***
"Kasih, kamu kenapa harus pindah kost segala sih? Kan rumah kamu juga itu dikontrakkan sama orang, Zayn juga sudah pergi ke Singapura. Jadi, mending kamu di sini saja sama aku dan mama," ucap Echa.“Aku tidak mau merepotkan kamu dan mamamu,” balas Kasih.
Echa menghela napas panjang. "Kamu baik-baik saja, kan?"
"Tentu saja aku baik-baik saja, buktinya kita bisa ngobrol berdua begini," jawab Kasih.
"Akhir-akhir ini kamu selalu pulang malam, Kasih. Kamu bahkan sulit aku hubungi, aku khawatir karena tidak biasanya kamu tidak memberi kabar begini."
"Aku memang sibuk menyiapkan study Zayn, jadi nggak sempat kasih kabar ke kamu karena terlalu letih," balas Kasih menjelaskan.
"Syukur kalau kamu baik-baik saja. Aku harap kamu dan Zayn selalu bahagia ya! Aku lega karena Zayn akhirnya bisa mewujudkan mimpinya bersekolah ke Singapura. Aku ingin nanti kalau ada apa-apa atau kamu butuh bantuan, kamu jangan sungkan bilang sama aku atau mama ya!"
"Itu pasti, Cha. Kalau ada apa-apa aku memang selalu merepotkan kamu sama Tante Icha," balas Kasih terkekeh.
"Tidak merepotkan sama sekali. Dulu keluarga kamu selalu membantu kami, aku dan mama banyak berhutang budi dengan keluarga kalian."
Kasih langsung memeluk Echa singkat. "Terima kasih karena masih menyayangi kami dan selalu ada untuk kami ya! Terima kasih karena masih berada di sisi kami, padahal semua orang meninggalkan kami dengan kejam. Hanya kamu dan Tante Icha lah yang selalu ada dengan kami. Aku bersyukur karena Tuhan mengirim bidadari seperti kalian."
"Kalian tidak akan pernah kami tinggalkan, Kasih. Kamu dan Zayn adalah keluarga bagiku dan mama! Jadi kalau ada apa-apa, kamu dan Zayn wajib kasih tahu kami. Aku lagi mode paksa ya!" balas Echa dengan memasang wajah serius.
Kasih setengah tertawa. "Iya. Aku kan sudah bilang kalau aku pasti dengan senang hati merepotkan kamu dan Tante Icha."
"Aku senang lho kalian repotkan," ujar Echa.
"Terima kasih ya!" ucap Kasih sekali lagi. "Tapi mungkin untuk sekarang dan ke depannya, aku pasti jarang bertemu kamu atau pun menjenguk Tante Icha karena posisiku sebagai Personal Assistant sangat menyita waktuku. Nanti kalau ada waktu libur, aku pasti menjenguk kalian," ucapnya.
"Jadi kamu sekarang jadi PA?" tanya Echa terkejut.
"Eh, aku memangnya belum cerita sama kamu, ya?"
Echa menggelengkan kepalanya. "Kenapa kamu baru kasih tahu? Kamu jadi PA siapa?"
"Aku lupa! Maafkan aku, Cha! Saking sibuknya ngurus persiapan Zayn, aku lupa kalau saat ini posisiku di perusahaan berubah jadi PA."
"Boss kamu siapa?"
"Aku jadi PA-nya Pak Arthur."
"Arthur Romeo?" tanya Echa agak ragu.
Kasih mengangguk. "Memang dia. Kan kamu juga tahu kalau Pak Arthur itu Presdir di perusahaan."
"Kok bisa sih?"
"Bisa kenapa?" tanya Kasih bingung.
"Maksudku kok kamu bisa jadi Personal Assistant-nya dia?"
"Kalau itu mana aku tahu, kan yang menentukan dari kepala HRD sama Pak Athur sendiri," balas Kasih.
Echa duduk di sampingnya, raut wajahnya penuh kekhawatiran. Mereka duduk di atas kasur, berdua saling bertatapan dalam percakapan serius.
"Kamu tahu kan kalau selama ini PA-nya Pak Arthur itu nggak ada yang namanya wanita? Dia selalu membenci wanita dan dulu pernah ada PA-nya itu gadis muda yang cantik, seksi, dan pintar, tapi gadis itu hanya tahan kerja tiga hari karena tidak sanggup. Kamu tahu kan bagaimana sifat dari dia?" ungkap Echa.
Kasih mengangguk. "Iya, aku tahu kok."
"Terus?" Echa menunggu dengan tatapan prihatin.
"Terus apa?" tanya Kasih, ia merasa bahwa Echa memang memiliki sesuatu yang ingin dia sampaikan.
"Kamu masih mau jadi Personal Assistant-nya? Dia terkenal sebagai pria iblis lho, Kasih," ucap Echa dengan suara khawatir.
"Aku tidak peduli, aku sudah biasa berhadapan dengan manusia yang berhati iblis, jadi ya nggak masalah. Bagiku yang penting aku kerja," jawab Kasih tanpa ragu.
"Kamu yakin?" Echa mencoba memahami pilihan sahabatnya.
"Kamu meragukanku?" Kasih menatap Echa dengan serius.
"Bukan kamu, tapi aku tidak mau kamu ada masalah karena berhubungan dengan pria monster itu. Aku hanya khawatir sama kamu," ungkap Echa dengan tulus.
'Aku memang sudah menderita karena terjebak pernikahan kontrak,' balas Kasih dalam hati, tetapi dia tidak menyampaikan pikiran itu pada Echa.
"Kasih… " panggil Echa dengan penuh kekhawatiran.
"Hmm… apa?" Kasih merespon.
"Aku khawatir sama kamu. Kamu mau nggak resign saja dan kerja di salah satu perusahaan milik teman baikku?" tawar Echa dengan harapan.
Kasih menggelengkan kepalanya. "Terima kasih atas tawarannya ya, Echa. Aku tidak ada rencana untuk resign. Kamu juga tidak perlu khawatir kalau aku jadi Personal Assistant-nya Pak Arthur karena aku pasti baik-baik saja. Aku tidak takut karena kamu juga tahu kalau selama ini aku selalu berhadapan dengan manusia yang berhati iblis, jadi masalah Pak Arthur ya aku nggak takut. Kan Pak Arthur masih normal. Masih suka makanan manusia, dia nggak mungkin menghisap darahku."
"Kasih! Kamu selalu saja bercanda, padahal aku benar-benar khawatir sama kamu karena kamu jadi PA-nya pria monster itu."
Kasih setengah tertawa. "Tenang! Kamu juga tahu siapa sahabat baikmu ini. Aku adalah pawang dari iblis, jadi aku bisa dengan mudah menaklukan mereka."
"Tapi kalau ada apa-apa dan kamu nggak betah kerja sama dia, kamu langsung hubungi aku ya!" pinta Echa.
Kasih mengangguk. "Iya, Cha. Kamu pasti orang pertama yang aku hubungi."
‘Malam ini adalah awal petaka untuk hidupku,’ batin Kasih. Tetapi dia memilih untuk menyembunyikan rasa takutnya dan bersikap tegar di hadapan sahabatnya.
***
Kasih merasa seperti sebuah boneka yang diatur geraknya oleh takdir. Proses akad nikah yang berlangsung begitu cepat di kediaman mewah Arthur hanya meninggalkan bekas-bekas kehampaan di hati Kasih. Hanya beberapa saksi dan seorang hakim yang bertindak sebagai wali nikah karena ayah Kasih telah meninggal, dan adik lelakinya, Zayn, telah pergi ke Singapura untuk mengejar studinya. Malam itu terasa dingin, tidak hanya karena cuaca, melainkan juga karena ketidaksetujuan batin Kasih terhadap pernikahan ini.Malam pernikahan yang seharusnya diisi kebahagiaan dan kehangatan, baginya hanya merupakan awal dari lembaran kelam yang harus ia tempuh. Tubuh Kasih merasa lemas, bukan karena rasa lelah fisik, melainkan karena beban emosional yang ia rasakan. Apa yang selama ini ia jaga, seolah-olah diatur takdir untuk terenggut oleh pria yang sama sekali tidak dia inginkan dalam hidupnya.
Hembusan napas panjang melintas di bibir Kasih, sebuah usaha untuk meredakan gelombang emosi yang mendalam. Ia merelakan dirinya hancur demi balas dendam dan kebahagiaan Zayn. Zayn adalah satu-satunya keluarga yang tersisa baginya, dan demi kebebasan dan masa depan adiknya, Kasih terpaksa menerima peran sebagai istri kedua dan berjanji untuk melahirkan seorang pewaris.
Tiba-tiba, suara baritone yang menggetarkan atmosfer malam menyadarkan Kasih dari lamunannya. Arthur berdiri di hadapannya, menatapnya tajam dengan sorot mata yang memancarkan keangkeran.
"Kamu tidak datang bulan, kan?" tanya Arthur, mencoba meredakan ketegangan hatinya.
Langkah kaki Arthur terdengar mendekat, dan Kasih merasa gurat tangan pria itu menyentuh lembut wajahnya. "Kenapa wajahmu sangat tegang? Kamu takut denganku?" tanya Arthur, suara baritone-nya merayap di sekitar mereka.
"Sekali pun kamu adalah seorang monster berdarah dingin, aku tidak akan takut. Aku tidak peduli," balas Kasih dengan tenang, mencoba menyamankan dirinya sendiri.
Tawa Arthur meledak, menciptakan getaran yang memenuhi ruangan. "Aku memang monster, Kasih. Malam ini mungkin kamu tidak akan bisa melupakan bagaimana aku memiliki tubuhmu dengan utuh. Kamu harus bersiap-siap karena mulai malam ini, dan seterusnya kamu harus melayaniku! Kamu menjadi milikku!" ucapnya, suaranya sarat dengan desakan kekuasaan.
"Tidak untuk seterusnya, Tuan Arthur Romeo yang terhormat. Bukankah aku hanya jadi milikmu setelah aku melahirkan anak laki-laki untukmu?" Kasih menyuarakan pertanyaannya dengan mantap, menunjukkan bahwa ia tidak akan tunduk begitu saja.
Arthur terdiam, melihat Kasih dengan intensitas yang jarang terjadi. Beberapa detik kemudian, dia menanggapi, "Ternyata ada yang sudah tidak sabar ingin mencari mangsa lain."
Kasih tertawa sengaja, siasatnya untuk mengalihkan perhatian. "Iya. Aku adalah wanita pemburu monster."
Arthur mendadak bergairah, terpancing oleh ketegasan Kasih. Malam itu, Kasih begitu mempesona, dan ia tahu bahwa kekuatan dalam kelemahan wanita itu terkadang bisa membuat hati pria berdegup lebih cepat. Apa yang seharusnya ditakuti dan dihindari, Kasih justru mampu menghadapinya dengan keberanian yang luar biasa.
‘Gadis berusia lima belas tahun yang aku kenal dulu, kini berubah jadi wanita dewasa yang penuh pesona,’ batin Arthur.
***Di dalam kegelapan parkiran yang sepi, Alice menyusup dengan diam, menunggu dengan penuh kebencian. Pisau yang tersembunyi di balik jaketnya menjadi senjata gelap yang siap ia gunakan. Alice membayar mahal seseorang untuk memantau aktifitas Kasih dan saat ini adalah waktu yang tepat untuk menyingkirkan Kasih."Kasih, kau takkan selamat kali ini. Mari kita hancur bersama!" gumam Alice penuh dengan kebencian.Dalam kegelapan, detik demi detik berlalu, dan akhirnya, sosok yang ditunggu-tunggu muncul: Kasih.Kasih keluar dari pintu dan langkahnya terhenti mendadak ketika ia melihat Alice, sosok yang penuh dendam berdiri di hadapannya."Alice? Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Kasih dengan nada yang terkejut.Alice tak menggubris pertanyaan Kasih. Dengan langkah mantap, ia mendekati Kasih sambil mengacungkan pisau."Kasih, kau akan mati!" teriak Alice dengan api amarah yang menyala di dadanya.Kasih membeku di tempatnya, matanya memperhatikan setiap gerakan Alice dengan ketakutan ya
*** Bintang Utama Group… Suasana di perusahaan menjadi kacau balau saat wartawan mendatangi gedung itu dengan kamera dan pena mereka yang siap mencari berita baru. Semua karyawan memang terkejut, namun mereka tahu siapa orang yang dituju oleh para wartawan itu. Berita tentang hubungan Kasih dan Arthur memang masih menjadi hot topic dan dibicarakan dimana-mana. Sedangkan, Kasih, ia tidak menyangka kalau para wartawan datang ke perusahaannya dalam jumlah yang luar biasa, ia terkejut dan panik, segera menghubungi Arthur dalam keadaan khawatir yang jelas terdengar dalam suaranya. Kasih memegang ponselnya dengan gemetar, menunggu sambungan sampai terhubung. Ia ingin Arthur bertanggung jawab atas apa yang telah pria itu lakukan. “Sayang, ada apa? Sepagi ini kamu sudah menghubungiku, kamu merindukanku?” tanya Arthur. Kasih menghela napas pendek karena ucapan Arthur malah membuatnya tambah sakit kepala. "Arthur, kamu harus cepat datang dan meredakan segala situasi di perusahaan! Ada ba
***Di tengah sorotan media yang menggema, sebuah berita mengejutkan mencuat ke permukaan, memicu kehebohan di seluruh negeri. Pembatalan pernikahan antara Arthur Romeo dan Rose Marry menjadi buah bibir di kalangan masyarakat, menimbulkan beragam spekulasi dan tanya jawab.Suasana di salah satu kantor media cetak pun tak kalah heboh.“Apakah kalian mendengar berita terbaru tentang Arthur dan Rose? Siapa yang bisa membayangkan, setelah lima tahun, pernikahan mereka hanyalah pura-pura belaka!” tanya wartawan 1 dengan nada terkejut.“Tapi kenapa mereka bersikap seperti itu? Dan mengapa Arthur setuju dengan pernikahan palsu itu? Bukankah itu bukan sikap dari pria gentle sepertinya?” wartawan 2 bertanya balik dengan penasaran.Di ruang redaksi media massa, para jurnalis sibuk menulis laporan dan artikel, mencoba mengurai teka-teki di balik drama rumah tangga yang terungkap.“Kabarnya, Arthur tidak pernah menyentuh Rose selama lima tahun pernikahan mereka. Apakah ini karena sikap matre Rose
***Dalam apartemennya yang mewah, Rose duduk di sofa dengan wajah yang penuh kemarahan. Di tangannya, ia memegang ponselnya, sementara layar terang memantulkan kilatan kekesalannya.Rose membaca semua itu dengan suara gemetar, “Tidak mungkin! Semua kontrak dibatalkan? Filmku... iklanku... semuanya! Semuanya hancur dalam sekejap? Semuanya tak bersisa? Tidak ada yang bisa kupertahankan satu pun?”Dia memukulkan ponselnya ke sofa dengan geram, merasa seakan dunianya runtuh dalam sekejap. Pekerjaannya sebagai selebritis papan atas, yang dibangunnya dengan susah payah selama bertahun-tahun, hancur dalam sekejap. Ia bahkan sudah merelakan tubuhnya untuk dinikmati dengan pria-pria itu, tapi kenapa bisa semuanya hancur dan sia-sia?Rose langsung berteriak frustrasi, “Kenapa ini terjadi padaku? Ini semua salah Kasih! Dia ingin menghancurkanku! Kedatangannya membuat mimpiku hancur! Dia yang telah merebut Arthur dan juga mencuri tempatku. Wanita jalang itu harus hancur! Dia tidak boleh menang
***Arthur duduk di ruang kerjanya, pandangannya terfokus pada layar monitor yang menampilkan berbagai laporan keamanan. Willy, asistennya, berdiri di sampingnya, siap menerima instruksi. Ia juga selalu menunggu laporan tentang keberadaan Alice yang saat ini belum diketahui keberadaannya.“Willy, aku ingin kamu memperketat keamanan di sekitar Kasih. Keberadaan Alice masih belum diketahui, dan aku tidak ingin ada risiko baginya. Alice sangat berbahaya, apalagi saat ini dia sudah hancur dan tak mempunyai apa-apa lagi,” ucap Arthur.Willy mengangguk tegas, mencatat setiap kata yang keluar dari mulut Arthur.“Baik, Tuan. Saya akan segera menyiapkan tim keamanan tambahan untuk mengawasi Nona Kasih, Tuan. Kami akan memastikan dia selalu dalam perlindungan yang maksimal. Saya pasti tidak akan membiarkan Nona Kasih dalam bahaya.”Arthur menarik napas dalam-dalam, ekspresinya gelisah. Hatinya dipenuhi dengan kekhawatiran akan keselamatan Kasih. Ia tahu saat ini banyak ancaman baginya, apalagi
*** Pagi itu, suasana di ruang makan villa mereka terasa damai. Cahaya matahari yang lembut menyinari meja makan, menciptakan suasana yang tenang dan menyenangkan. Kasih duduk di seberang Arthur, tetapi ada ketegangan yang terasa di udara. Dia menatap pria yang dicintainya itu dengan cemas, menunggu momen yang tepat untuk mengungkapkan keinginannya. "Arthur," panggilnya perlahan, menahan ketegangan di dalam dadanya. Arthur menatapnya dengan penuh perhatian. "Ada apa, Sayang?" Kasih menarik nafas dalam-dalam sebelum akhirnya mengucapkan kata-kata yang telah ia persiapkan dengan cermat. "Aku ingin meminta izin padamu untuk pergi ke Singapura Minggu depan. Adikku, Zayn, ulang tahun kemarin dan aku merasa bersalah kemarin tidak mengucapkannya, dan aku sudah berjanji untuk menjenguknya." Arthur mengangkat alisnya, sedikit terkejut dengan permintaan Kasih. "Jika aku menolaknya, apakah kamu akan tetap pergi ke Singapura?” Kasih merasa kecewa. Dia ingin sekali bertemu dengan adiknya, t