pulih, Dara! Mama nggak mau kamu kenapa-napa."Aku dan Mas Harris yang baru saja tiba di depan pintu ruang perawatan Dara, seketika langsung saling pandang setelah mendengar suara kegaduhan itu.Mas Harris tak langsung mengetuk pintu, dia malah menarik tanganku menjauh dari ruangan itu."Anjani, sebaiknya kamu jangan ikut masuk. Lebih baik kamu tunggu mas di kafetaria aja. Mas nggak mau bikin suasana di dalam tambah ribut."Aku berpikir, ada benarnya juga saran Mas Harris. "Ya, udah aku tunggu mas di kafetaria aja."Mas Harris langsung memintaku pergi secepatnya. Setelah itu dia pun mengetuk pintu ruang perawatan Dara.Aku masih tak habis pikir kenapa Dara sampai nekat mau bu nuh diri. Seharusnya, kan dia berpikir panjang sebelum bertindak. Benar kata orang, usia tidak menjamin kedewasaan.Mungkinkah apa yang dilakukan Dara ada hubungannya dengan Mas Harris? Wanita itu hilang akal sehat gara-gara Mas Harris mengakui aku seb