Share

Kedatangan Para Algojo

"Wah, masakan Ibumu memang selalu juara Sar," Anika mengacungkan jempolnya sambil mulutnya sibuk mengunyah. Sari cuma tersenyum menatap sahabatnya yang sejak kecil selalu ditimpa penderitaan. Dn hanya Ia lah satu-satunya yang mau berteman dengan Anika.

"Ish, kalo makan jangan sambil ngomong gitu, nanti keselek lho. Sudah cepat habiskan saja. "

Anika cuma mengangguk dan melanjutkan makannya.

"Nah, dah habis. Makasih ya Sar, kalian sudah baik banget sama Aku. Tidak seperti paman dan Bibiku yang selalu memaki Ku."

"Sudahlah jangan dipikirkan Paman dan Bibimu. Kalo Kau butuh apa-apa bilang saja sama Aku atau Ibu," ucap Sari sambil menggenggam tangan Anika.

"Iya Sar.,Aku mengerti. Sekali lagi terima kasih ya." balas Anika dengan terharu.

"Aku pulang dulu ya, Gak bisa lama - lama, nanti bisa ketahuan sama mereka". Sari berpamitan karena akan langsung setelah mengantarkan makanan pada Sahabatnya itu.

"Hati - hati Sar," ucap Anika seraya melepaskan genggaman tangan Sari.

"Kau juga, hati - hati dan selalu waspada sama mereka ya, Daaahhh.....," Sari buru - buru pergi dari situ. Dan Anika pun melanjutkan pekerjaannya menyapu halaman belakang rumahnya.

Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul dua belas siang. Adzan sudah terdengar dari pengeras suara surau di kampung itu. Anika bergegas ke sumur, membersihkan tangan dan kakinya, sekalian mengambil Wudhu untuk melaksanakan shalat dzuhur.

"Anika, di mana Kamu?" suara keras itu memanggilnya. Baru saja Ia menaruh mukenanya, dari luar kamar Bibinya sudah berteriak memanggilnya.

"Iya Bi, Aku ada di kamar," Anika bergegas keluar kamar dan tergopoh-gopoh menemui sang Bibi yang sedang duduk di ruang tamu.

"Ada apa Bi?" dengan takut-takut Anika mendekati sang Bibi yang bertampang masam melihatnya.

"Kamu itu di panggil-panggil dari tadi gak dengar ya?" tanpa mendengarkan alasan Anika lebih dulu, Bibi pun mengumpatnya.

"Ma...maf Bi, Anika sedang shalat tadi di kamar, Tidak mendengar Bibi memanggil."

"Dasar tuli kamu . Cepat duduk sini "

Sang Bibi menyuruh Anika untuk duduk di sebelahnya.

" Iya Bi." jawab Anika lirih.

Baru saja Anika duduk di sebelah Bibinya, pamannya masuk ke rumah dengan dua orang asing yang tidak Anika kenal.

"Gimana Pak?" Bibi menanyakan sesuatu kepada Paman yang baru saja datang.

"Kamu ini, Aku baru masuk juga, sudah ditanyain. Belum juga duduk dan mempersilahkan tamu kita, Bu."

Bibi dan Anika berdiri, karena kursi yang ada di situ memang hanya ada empat saja, maka hanya bisa di tempati sama Paman dan dua orang tamu itu.

"Bu, kok malah bengong disitu. Sana cepat buatkan minum untuk tamu kita ini . Anika juga , ke belakang dulu ikuti Bibimu,"

Sang Paman dengan suara agak tertahan, menyuruh Bibi dan Anika untuk pergi ke dapur membuat minuman.

"Anika, cepat bersihkan tubuhmu dan ganti bajumu dengan baju yang agak pantas, jangan pakai baju yang kusut dan lusuh seperti itu," Bibinya memberi perintah saat Mereka berdua sudah sampai di dapur.

"Memangnya kenapa Bi. Aku kan tadi sudah mandi saat mau shalat. Ini baju nya juga baru ganti. Meskipun agak kelihatan lusuh, tapi masih bersih Bi." ucap Anika dengan heran dan bingung, kenapa Dia harus mandi lagi.

"Huh, kamu ini kalo di kasih tahu, jangan membantah dan jangan banyak

tanya. Cepat mandi lagi sana." hardik Bibi dan mendorong tubuh keponaknnya itu untuk masuk ke kamar mandi.

Bibi menatap sinis pada Anika, dan memintanya untuk segera menuruti perintahnya. Anika tentu saja bingung dengan perkataan Bibinya itu. Tapi, Ia hanya bisa pasrah dan menurutinya. Ia pun mengambil handuk dan pergi ke kamar mandi yang terletak di belakang rumahnya.

Ini minumannya Pak. Dan Tuan-Tuan silahkan di minum juga. Maaf cuma ini yang bisa kami suguhkan," dengan wajah yang menunduk dan diliputi kecemasan, Bibi menaruh minuman itu di atas meja persis di hadapan kedua pria yang datang bersama dengan Suaminya tadi.

" Huh, kalian ini selalu saja ingkar janji. Kapan kalian akan segera melunasi huta -hutang kalian pada Tuan Kami heh ?" salah satu dari pria yang berpakaian hitam di hadapannya, langsung menggertak Bibi yang semakin was-was.

" Maaf Tuan, untuk saat ini kami bena benar tidak punya uang," kata Paman dengan suara bergetar.

" Selalu saja seperti ini. Setiap kali kami menagih hutang, Kalian beralasan belum punya uang,

dan hanya berkata maaf. Kalian tahu, hutang kalian itu sangat banyak pada Tuan Kami!" hardik kedua Pria itu dengan menggebrak meja

"Bagaimana kalo kita sita saja rumah ini?" pria yang satunya pun berkata sambil menoleh pada orang yang duduk di sebelahnya.

"Ja ja ngan Tuan, Ampun. Kalo rumah kami disita lalu kami akan tinggal di mana?" Paman dan Bubi sudah bersimpuh di bawah kedua pria itu dengan ketakutan.

"Tolonglah Kami Tuan, beri kami kesempatan beberapa hari ini untuk mencari uang dan melunasi hutang kami," Paman mencoba untuk memohon pada kedua pria penagih hutang itu. Dan tepat saat itu, muncullah Anika mendekati Paman dan Bibi.

"Paman, Bibi, apa yang terjadi? " Anika mendekati paman dan Bibinya yang masih bersimpuh di lantai. Saat melihat kemunculan Anika, kedua orang pria itu kemudian tersenyum dan saling menatap satu sama lain. Sepertinya Mereka punya rencana lain yang tersembunyi.

"Rupanya selama ini Kau menyembunyikan keponakanmu yang cantik ini ya?" ucap Pria itu sambil twrus mengamati Anika.

"Dia, keponakan kami Tuan. Namanya Anika," jawab Bibi.

"Kita bawa saja Dia, bagaimana? Menurutku Dia cukup cantik." Pria itu berkata pada temannya yang ada juga sedang menatap Anika.

"Boleh, ide bagus itu . Ayo kita bawa saja Dia sebagai jaminan hutang mereka." Pria itu berkata sambil mendekat pada Anika.

"A...apa maksud Tuan?" Anika bingung dan tidak mengerti dengan apa yang di katakan oleh kedua pria itu.

" Kalo memang Tuan mau, bawa saja Dia sebagai pelunas hutang-hutang kami pada Tuan besar," tiba-tiba saja Paman Anika berkata seperti itu dengan senyuman. Dan Bibinya pun sepertinya mengerti dengan maksud dari perkataan suaminya itu .

"Iya Tuan, silahkan bawa saja keponakan kami ini. Dengan begitu anggaplah hutang kami sudah lunas. " Bibinya pun ikut- kutan agar kedua pria itu mau membawa Anika sebagai jaminan untuk melunasi hutang mereka kepada Tuan besar yang di maksud.

"Bi, tega sekali kalian sama Aku. Apa benar Paman dan Bibi tega menyerahkan Aku sama mereka?" Anika bersimpuh sambil memeluk kaki Bibinya.

"Selama ini kau selalu menyusahkan kami. Kau kira makanmu setiap hari siapa yang mencukupi hah?" bentak Snag Bibi dan mendorong tubuh Anika.

"Iya benar, Kau hanya menjadi beban kami saja."

Paman Anika pun mengatakan hal yang sama. Memang semenjak kecil merekalah yang telah merawatnya hingga sekarang sudah menjadi seorang gadis dewasa yang cantik.

"Kalo begitu, ayo kita bawa gadis ini saja. Tuan besar pasti akan senang kalo kita pulang dengan membawa seorang wanita yang cantik seperti ini." sela pria satunya.

"Wah, benar juga apa yang kamu katakan. Ayo kita bawa saja," jawab temannya dan berdiri hendak mendekati Anika.

kedua pria bertampang sangar itu yang ternyata adalah para pengawal Juragan Jarwo, segera menarik tangan Anika dan menyeretnya keluar dari rumah tanpa menghiraukan teriakan Anika.

"Paman, Bibi tolong Aku. Aku tidak mau ikut dengan mereka. Tolong kepaskan Aku,.....hiks hiks hiks...." teriak Anika dengan suara pilu.

Anika menangis meraung dan menjerit , tapi Paman dan Bibinya hanya menatap nya dengan diam, bahkan tak mempedulikan teriakan Anika.

Kedua pria itu terus saja menyeret Anika dan membawanya masuk ke mobil dengan paksa.

Bahkan beberapa tetangga yang menyaksikan kejadian itu pun tak berani mendekat dan menolong Anika. Karena mereka tahu, orang - orang itu adalah anak buah Tuan tanah di Desa sebelah yang sangat terkenal akan pengaruhnya dan sifat kejamnya.

Bahkan mereka sering kali bertindak bengis, memukuli tanpa ampun pada orang - orang yang akan mencoba menghalangi keinginan Juragan Jarwo.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status