Waktu seakan berhenti berjalan, aku tidak bisa menggerakkan tubuhku sama sekali. Ada perasaan dendam dan amarah yang membendung semakin besar. Tangan James yang menggenggam tanganku, menyadarkanku dari semua perasaan itu."Ai, kamu benar Ai kan?" orang dihadapanku ini melontarkan pertanyaan yang membuatku muak.Bagaimana bisa ada seseorang yang begitu tidak tahu malu sepertinya, bahkan rasa sakit yang dia torehkan di bekas lukaku yang dulu masih basah sangat membekas sampai sekarang."Maaf anda salah orang." jawabku sambil menarik tangan James dan Jesen untuk segera pergi dari tempat itu."Aku yakin pasti kamu Ai, kamu sudah lupa denganku? Kamu melupakan masa lalu kita?" langkahku terhenti ketika mendengar orang itu kembali berteriak.Orang itu berbicara omong kosong yang membuatku ingin sekali menampar mulutnya. Salah satu pertemuan yang tidak aku inginkan adalah pertemuanku dengan orang ini. Dia orang yang ikut andil membuat penyakitku menjadi semakin para
Pagi ini kami sangat sibuk mempersiapkan diri untuk pernikahan Kak Jeremi. Aku memakai gaun warna pink berbentuk gaun A Line dengan brukat putih tembus pandang dibagian badan dan lengan, di tambah kain satin berwarna pink sebagai dalaman bagian dada dan roknya. Rambut aku kepang dari bagian kanan dan kiri dan aku jadikan satu dibelakang kemudian bgian bawah aku gerai dengan sedikit dikeriting. Aku memilih make up flawles dan memakai softlens berwarna brown natural untuk melengkapi penampikanku.Perasaan dejavu datang menghampiriku ketika aku keluar kamar dan mendapati dua laki-laki di hadapanku sedang menatapku dengan penuh arti. Aku sangat malu dengan tatapan mereka yang membuatku menjadi salah tingkah."Mama sangat cantik seperti putri." Jesen mengatakannya dengan tatapan yang terpukau membuatku tambah salah tingkah dibuatnya."Iya sayang, benar kata Jesen, you look like an angel honey." James mengatakan itu sambil mendekat dan merengkuh pinggangku dan mencium
POV James Hari ini pernikahan Jeremi akan diselenggarakan, sejak pagi kami sudah bersiap untuk menhadiri pemberkatannya. Aku dan Jesen sudah selesai bersiap dengan tuxedo hitam kami, dan kini kami sedang menunggu Daisy selesai dengan persiapannya. Ketika pintu kamarnya terbuka terlihat sosok wanita yang sangat cantik yang membuatku terpaku menatapnya. "Mama sangat cantik seperti putri." terdengar suara Jesen yang membuatku tersadar dari rasa terpukauku. "Iya sayang, benar kata Jesen, you look like an angel honey." Aku mendekat kearahnya dan memeluk pinggangnya, dia terlihat salah tingkah membuatku semakin terpukau kemudian mencium keningnya. Tiba-tiba Jesen ikut memeluk Daisy membuatku terpaksa melepaskan pelukanku. Sejak panggilan Mama yang membuat Jesen sangat senang, kini dia sering menempel pada Daisy membuatku sedikit cemburu karena kami jarang menghabiskan waktu berdua. Sebenarnya aku malau harus merasa cemburu terhadap anak sendiri, namun entah kenapa
BRAKK... Mobilku menghantam sebuah tiang listrik yang berada di tepi jalan. Untunglah aku tertolong oleh airbag mobil dan sabuk pengaman sehingga kupikir tidak ada cidera apapun yang kualami. Aku keluar dari mobil dan meminta maaf kepada mobil yang hampir aku tabrak sambil mengulurkan kartu namaku agar mereka bisa mengabariku untuk ganti rugi dan kami pun menyelesaikannya dengan jalan damai. Aku menelepon Andre agar mengurus mobilku yang sudah tidak bisa digunakan karena bagian depannya yang ringsek. Tanpa menunggunya aku memesan sebuah taxi untuk menuju rumah karena ingin segera mengetahui keadaan Daisy. Diperjalanan aku kembali menghubungi nomor handphonenya namun tidak pernah diangkat. Aku semakin khawatir dengan keadaanya sekarang, pikiran buruk melintas di pikiranku yang membuatku semakin kacau. Sesampainya di depan rumah aku langsung berlari masuk kedalam rumah sambil meneriakkan nama Daisy dengan lantang. Kebetulan hari itu aku meliburkan semua pekerja kar
"James kenapa jidatmu berdarah?" aku terkejut ketika melihat darah yang mengalir dari jidatnya."Sebenarnya apa yang terjadi James? Maaf aku tidak terlalu memperhatikan tadi." tambahku dengan semakin meninggi karena khawatir."Tidak apa-apa sayang tadi hanya ada kecelakaan kecil ketika perjalanan kerumah. Aku tidak tahu ada luka seperti ini, bahkan aku tidak merasakan apapun." dia menjawab dengan santainya dan itu membuatku kesal."Bagaiman bisa ini tidak apa-apa James, ayo kita ke rumah sakit sekarang." aku bertambah panik ketika melihat darah kembali mengalir dari lukanya."Tidak perlu sampai ke rumah sakit sayang, ini hanya luka gores biasa." jawabannya membuatku semakin jengkel, bagaimana bisa disebut luka gores kalau darahnya smpai mengalir seperti ini."Jangan biasa menyepelekan luka kecil James, kita harus ke rumah sakit sekarang untuk cek menyeluruh karena ini kepala." aku menjawabinya dengan tegas yang membuat dia menyerah dengan keputusanku."Baiklah, ayo
Setelah tangisan kami berdua yang membuat perasaan menjadi lega dan tenang, kami pun berencana pergi bersama akhir minggu ini untuk jalan-jalan dan berbelanja. Aku mulai sedikit terbuka dengan kehidupanku selama ini walaupun ada perasaan risih di awal, Namun Tante Lena seperti mengerti dengan keadaan yang aku alami. James yang mengetahui hasil pembicaraan kami kemarin yang membuat dampak positif sangat merasa gembira, dia bahkan ingin ikut jalan-jalan akhir pekan ini tapi tidak bisa. Dia sangat sedih dan kecewa saat aku dan Tante Lena sama-sama bersikeras melarang dia untuk ikut bersama kami. Hari yang ditunggu-tunggu tiba, sepulang Jesen sekolah, kami berdua langsung menuju Mall tempat janjianku dengan Tante Lena. Alice dan Kak Emily juga ikut kumpul bersama kami, James sebenarnya tidak terima karena dirinya tidak diperbolehkan ikut oleh kami. Aku masih teringat percakapan mereka waktu itu. "Ma, ayolah biarkan James ikut kalian." rengek James kepada Tante Lena.
Hari ini sudah genap enam bulan aku tinggal bersama James dan Jesen, aku tidak menyangka keseharianku sekarang ini sangat membahagiakan. Sebenarnya James sudah melamarku beberapa kali, namun aku masih ragu untuk menuju jenjang selanjutnya.Keluarga besar James juga tidak mempermasalahkan latar belakangku, namun aku tahu mereka pasti masih khawatir jika orang lain juga mengetahuinya. Keluarga besar dari Papanya terutama, saudara-saudara dari Om Richard sangat ingin menjatuhkan LEWIS Group yang didirikan oleh Om Richard sendiri dulu tanpa bantuan dari keluarganya. Tante Lena sangat khawatir jika saudara dari suaminya yang iri mengetahui hal ini pasti akan berdampak ke LEWIS Group sendiri. Aku sendiri belum pernah bertemu secara langsung dengan paman-paman James, jadi aku belum terlalu mengerti seberapa pengaruhnya itu nanti.Weekend ini James harus tetap bekerja karena ada project dengan salah satu investor, aku berencana meminta ijin kepadanya untuk pergi dengan Lin
Setelah puas mengobrol dan berbelanja dengan Lina, kami berencana untuk pulang karena sudah terlalu lelah. Aku mencoba menghubungi James, namun nomornya tidak diangkat. Aku sedikit khawatir karena biasanya James selalu mengangkat telepon dariku.Karena hari sudah hampir malam, aku akhirnya memutuskan ikut Lina naik taksi yang sudah dipesannya. Untung rumah Lina searah dengan rumah James, jadi setelah mengantar Lina tadi tersebut lanjut mengantarku.Kulihat keadaan di dalam rumah sangat gelap, biasanya pekerja terakhir selalu menghidupkan lampu sebelum dia pulang kerumahnya. Aku kembali menelepon James namun tetap tidak ada jawaban.Aku masuk perlahan ke dalam rumah, aku terkejut karena ada banyak sekali lilin-lilin yang berjejer membentuk sebuah jalan. Aku mengikuti arah lilin yang tertata itu, dan terlihat lampu kelap-kelip dan bunga yang menghiasi di samping lilin-lilin itu.Di ujung jalan itu terlihat lilin yang tertata membentuk gambar hati dan di tengah-ten