Share

Pertemuan Kembali

Aku kaget melihat salah satu pria yang tidak asing, berada tepat di depanku. Dia pun juga terlihat sangat kaget ketika melihatku, tatapan kagetnya terpampang jelas di raut wajahnya.

Deg...

Entah kenapa aku merasa malu ketika mata kami bertemu, padahal kita baru bertemu tadi siang karena ketidak sengajaan. Ya pria itu adalah James. Wajahnya mengingatkanku dengan wajah polos dan menggemaskan, yang tadi siang kutemui. Kini tatapannya kepadaku terlihat kaget dan tidak percaya. Hatiku sedikit sakit dengan tatapannya itu, mengingat kami bertemu kembali disaat aku sedang bekerja seperti ini.

Aku mencoba bersikap profesional, dan melanjutkan melayani salah satu pria dan menuangkannya minuman. Namun tiba-tiba James mencengkeram lenganku dan menariknya, entah apa yang ada difikiran pria yang didepan ku ini. Kenapa dia menarikku? Apa aku membuat kesalahan tadi siang? Atau dia hanya ingin berterima kasih kembali karena sudah menolong anaknya?

Setelah keluar dari bar, cengkeraman di lenganku mulai longgar dan kemudian terlepas. James membalikkan badan dan menatapku dengan matanya yang menawan.

"Kenapa kamu ada disini?" tanyanya.

"Saya bekerja disini, apa anda tidak melihatnya?" jawabku berusaha bersikap santai.

"Jadi kamu bekerja disini? Oh aku mengerti. Aku tidak menyangka kamu orang seperti itu. Aku hanya ingin bilang jangan pernah kamu berurusan lagi dengan anakku." katanya tegas.

"Maksud anda apa ya? Lagipula bagaimana saya bisa berurusan dengan anak anda lagi? Saya hanya bertemu karena menolongnya tadi untuk mencari papa yang tidak menjaganya." jawabku sarkas.

"Aku menjaganya, Jesen pergi ketika aku sedang menerima telepon sebentar. Walaupun kamu tidak sengaja bertemu lagi nanti dengan Jesen, anggap saja kamu tidak mengenalnya."

"Huh, alasan. apakah anda sudah minta maaf kepada anak anda atas kelalaian anda? Saya rasa belum, pasti anda lebih mementingkan ego anda dan menganggap diri anda tidak bersalah sama sekali. Lagipula Memang saya kenapa? Kenapa saya harus sampai berpura-pura tidak mengenali Jesen?" tanyaku kesal.

"Dengan pekerjaanmu ini, kamu akan membawa dampak buruk untuk anakku, jadi jangan pernah muncul dihadapannya lagi!" katanya dengan tegas.

Aku mulai geram dengan kata-kata yang dilontarkannya. Kesabaranku sudah sampai di ambang batas. Orang yang baru aku temui sekali hari ini berani-beraninya menghakimiku. Kenapa juga dia menghinaku seperti ini?

"Maaf ya tuan, saya memang wanita panggilan. Tapi saya juga tidak akan mengajarkan hal buruk kepada seorang anak kecil. Lagi pula siapa anda? Kenapa saya harus mendengar penghinaan ini? Jangan menghakimi saya kalau anda tidak mengenal siapa saya, dan jika tidak paham dengan kehidupan yang telah saya jalani. Saya juga dengan senang hati menganggap saya tidak mengenal anda, karena memang nyatanya kita hanya tidak sengaja bertemu sekali. Jadi saya mohon, anda juga anggap tidak kenal dengan saya dan jangan menghina saya lagi!" teriakku kesal melampiaskan semua amarahku dan pergi meninggalkannya.

Setelah itu aku menuju kamar mandi untuk membasuh wajah, terlihat di pantulan cermin wajahku yang merah padam akibat marah. Aku membasuh wajahku lagi untuk mendinginkan kepalaku. Setelah mulai tenang, aku mengambil alat makeup ku dan memperbaiki riasanku yang berantakan.

Aku berjalan kembali menuju meja di bar tadi, terlihat James sudah duduk kembali di tempatnya. Aku memilih tempat duduk terjauh, namun sudut mata ku dapat menangkap tatapan tajam James yang mengarah padaku.

Aku berusaha bersikap seperti tidak terjadi apa-apa, aku kembali melayani salah satu pria dan menuangkan minumannya lagi. Hingga jam menunjukkan hampir tengah malam, aku berencana untuk kembali ke rumah. Amarah tadi membuatku merasa lelah, dan badan terasa memikul beban yang berat. Aku hanya ingin istirahat dan tidur di kasurku.

Aku ijin ke Mami untuk pulang lebih awal hari ini, Mami yang khawatir ketika aku bilang tidak enak badan memperbolehkannya. Ketika keluar dari hotel, tanganku ditahan oleh James. Kemudian James menarikku untuk mengikutinya ke arah tempat parkir.

"Masuklah!" pintanya.

"Anda mau membawa saya kemana?"tanyaku kembali bingung dibuatnya.

"Sudah masuklah!" kata James lagi sambil menarik tanganku agar masuk kedalam mobil.

"Berikan aku nomor atasanmu!" pinta James sambil menyodorkan handphone nya kehadapanku.

"Atasan saya? Maksud anda Mami?"

"Entahlah, mungkin itu."

"Buat apa anda membutuhkan nomor Mami?"

"Nanti kamu akan tahu, bisa minta tolong berikan?" tanyanya lagi dengan nada lembut.

Akupun mengetikkan sederet angka di layar ponsel tersebut dan menyerahkannya kembali kepada James dengan memberikan ekspresi bingungku. James yang sepertinya tahu akan arti tatapanku tidak menghiraukannya. Kemudian James menghubungi nomor yang kuberikan tadi.

"Halo, saya akan membawa Daisy selama tiga hari, saya akan membayar mahal, sekretaris saya yang akan mengurusnya." ucap James kepada seseorang di ujung telepon sana.

Setelah mendapat persetujuan James langsung menutup teleponnya, kemudian menghubungi sekretarisnya. Mobilpun mulai berjalan, setelah James menyelesaikan panggilannya. Aku memandang ke arah pria itu dengan fikiranku yang berkecamuk.

"Anda akan membawa saya kemana? Apa maksud telepon anda tadi?" tanyaku dengan nada sedikit meninggi.

"Kamu sudah dengar kan tadi, tiga hari ini kamu milikku." ucapnya lembut dengan sedikit senyuman di wajahnya.

"M-maksud anda? Saya tidak mau, tolong turunkan saya. Saya mohon saya lelah, biarkan saya pulang." ratapku memohon sambil berusaha membuka pintu mobil.

Mobilpun mulai menepi, aku merasa sedikit lega karena permintaanku dituruti olehnya. Ketika aku akan membuka pintu, ternyata pintu masih terkunci dan tidak bisa dibuka. Aku membalikkan pandanganku dan menatap James dengan tajam.

"maaf." kata James sambil menundukkan kepalanya diatas setir.

Satu kata itu lolos dari mulut James dan berhasil membuat dadaku berdegup. Sebenarnya apa maksud ini semua? Baru tadi dia menghinaku sekarang dengan mudahnya mengucapkan maaf. Akupun bingung dengan perasaanku yang campur aduk, baru tadi aku emosi hingga ke ubun-ubun, satu kata itu berhasil membuatku merasa tenang dan nyaman.

"Sebenarnya apa maksud anda?" tanyaku putus asa.

"Aku minta maaf atas perkataanku tadi, aku juga meminta maaf atas perkataan dan perbuatan kasarku." katanya dengan suara putus asa.

James kemudian menghadapku dan menatap mataku dengan tajam namun lembut. Aku berusaha menelan salivaku yang sangat sulit. Debaran jantungku terdengar sangat keras, aku hampir takut kalau James mendengarnya.

"Selama tiga hari ini istirahatlah. Aku tidak akan macam-macam denganmu." James berbicara dengan nada yang sangat lembut.

"Dan tolong temuilah Jesen, sedari siang dia selalu bercerita tentangmu. Dia terus bertanya, kapan bisa bertemu denganmu lagi." tambah James dengan ragu.

"Anda bercanda? Baru tadi anda berteriak kepada saya untuk tidak muncul dihadapan anak anda lagi, kemudian anda sekarang meminta saya bertemu dengannya? Apakah anda punya dua kepribadian? Anda sangat labil sekali." jawabku yang masih berusaha menetralkan suara jantungku.

"Sekali lagi aku minta maaf, hem. Aku berjanji akan memperlakukanmu dengan lebih baik, jadi aku mohon kamu mau ikut denganku." pintanya dengan penuh tatapan rasa bersalah.

Setelah beberapa saat aku berpikir, akupun menganggukkan kepalaku menyetujuinya. Mobilpun mulai kembali berjalan. Di sepanjang perjalanan fikiranku mulai berdebar, aku tidak tahu apakah keputusan yang aku ambil ini benar atau tidak. Disatu sisi masih ada sedikit kekesalan dalam hatiku, namun disisi lain ada perasaan aman dan nyaman ketika aku bersama James, akupun juga ingin bertemu dengan Jesen yang sangat menggemaskan. Karena pikiranku yang bergerumul, akupun tidak sengaja tertidur di perjalanan itu.

Bersambung

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status