Share

Wanita Pelunas Hutang
Wanita Pelunas Hutang
Author: UmyHan81

Dia, Anika

Seorang gadis manis, tengah berlari-lari pulang melewati pematang sawah. Hari sudah nampak agak gelap, sebentar lagi sepertinya matahari akan segera tenggelam dan berganti menjadi malam.

Untung saja jarak rumahnya sudah terlihat. Sampai di depan sebuah rumah mungil dengan nafas ngos-ngosan mengetuk pintu rumah.

" Assalamualaikum....paman, Bibi Aku pulang," teriak gadis itu sambil terus mengetuk pintu.

Tak lama kemudian, pintu terbuka. Seorang wanita setengah baya keluar dengan wajah yang sudah merah padam.

"Kenapa terlambat ? Lihat jam berapa sekarang, Kau ini tidak berguna sama sekali."

Sungut wanita itu sambil berbalik badan dan masuk kembali ke dalam rumah.

" Maaf Bi, Aku tadi mencari agak jauh ke dalam hutan karena di pinggir hutan tidak ku temukan daun obat yang Bibi minta," jawab gadis itu dengan suara lirih dan takut.

"Mana daun itu. Dapat tidak? Itu untuk obat Pamanmu yang sedang sakit. "

"Dapat Bi. Ini daunnya, tapi hanya sedikit, karena memang tanamannya sudah langka dan susah untuk menemukannya."

"Ya sudah, cepatlah rebus daun itu dengan campuran serai dan jahe. Lalu berikan sama Pamanmu di kamarnya."

Gadis itu segera berlalu dan pergi ke dapur untuk merebus obat Pamannya yang sedang sakit.

Anika adalah seorang gadis yang berusia dua puluh dua tahun, yang sejak kecil di asuh oleh paman dan Bibinya. Dia sebenarnya memiliki seorang Kakak laki - laki. Tapi, sejak usia Anika sepuluh tahun sang kakak pergi meninggalkannya karena tidak tahan dengan perlakuan paman dan Bibinya yang selalu bersikap kejam terhadap mereka.

Sejak saat itu, sang kakak tidak pernah kembali lagi bak di telan bumi. Kini Anika lah yang harus selalu menjadi korban dari kemarahan Paman dan Bibinya. Bahkan tak jarang mereka selalu menyiksa Anika jika pekerjaan Anika tidak sesuai dengan keinginan mereka.

Sebenarnya Anika juga sudah tidak tahan tinggal dengan kedua orang itu, tapi kemana Dia akan pergi? Sedangkan Dia tak punya keluarga lain lagi selain paman dan Bibinya itu.

"Anika sudah belum obatnya, cepat. Lama banget sih!" Sang Bibi dengan wajah garang tiba - tiba saja muncul dan berteriak di belakang Anika yang sedang melamun sambil menunggui rebusan obat.

"Iya Bi, ini sudah. Baru mendidih Bi."

Anika buru-buru mematikan kompornya dan segera menuangkan obat ke dalam gelas .

"Kamu ini, kerjaan begitu saja lama banget, ngapain saja dari tadi."

Rambut Anika dijambak dengan agak keras oleh Sang Bibi.

"Aduh Bi, ampuuun,.....Maaf Bi....."

Rintih Anika sambil memegangi kepalanya.

"Cepat bawa obatnya ke kamar!"

"I...iya Bi," dengan membawa gelas berisi ramuan obat, Anika bergegas menuju ke kamar Pamannya.

"Anika mana Obatku? Kenapa lama sekali." Sang paman langsung menyambutnya dengan nada sinis.

"Maaf paman, ini Aku bawakan," Anika meletakkan gelas itu di atas meja dekat ranjang. Sebelum pamannya kembali mengoceh, Anika bergegas keluar dari kamar itu. Dan segera menuju ke kamarnya.

Di dalam kamar, Ia menangis meratapi nasibnya .

"Kak, di mana dirimu, kenapa Kau meninggalkan Aku sendirian di sini? Kenapa dulu tidak mengajak ku serta pergi bersamamu?" Anika mengusap sebuah foto usang dengan penuh linangan air mata. Di dalam foto itu, ada dirinya yang sedang di peluk sang Kakak saat mereka masih bersama.

Hanya foto itu lah yang menjadi peninggalan Kakaknya satu-satunya dikala Dia rindu dan ingin menumpahkan segala perasannya.

Dia memeluk foto itu, sampai tertidur lelap.

"Anika, jangan menangis lagi, bersabarlah sebentar lagi Aku akan menjemputmu. "

Anika merasakan belaian hangat di pipinya. Belaian yang sangat di rindukannya. Ia kemudian membuka matanya, dan di hadapannya kini Sang Kakak sudah duduk di sampingnya dengan tersenyum.

"Kak, kau sudah pulang, benarkah ini Kau? Jangan tinggalkan Aku lagi Kak, Aku sangat menderita di sini.. "

Anika mendekati sosok itu karena ingin memeluknya. Sosok yang selama ini sangat dirindukannya. Tapi, saat Anika akan disentuhnya, perlahan sosok pria itu menjauh, makin jauh dan akhirnya menghilang bersama bayangannya.

"Kak, tolong jangan tinggalkan Aku.....kembalilah Kak....hiks hiks hiks.....," Anika menangis meraung memanggil Kakaknya.

"Anika, bangun. Hey,pemalas!"

Anika tersentak dan seketika langsung bangun mendengar suara keras Bibinya.

"A...ada apa Bi," dengan mata yang masih sembab dan pandangan redup karena baru bangun tidur, dia tergagap mendapati Sang Bibi yang sudah berkacak pinggang di hadapannya.

"Ada apa, ada apa.....lihat sudah jam berapa ini. Kau belum membuat sarapan untukku! Ayo cepat bangun buatkan Aku sarapan dan bersihkan rumah ini," hardik Bibinya dengan pandangan melotot dan nada yang sangat ketus. Itu lah makanan Anika sehari-hari, harus tahan banting dan menahan segala perasaannya.

Anika bangkit,.padahal kepalanya masih agak pusing. Tapi tetap Dia tahan, daripada harus mendengar omelan pedas dari Bibinya itu.

Setelah mandi, Anika segera memasak sarapan untuk Paman dan Bibinya.

Masak selesai, lanjut mencuci baju-baju kotor. Seakan tak ada habisnya semua pekerjaan rumah harus dikerjakannya sendirian. Paman dan Bibinya hanya duduk manis dan ngerumpi sama tetangga. Selesai makanpun, piring kotornya hanya tergeletak di atas meja saja, tak pernah mau membereskannya.

Jika sedang sendirian, Anika selalu menangisi nasibnya yang malang. Dari kecil sudah ditinggal sama orang tuanya. Dulu, saat Sang Kakak belum pergi meninggalkannya, Dia selalu melindungi Anika dari Paman dan Bibinya. Sang Kakak selalu membelanya jika Anika di marahi sama Paman dan Bibinya.

Tapi, sejak Kakaknya pergi entah kemana, Anika merasa sangat kesepian dan tersiksa tinggal bersama Paman dan Bibinya. Yang terakhir diingatnya waktu itu, Sang Kakak katanya hanya pamit sebentar untuk pergi ke warung . Nyatanya, sejak saat itu Dia tak pernah kembali lagi sampai sekarang saat Anika sudah menjadi gadis yang cantik.

Yang bisa di lakukan hanyalah menunggu dan menunggu, bersama sebuah haraoan yang tak berujung semoga suatu saat bisa bertemu lagi dengan Kakaknya. Pernah suatu kali Anika berpikiran untuk pergi saja dari rumah itu, tapi Bibi dan Pamannya selalu mengancam

Jika Dia berani pergi, kemanapun mereka akan terus mencari Anika dan menyeretnya kembali ke rumah. Sekarang, Anika hanya bisa pasrah menerima nasibnya.

" Anika, apa yang sedang Kau

lakukan ? " Sebuah suara mengagetkannya saat Dia sedang menyapu halaman belakang yang penuh dengan sampah dedaunan.

Anika celingukan mencari sumber suara itu, dan ternyata suara itu berasal dari balik pohon besar yang tak jauh darinya. Anika mendekat, dan benar dugaannya, ternyata suara itu berasal dari sahabat baiknya.

" Sari, apa yang kau lakukan di sini ? "

" Sssttt....jangan keras - keras, nanti Paman dan Bibi mu dengar. Ini Aku bawakan sesuatu untuk kamu "

Sari menyodorkan sebuah bungkusan pada Anika, dengan mata berbinar Anika menerimanya.

" Apa ini Sar ? "

" Buka saja, kau pasti belum makan kan dari

pagi "

Anika membukanya, senyumnya merekah melihat isi di dalam bungkusan itu. Nasi dan telur balado plus sambal goreng kentang kesukaannya.

" Ayo cepatlah makan, habiskan saja. Tadi Ibuku masak banyak dan menyuruhku ke sini untuk memberikan makanan ini "

Tanpa menunggu lagi, Anika langsung menghabiskan makanan itu. Dia harus makan dengan cepat agar Paman dan Bibinya tidak melihatnya.

Kalo ketahuan bisa bahaya, pasti Sari akan dimarahi habis - habisan oleh Paman dan Bibinya. Sari adalah salah satu teman Anika dari kecil yang sangat baik padanya. Ibunya Sari juga, selalu bersikap baik dan menyayanginya. Mereka lah yang selalu peduli pada Anika.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status