Share

2. Pilihan Terakhir

***

Kasih menghela napas dalam-dalam, mengejar setiap detik waktu yang semakin berlalu cepat saat dia tahu adiknya, Zayn, masuk ke rumah sakit. Hatinya terasa berkecamuk, dipenuhi kegelisahan karena belum mengetahui kondisi sebenarnya yang dialami oleh adiknya. Ketika tiba di rumah sakit, seorang pegawai lapas menghampirinya, memperkenalkan diri sebagai Hafid.

"Mbak Kasih, ya?" tanya Hafid dengan penuh perhatian.

"Iya, Pak. Saya Kasih, kakaknya Zayn," balas Kasih dengan wajah cemas.

"Saya Hafid, petugas lapas yang ditugaskan untuk menjaga Zayn," ucap Hafid memperkenalkan diri.

Terima kasih sudah menjaga adik saya, Pak," kata Kasih dengan senyuman lemah. "Zayn kenapa bisa masuk rumah sakit, ya? Dia sakit apa?"

"Zayn tidak sakit apa-apa, Mbak," jawab Hafid dengan ekspresi serius.

Kening Kasih mengernyit. "Lalu, kenapa Zayn bisa masuk dan dirawat di rumah sakit?"

"Saya tidak tahu kenapa alasan pastinya apa, saya sudah menemukan Zayn bersimbah darah dan tergeletak karena dihajar oleh tahanan lainnya," jelas Hafid, mencoba memberikan klarifikasi.

Bagai disambar petir di siang bolong, Kasih merasa kakinya lemah mendengar alasan adiknya masuk ke rumah sakit. "Kenapa mereka bisa setega itu pada adik saya, Pak? Adik saya bukan anak yang suka cari masalah," ucapnya dengan suara yang bergetar.

"Mereka hanya salah paham katanya, tapi alasan pastinya sedang kami usut," balas Hafid dengan nada bijak.

"Saya boleh lihat Zayn?" tanya Kasih dengan mata yang berkaca-kaca.

Hafid mengangguk. "Masuk saja ke ruangannya, Mbak."

Tanpa menunggu lama, Kasih segera masuk ke dalam kamar perawatan. Di ujung pintu, langkah kakinya tertahan melihat tubuh Zayn yang terbaring lemah. Wajah adiknya penuh lebam biru, membuat Kasih yakin bahwa Zayn pasti menderita di dalam penjara. Kasih menangis, hatinya teriris karena sebagai kakak, dia merasa gagal menjaga Zayn dengan baik. Kasih menghapus air mata dengan jemarinya, berusaha kuat meski hatinya hancur.

Kasih mendekat ke sisi ranjang Zayn, berusaha tersenyum meski hatinya dilanda kepedihan. "Jangan banyak bicara, Zayn," pinta Kasih dengan lembut.

Zayn menangis, melepaskan rasa sakit yang terpendam. "Maafkan Zayn, Kak. Zayn malah membuat Kakak malu," ucapnya pelan.

Kasih menggelengkan kepalanya dengan lembut. "Harusnya Kakak yang minta maaf sama kamu, Zayn. Kakak belum bisa membuatmu keluar dari penjara, tapi Kakak berusaha agar kamu mendapatkan keadilan. Maafkan Kakak ya! Kamu jadi menderita begini karena Kakak lalai menjagamu."

"Kakak adalah kakak terhebat di dunia. Zayn sangat beruntung karena bidadari seperti Kakak adalah saudara Zayn. Zayn sayang sama Kakak," balas Zayn dengan tulus.

"Kakak juga sangat sayang sama kamu, Zayn. Kakak minta maaf karena membuatmu harus merasakan luka seperti ini," ucap Kasih, mencoba menyampaikan penyesalannya.

"Kakak percaya sama Zayn?" tanya Zayn, memandang Kasih dengan mata penuh harap.

Kasih mengangguk mantap. "Kakak sangat percaya sama kamu. Kakak yakin kamu dijebak, hanya saja Kakak belum menemukan bukti yang kuat karena mereka adalah seorang penguasa. Tapi, kamu tak perlu khawatir ya! Kakak yakin di dunia ini pasti masih ada keadilan untuk kita," jawab wanita itu dengan tekadnya.

"Kakak… Zayn sudah tidak kuat. Zayn takut dan tidak mau kembali ke penjara. Mereka di sana menghajar Zayn tanpa ada belas kasihan. Kakak… Zayn mohon, tolong keluarkan Zayn dari tempat itu," pinta Zayn dengan suara yang bergetar.

"Kakak pasti akan mengeluarkan kamu secepatnya dari tempat terkutuk itu, Zayn. Mereka harus membayar apa yang telah dilakukan pada kamu. Kakak janji mereka pasti akan menderita," kata Kasih dengan penuh keyakinan. "Kamu percaya saja sama Kakak! Kali ini Kakak tidak akan membiarkan kamu menderita!"

Kasih memikirkan satu nama, satu-satunya orang yang mampu membantunya. Dia harus mengambil risiko dan menggadaikan harga dirinya agar Zayn tidak terus menderita di tangan para penguasa yang zalim. Kasih tahu dunia ini kejam, tapi dia siap melakukan apapun demi adiknya.

***

Kasih merasa tubuhnya seperti terbungkus dingin dan ketakutan yang tak terbayangkan. Namun, keputusannya untuk menurunkan harga diri demi Zayn semakin menguat. Ia berusaha menahan diri agar tak menunjukkan rasa takutnya pada Arthur yang terus mengamati setiap gerakannya.

Wily, sang asisten  keluar dari ruangan, meninggalkan Kasih dan Arthur dalam keheningan yang tidak nyaman. Arthur dengan wajah angkuhnya, seperti predator yang menunggu mangsanya dengan sabar.

"Apa yang kamu inginkan?" tanya Arthur dengan dingin, membuat Kasih merinding.

"Saya mau meminta bantuan Pak Arthur untuk membebaskan adik saya, dan saya ingin nama baik adik saya pulih," jawab Kasih dengan tenang, meskipun dadanya dipenuhi kecemasan.

"Apa aku tidak salah dengar?" Arthur bertanya dengan sengaja.

"Saya mohon, Pak. Saya hanya bisa meminta bantuan sama Bapak karena tidak ada lagi orang yang bisa membantu saya," balas Kasih.

"Aku bukan panti sosial, jadi kamu salah meminta bantuan padaku," ucap Arthur dengan jumawa.

Kasih menghela napas pendek. "Saya akan melakukan apapun yang Bapak minta, saya rela bekerja seumur hidup tanpa dibayar asal adik saya bisa bebas dari penjara."

Tawa Arthur meledak, mencerminkan kemenangan dalam pandangan dinginnya. "Mana wanita sombong yang kemarin lancang menamparku? Apa sosok yang ada di depanku ini adalah orang yang sama?" ejeknya.

"Saya minta maaf atas kelancangan saya kemarin," balas Kasih dengan lembut.

Arthur tersenyum miring. "Berlutut padaku!" perintahnya dingin.

Kasih langsung menuruti perintah Arthur, berlutut di depannya. Saat ini, ia harus rela menurunkan harga dirinya agar Arthur mau membantunya membebaskan Zayn. Keputusan sulit, namun Kasih memilih untuk mempertaruhkan dirinya demi kebebasan adik tercinta.

Arthur menghampiri Kasih dan berdiri di depannya. "Bangun lah!" perintahnya.

Kepala Kasih menengadah, dan dia mencoba menahan ketakutannya melihat tatapan buas yang dilontarkan Arthur.

"Kamu tidak menuruti apa yang aku katakan?" tanya Arthur, meningkatkan intonasi suaranya.

Kasih berdiri tegak, dan jarak antara tubuhnya dengan Arthur semakin dekat. Pria itu menatapnya dengan dingin, pandangannya yang tajam tepat berada di bagian dadanya membuat Kasih merinding.

"Buka kancing kemejamu!"

"A-apa?" pekik Kasih, takjub dengan permintaan yang tidak terduga ini.

"Kamu tuli?" tanya Arthur dengan nada sinis.

"T-tapi untuk apa saya membuka kancing kemeja saya?" tanya Kasih, mencoba menjelaskan rasa bingungnya.

"Karena aku ingin menilai seberapa pantasnya tubuhmu untuk aku beli! Jika tubuhmu layak, maka aku akan menyanggupi permintaanmu, dan juga semua hutang ayahmu lunas!" Arthur menjelaskan dengan serius, senyuman jahat di bibirnya.

Kasih memejamkan matanya sejenak, mencoba mengumpulkan kekuatan. Dengan tangan yang bergetar, dia membuka kancing kemejanya satu per satu. Tubuh bagian atasnya yang putih dan mulus sekarang terpampang di depan Arhur.

"Lepas semuanya!" perintah Arthur tanpa ampun.

"Apa?! Semuanya?" pekik Kasih, merasa tidak percaya dengan permintaan ini.

"Kenapa? Kamu mau menolaknya?" Arthur berbicara dengan sinis dan merendahkan.

Kasih pasrah, tubuhnya yang selama ini dia jaga dan tutup rapat akhirnya harus dia perlihatkan pada pria yang dianggapnya sebagai iblis. Kasih menanggalkan kemejanya dan semua kain yang menutupi tubuh atasnya. Detik ini, tubuh Kasih bagian atas terlihat sangat polos, dan keindahannya terpampang jelas di mata pria itu.

Arthur tersenyum, senyum yang begitu meyakinkan kesombongan dan keangkuhan. Senyum itu membuat Kasih merasa seperti terhempas ke jurang keputusasaan yang lebih dalam.

"Maka dari sekarang, kamu menjadi milikku!" bisik Arthur dengan seringai.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status