Share

Luluh Lantak

Author: Nania Orchid
last update Last Updated: 2025-04-28 14:43:49

Aku bertanya dengan lantang dan penuh emosi. Sungguh, aku tak tahan lagi untuk bersabar. Mas Rendy dan Mbak Mira harus mempertanggung jawabkan perbuatannya. Jika perlu, perselingkuhan mereka harus diumbar.

Aku bukan wanita salehah yang bisa sabar dan diam ketika disakiti. Aku tahu, bersabar dalam rumah tangga yang situasinya menyakitkan akan mendapatkan ganjaran surga. Namun, dalam hal pengkhianatan, maaf diri ini tak bisa.

"Kamu ngomong apa, sih?"

Dasar munafik! Bisa-bisanya Mas Rendy bertanya seperti itu. Ekspresi wajahnya padahal sudah jelas menunjukkan bahwa dia sedang ketar-ketir.

"Suruh jal*ng itu keluar atau aku yang menyeretnya!" Mataku melotot. Mungkin wajahku sekarang merah padam. Air mata juga mulai berjatuhan. Ya, begitulah aku. Selalu menangis jika sedang marah.

"Anjani, kamu ini kesurupan apa? Kenapa tiba-tiba marah-marah? Ucapanmu juga aneh."

"Sebelum aku bertambah kesurupan, cepat suruh keluar si Jal*ng itu! Jangan drama, Mas! Aku sudah tau semuanya!"

Mas Rendy kaget. Dia pasti tak menyangka jika aku mengetahui kebusukannya. Pria tak tahu bersyukur itu benar-benar membuatku muak.

Aku yakin, Mbak Mira pasti mendengar kegaduhan yang aku ciptakan. Dasar pelakor cap teri. Sudah ketahuan masih saja tak berani menampakkan diri.

"Oke, kalau kamu nggak mau suruh si jal*ng itu keluar, aku yang akan menyeret dan mengaraknya keliling kampung!" Aku menerobos masuk ke dalam kamar. Mas Rendy sigap menghadang. Namun, dia tak berhasil menahan tubuh ini.

"Keluar kamu Mira! Keluar!" seruku sambil mengobrak-abrik isi kamar.

"Tenang, Anjani. Mana ada Mbak Mira di sini. Tolong jangan seperti ini." Mas Rendy berusaha membuatku tenang. Dia menangkap tubuhku dari belakang.

"Lepaskan! Cepat suruh keluar si jal*ng itu!"

"Tenang, Anjani! Mana mungkin Mbak Mira di sini."

"Diam!" Aku membentak Mas Rendy dan seketika membuat pria berkaus putih itu terlonjak kaget. Jelas saja dia kaget, karena selama pernikahan sepuluh tahun, aku belum pernah sekali pun membentaknya.

"Aku tau kamu menyembunyikan si Mira di sini, Mas! Aku bahkan tau apa yang kalian lakukan barusan. Jahat kamu, Mas! Aku susah payah mati-matian cari uang, kamu malah senang-senang di ranjang ini! Dasar laki-laki b*jing*n!" Tanganku melayang dengan kecepatan tinggi ke wajah Mas Rendy. Namun, aku belum puas karena Mbak Mira belum aku berikan pelajaran.

"Kamu kira aku nggak tau di mana Mira?!" Aku berjalan ke arah lemari. Entah kenapa aku yakin sekali jika wanita sialan itu bersembunyi di sana.

Good job. Benar saja. Ketika lemari aku buka lebar, sosok Mbak Mira ada di sana. Dia duduk memeluk lutut. Rambutnya tampak acak-acakan. Dan ... tubuhnya hanya berbalut handuk. Kelihatannya, permainan mereka sangat hot. Menjijikkan!

"Sini kamu!" Dengan geram aku menarik rambut Mbak Mira yang panjang tergerai. Dia memekik kesakitan, tapi aku tak mempedulikannya. Ini tak seberapa dengan rasa sakit yang telah dia torehkan.

"Ampun, Anjani! Lepas! Mas Rendy tolong aku!" pekik Mbak Mira kesakitan. Aku pikir dia bakal melawan dan kami akan terlibat baku hantam. Eh, ternyata dia tak berani untuk membalas perlakuanku.

"Tolong lepaskan Mbak Mira, Anjani! Kamu nggak malu kalau ada yang dengar keributan ini?"

"Baguslah kalau ada yang dengar! Justru itu yang bagus. Biar orang tau kelakuan kalian!" Aku semakin kencang menjambak rambut Mbak Mira. "Sini kamu!" Aku menarik paksa Mbak Mira keluar kamar.

"Hentikan, Anjani! Jangan kelewatan kamu! Kasihan Mbak Mira!" Tak kusangka Mas Rendy tega memarahiku demi membela selingkuhannya.

"Apa ... kasihan? Jadi kamu kasihan sama si jal*ng ini!? Aku mati-matian kerja sampe luar negeri demi keluarga, kamu nggak kasihan!? Dasar laki-laki nggak punya ot*k!" Air mataku kian deras mengucur. Sakit sekali hati ini ketika suami yang harusnya menjaga hati, tapi ternyata tega menyakiti dengan sengaja.

"Maksudnya bukan begitu, Sayang—"

"Jangan panggil aku sayang! Aku j!j!k mendengarnya!" sergahku pada Mas Rendy. Dulu aku sangat bahagia jika dipanggil sayang olehnya. Namun, sekarang panggilan itu seperti duri yang menusuk dada ini. Sakit.

"Tolong lepaskan aku, Anjani! Aku malu jika tetangga yang lain sampai dengar dan tahu." Mbak Mira memohon dengan suara melas. Akan tetapi, aku sama sekali tak kasihan. Seharusnya dari awal dia berpikir seperti itu sebelum berani tidur dengan suami orang.

"Nggak usah bicara malu! Sini kamu!" Aku terus menarik tangan Mbak Mira menuju pintu depan. Aku tak peduli dicap sebagai pembuka 4ib suami sendiri. Pada kenyataannya, aku hanya butuh keadilan. Siapa yang tak marah jika diduakan?

"Anjani! Cukup!" Tiba-tiba Mas Rendy mend0r0ngku k3r4s. Akibatnya tubuh ini lepas kendali dan hampir saja kepalaku terb3ntur pintu.

Mendapatkan perlakuan seperti itu dari Mas Rendy tentu membuatku semakin em0si. Tampak sekali dia sangat menyayangi Mbak Mira daripada aku, istrinya sendiri. Oke, aku akan buat pria kurap itu menyesal seumur hidupnya.

Mas Rendy sigap menutupi tvbvh Mbak Mira dengan jaket miliknya yang tersampir di sofa. "Kamu nggak apa-apa?" tanyanya sambil mengusap rambut Mbak Mira.

Apa-apaan ini? Mas Rendy tega sekali mempertontonkan keme5raannya dengan Mbak Mira di depanku? Ternyata, dia benar-benar berniat membuatku semakin terlvka sangat dalam.

Si4l! Aku tak mampu menyembunyikan kesedihan ini. Air mataku mengalir kian deras. Nyatanya, pemandangan itu telah meluluhlantakkan hati ini. Pernikahan yang dulu bagaikan surga, kini telah berubah neraka yang menghanguskan semua harapan dalam sekejap mata.

"Tega kamu, Mas! Pergi kalian dari rumahku! Aku muak!"

"Anjani, kamu salah paham. Aku dan Rendy nggak ada apa-apa. Kamu jangan marah-marah dulu." Tiba-tiba, Mbak Mira berkata demikian. Wajahnya kini basah oleh air mata. Dasar wanita silvman. Sudah terbukti tidur dengan suamiku, eh masih saja ngeles.

"Hmm ... lucu banget, ya dramanya. Nggak ada apa-apa, tapi main gil* di r4nj4ng. Kamu pikir aku buta? Dasar mur*han!"

"Jaga mulut kamu! Aku bukan wanita mur4han!" Tak kusangka Mbak Mira berani melawan ucapanku.

"Kalo bukan mur4han apa? Gratisan? Gampangan? Ngaca sana! Biar sadar!"

"Kurang aj*r!" Tangan Mbak Mira hampir saja mengenai wajah ini jika saja tanganku tak sigap menahannya.

"Jangan sentuh aku! Mau aku pa tahkan tulangmu!? sergahku sambil mendorong Mbak Mira dengan ka sar.

Melihat Mbak Mira aku do rong, Mas Rendy sigap menahan tubuh wanita ga tal itu. Ternyata mereka sangat cocok. Best couple. Kurap bertemu bang kai. Klop banget.

"Cepat pergi dari rumahku!"

"Anjani!" Seseorang tiba-tiba muncul dan berteriak memanggil namaku. Wajahnya terlihat sangat ma rah.

Bersambung ....

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Wanita Lain di Ranjang Suamiku    Ternyata Buaya

    Wanita Lain di Ranjang Suamiku (9)Ungkapan hati Pak Harris membuat darahku berdesir. Ternyata dia adalah pria buaya sama seperti Mas Rendy. Dia itu sudah menikah, eh bisa-bisanya bicara seperti itu padaku."Saya harus pergi. Terima kasih atas bantuan Anda pada putri saya." Aku berdiri. Sudah tak tahan lagi berlama-lama di tempat ini."Anjani." Pak Harris meraih pergelangan tanganku. "Saya belum selesai bicara," sambungnya tanpa ada rasa bersalah. Matanya menatapku lekat seolah-olah mencegahku jangan pergi.Aku mengibaskan tangannya. "Jangan sentuh saya!""Ma-maaf," kata Pak Harris. Kini dia menunduk. Mungkin merasa segan karena refleks memegang tangan ini tadi.Aku tak lagi menoleh ke Pak Harris. Aku segera masuk ke dalam kafe untuk mengajak Chika pergi. Niat hati mau mencari rumah, eh malah bertemu buaya cap sampah."Anjani! Tolong dengarkan saya. Saya nggak maksud untuk mempermainkan kamu. Saya—""Saya sibuk banyak urusan!" Dengan terpaksa aku melihat ke arah Pak Harris yang ternya

  • Wanita Lain di Ranjang Suamiku    Bertemu Mantan Bos

    Wanita Lain di Ranjang Suamiku (8)Mendapat pertanyaan seperti itu dari pria berjas hitam tadi, seketika membuatku menunduk malu. Dasar ceroboh! Bisa-bisanya aku melihat orang tanpa berkedip."Kamu belum menjawab pertanyaan saya, lho. Kenapa tadi ngelihatin saya begitu?"Aku mendongakkan kepala, kembali melihat orang berwajah tampan di hadapan. Dan ... akhirnya ingatan ini bekerja dengan sempurna. Sekarang, aku sudah ingat siapa dia."Maaf, saya cuma refleks karena kaget. Maaf kalau Anda tidak nyaman."Pria itu mengangguk, kemudian tanpa aku duga dia menarik kursi kosong dan duduk di sampingku. "Masa iya cuma refleks? Saya, nggak percaya."Entah kenapa, tiba-tiba jantungku berdegup kencang. Rasanya canggung sekali berada satu meja dengan Pak Harris. Ya, nama pria itu adalah Harris. Bos tempatku bekerja sebelum menjadi TKW sekaligus pemilik sanggraloka terbesar di kota ini.Aku tidak tahu kenapa kami bisa bertemu di sini. Namun, aku yakin tidak ada yang kebetulan di dunia ini. Semua ya

  • Wanita Lain di Ranjang Suamiku    Siapa Dia?

    Wanita Lain di Ranjang Suamiku (7)"Pak Wahyu? Ada apa, ya sepertinya ada yang penting?" tanyaku pada Pak Wahyu. Beliau adalah pemilik toko bangunan di desa kami."Begini Anjani, saya ke sini mau nagih hutang sama kamu. Kata Bu Ida, mertuamu, kamu mau bayar hutangmu hari ini."Penuturan Pak Wahyu sontak membuatku kaget. Kenapa lagi-lagi aku dihadapkan dengan utang tidak jelas? Pasti ini ulah Mas Rendy dan ibunya lagi. Dasar keluarga sampah cuma bisa membuatku susah."Hutang apa, ya, Pak? Saya merasa nggak pernah punya utang ke Bapak?""Memang bukan kamu yang berhutang ke toko saya, Anjani. Tapi nama kamu yang dipakai Rendy dalam catatan bon saya."Astaghfirullah! Mas Rendy benar-benar jahat! Tega sekali dia menjadikan diri ini tumbal demi bisa berhutang. Aku jadi penasaran, bahan bangunan apa yang diambil dari toko Pak Wahyu? Sementara tak satu pun dari bagian rumah berubah. Termasuk beranda yang katanya waktu itu direnovasi."Begini, Pak Wahyu. Saya benar-benar tidak tahu perihal ini

  • Wanita Lain di Ranjang Suamiku    Bukan Wanita Lemah

    "Anjani! Tunggu Anjani!" pekik ibunya Mas Rendy sambil berlari ke arahku. "Makin ngelunjak, ya, kamu! Maksudnya apa kamu menjual rumah ini?!""Ini rumahku. Suka-suka aku mau menjualnya atau tidak," jawabku dengan wajah ketus.Ya, aku memutuskan menjual rumah yang sekarang aku tempati. Selain ingin jauh dari Mas Rendy, aku sudah tak nyaman tinggal di sini karena pernah dipergunakan untuk berzina. Mana mau aku terkena sialnya."Enak aja kamu jual! Kembalikan dulu uangku!"Aku menatap ibunya Mas Rendy tajam. "Nggak mau! Uangku udah habis buat bayar hutang-hutang Mas Rendy.""Itu namanya enak di kamu susah di ibu. Hutang itu kan untuk makan dan keperluan Chika. Wajarlah kamu yang membayarnya. Apa gunanya kamu kerja jauh-jauh sampe luar negeri kalo bukan untuk Chika."Hari masih terlalu pagi. Namun, emosi ini sudah naik gara-gara ibunya Mas Rendy. Entah kapan ucapannya tidak membuatku sakit hati."Bu, Mas Rendy itu ayahnya Chika. Seharusnya dia yang menafkahi Chika. Jadi anggap saja uang I

  • Wanita Lain di Ranjang Suamiku    Satu Persatu Terungkap

    Aku menatap geram wajah Mas Rendy. Aku sangat yakin dialah biang semua masalah. Dia harus tanggung jawab karena sudah membuat kacau balau hidupku."Ke mana semua uang yang aku kirim ke kamu, Mas? Apa benar yang Ibu bilang?"Mas Rendy gelagapan. Dia seperti tengah berpikir keras untuk memberikan jawaban yang terbaik."Jawab!" seruku lantang. Aku benar-benar kehilangan kesabaran dan akal sehat sekarang. Siapa yang tak marah jika dibohongi, dibodohi dan diselingkuhi oleh suami sendiri?"Jangan teriak-teriak, Anjani! Nggak malu kamu sama tetangga?""Ibu diam! Jangan ikut campur!"Aku bahkan kehilangan rasa hormat dan sopan santun pada orang tua. Toh, dia juga tidak pernah memperlakukan diri ini layaknya menantu. Selama ini, ibunya Mas Rendy hanya melihat kekurangan dan kesalahanku saja."Istrimu memang keterlaluan, Ren. Ibu yang ngurus Chika, tapi dia sama sekali tidak menghormati ibu." Ibu menangis. Dia pikir aku peduli?Drama! Aku muak dengan semua ini. Ya Allah ... ampuni hamba, tapi h

  • Wanita Lain di Ranjang Suamiku    Ke Mana Uangku Pergi?

    "Kurang aj*r sekali kamu mengusir anakku!" teriak orang itu lagi sambil terus mempercepat langkahnya agar cepat sampai di dekatku. "Mentang-mentang sekarang udah kaya, udah bisa beli ini itu. Sombongnya selangit!"Hati ini bertambah sakit mendengar ucapan ibu mertuaku. Bisa-bisanya marah-marah padahal belum tahu masalah sebenar. Seharusnya cari tahu dulu karena apa aku mengusir anak tercintanya itu."Bunda ...," teriak Chika sembari menghambur ke pelukanku. "Bunda udah pulang? Chika kangen Bunda." Chika berkata sambil terus memelukku. Ya, Allah, putriku ternyata sudah besar. Ada rasa bersalah dalam dada karena tidak bisa hadir dalam tiap pertumbuhannya.Kuciumi Chika dengan air mata berlinangan. Sesak sekali dada ini mengingat kebahagiaan kami sudah tak bisa seperti dulu lagi setelah ini. Chika pasti yang akan menjadi korban atas apa yang terjadi."Bunda kenapa nangis?""Bunda bahagia, Nak. Bunda senang akhirnya bisa meluk kamu. Maaf, ya bunda baru pulang sekarang," jawabku dengan air

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status