Share

Pertemuan Pertama

"Papaaa.....!" teriak Jesen.

Dia turun dari kursinya, dan berlari kearah seorang pria. Aku mengikuti arah Jesen berlari, disana aku melihat Jesen memeluk seorang pria dengan badan yang tegap dan wajah yang menawan.

Aku sempat membatu ketika melihat mata hitamnya yang pekat, membuatku seperti tenggelam di dalamnya. Mataku tidak berkedip sama sekali, detak jantungku berdegup tidak beraturan. Apakah ini yang sering orang bilang cinta pada pandangan pertama? Aku pun berusaha menelan salivaku yang sangat sulit kulakukan.

"Jesen, kamu kemana saja? Papa sudah mencarimu kemana-mana." kata pria itu dengan tatapan khawatir.

"Maafin Jesen Pa, tadi Jesen cuma pergi sebentar untuk melihat mobil-mobilan, tapi setelah selesai Jesen gak lihat Papa dimana-mana." jawab Jesen sambil menundukkan kepalanya.

Pria itu mengelus kepala Jesen, dia terlihat sedikit tenang dibandingkan tadi. Kemudian pria itu mengalihkan pandangannya ke arah meja makan yang aku dan Jesen gunakan tadi. Ekspresi pria itu seketika berubah menjadi marah.

"Jesen, kenapa kamu makan makanan seperti ini? Kamu tahu kan makanan seperti ini tidak sehat?" tanyanya dengan nada yang sedikit meninggi.

"Jesen tadi lapar Pa, Jesen cari Papa lama gak ketemu-ketemu jadi Jesen ikut makan sama Tante Daisy." Jesen menjawab dengan suara yang pelan.

"Maafkan saya tuan, tadi saya yang mengajak Jesen untuk makan di tempat ini. Saya berpikir untuk makan di restoran yang paling dekat dengan meja informasi, agar anda bisa dengan mudah menemukannya." kataku membela Jesen karena tidak tega dengan ekspresinya yang seperti takut dan hampir menangis.

Pria itu pun melihat ke arahku, sekian detik aku melihatnya tidak bereaksi apapun. Baru beberapa saat kemudian dia berjalan mendekat ke arah meja dan menjulurkan tangannya.

"Terimakasih karena sudah membantu Jesen tadi." kata pria itu dengan suaranya yang berat dan tegas.

"Tidak masalah, saya juga senang bisa bertemu dengan Jesen. Jesen anak yang lucu jadi dia sangat menghibur saya hari ini." kataku sambil membalas uluran tangannya.

"Oh iya Tante, kenalkan ini Papa James, Papa ini Tante Daisy." kata Jesen memeperkenalkan.

"Salam kenal." kataku sambil tersenyum kikuk.

"Salam kenal juga." jawabnya sambil menganggukan kepalanya.

"Saya akan ganti biaya makan tadi, bisakah sebutkan nomor rekening anda?" tambahnya.

"Tidak usah, saya juga menikmatinya. Jadi tidak masalah, tidak perlu diganti."

"Kalau begitu apakah anda akan pulang juga? Saya bisa mengantarkan anda terlebih dahulu." tanyanya menawarkan lagi.

"Mohon maaf, bukannya saya menolak niatan baik anda, tetapi sopir saya sudah menunggu di tempat parkir." tolakku dengan sopan.

"Baiklah, kalau begitu kami pamit pergi dulu."

"Iya, hati-hati di jalan."

Baru beberapa langkah, Jesen kemudian berlari ke arahku dan langsung memelukku. Aku sangat kaget dengan perlakuan Jesen ini, ada rasa hangat yang membuatku enggan untuk melepaskan pelukannya. Aku membalas pelukan Jesen dan mengelus kepalanya.

"Makasih ya Tante Daisy, sudah baik sama Jesen." dia mendongakkan kepalanya sambil tersenyum lebar.

"Iya Jesen, Tante juga senang bisa kenal sama Jesen yang lucu ini. Lain kali lebih hati-hati saat berjalan di tempat umum, agar tidak hilang lagi seperti tadi." jawabku sambil mencubit lembut pipinya dan mendapatkan balasan anggukan kepala darinya.

Jesen kembali ke tempat ayahnya yang sudah menunggu dan berjalan menjauh, tapi dia masih membalikkan badan dan melambaikan tangannya kepadaku. Aku pun menjawab lambaiannya dengan memberikan senyuman terbaikku.

Hari semakin sore dan aku kembali ke mobil untuk pulang ke rumah. Sesampainya di rumah, aku langsung menuju kamar sahabatku di rumah bordil itu. Aku merebahkan diri di kasur dan mengganggunya yang sedang fokus dengan handphone di tangannya.

"Lina, lo tahu gak tadi gue ketemu siapa?" kataku memulai pembicaraan.

"Emang siapa sih Ai? Paling juga abang-abang tukang bakso langganan lo kan?" jawabnya cuek.

"Enak aja! Gak dong. Gue habis ketemu cowok ganteng." jawabku tidak terima.

"Ih beneran lo? Ketemu dimana? Beneran ganteng? Udah lo gebet dong?" tanya Lina panjang lebar sambil mematikan handphonenya dan menjadi fokus mendengar cerita dariku.

"Tadi gue ketemu di mall, sebenarnya mau gue gebet sih. Tapi...." kataku yang sengaja aku potong untuk melihat ekspresinya yang sudah sangat penasaran.

"Tapi kenapa?" Dia terlihat sedikit sebal karena aku menggantung kata-kataku.

"Tapi sayangnya dia masih bocah, hahahahahah..." jawabku sambil tertawa terbahak-bahak.

"Sialan lo ya ngerjain gue, awas lo." kesal Lina sambil melemparkan bantal ke arahku.

"Sorry, gue bercanda kali. Sebenarnya gue mau cerita tentang Papanya anak kecil itu. Hot daddy banget Lin, tatapan matanya bikin aku klepek-klepek." jawabku kini dengan semangat.

"Beneran Ai? Terus gimana? Gue jadi penasaran seberapa ganteng sih sampai seorang Daisy Amaris Xaviera bisa jatuh cinta?"

"Ya gak gimana-gimana Lin, gue juga kasihan sama anak itu kalau sampai gue jadi Mamanya. Sedangkan gue kayak gini." kataku sedih mengingat kenyataan yang ada.

"Emang lo kenapa? Lo kan juga gak minta hidup kayak gini Ai, lo korban disini. Jadi lo juga berhak bahagia." katanya menyemangatiku.

"Udah lah, kalau jodoh gak mungkin kemana kan. Yuk siap-siap entar kita ke bar bareng ya." kataku kemudian meninggalkan kamarnya menuju kamarku.

Aku pun bersiap untuk pergi ke bar, malam ini aku hanya akan menemani pelanggan minum tanpa pelayanan kamar karena aku sudah mendapat ijin libur dari Mami. Malam ini aku memakai dress hitam dengan panjang sedikit di bawah lutut dan berlengan pendek dengan bagian dada yang tertutup. Kemudian aku merias wajahku hanya dengan makeup tipis namun tetap terlihat manis. Selesai itu semua aku memastikan sekali lagi penampilanku dari pantulan cermin. Setelah aku rasa cukup, aku pun meninggalkan kamar itu dan menuju kamar Lina.

Ketika aku keluar kamar, aku melihat Lina ternyata juga sudah siap di ruang tengah, dia memakai dress berwarna navy dengan panjang di atas lutut. Bagian punggung yang terbuka dan makeup yang tebal, itu membuatnya terlihat lebih dewasa dan terkesan seksi.

Kami berdua pun berjalan ke arah bar yang ada di dalam hotel, sambil mengobrol lanjutan ceritaku tentang Jesen dan james tadi. Hotel itu berada persis di samping rumah bordil ini, sehingga kami cukup hanya berjalan kaki untuk bisa sampai disana. Sesampainya di Bar kami mencari tempat duduk yang sepi, dan memesan minuman ke weitres yang juga teman kami.

Aku menuang minuman kedalam gelas dan meminumnya dalam sekali tegukan. Minuman yang aku pesan dan minum berkadar alkohol rendah, agar aku tidak terlalu mabuk nantinya. Lina juga ikut meminumnya, beberapa saat kemudian Lina terihat turun ke lantai dansa dan berjoget mengikuti alunan musik yang terdengar sangat menusuk di telinga.

Tiba-tiba dari arah depan ada segerombol laki-laki mulai mendekat ke arah tempat dudukku. Aku pun sudah bersiap untuk melayani mereka, hingga aku melihat sosok seseorang yang aku kenali.

Awalnya aku ragu dengan apa yang ada di pikiranku, tetapi semakin dia mendekat aku semakin yakin itu adalah orang yang aku pikirkan.

Aku kaget melihat salah satu pria yang tidak asing berada tepat di depanku. Dia pun juga terlihat sangat kaget melihatku, tatapan kagetnya terpampang jelas di raut wajahnya.

Deg...

Bersambung

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status