Share

Dibawa ke Rumah Besar

"Aku mau di bawa kemana Tuan, tolong lepaskan Saya," Anika terus memohon kepada dua pria yang membawanya itu untuk melepaskannya.

"Diamlah, Kau akan Kami bawa pada Tuan besar Kami..ha ha ha ha......" dua pria itu pun tertawa, tak ada belas kasihan sedikitpun pada rintihan Anika yang terus menangis dengan pilu.

" Berisik sekali Kau, diam...diamlah.....!" Pria yang ada di sebelahnya menghardik Anika, sehingga Anika tampak sangat ketakutan dengan wajah pucat. Sungguh malang nasib dirinya, yang di jadikan sebagai pelunas hutang oleh Paman dan Bibinya sendiri. Akhirnya Anika hanya bisa diam dan pasrah. Dia tidak tahu kemana dua orang pria itu akan membawanya. Sungguh kejam Paman dan Bibinya, begitu lah pikir Anika.

"Kakak, tolong lah Aku. Di mana kamu Kak?" rintih Anika dalam hatinya. Tiba - tiba mobil yang mereka tumpangi itu berbelok ke sebuah rumah yang besar. Setelah pintu gerbang terbuka mobil itu pun perlahan memasuki halaman rumah yang juga sangat luas itu. Kedua pria itu turun lebih dahulu.

"Turun , ayo cepat turun!" perintah salah satu pria itu dan menarik tangan Anika dengan kasar keluar dari mobil.

Anika terus di bawa masuk ke dalam rumah, lewat halaman samping dan menuju ke bagian belakang rumah besar itu. Mereka tiba di deoan sebuah ruangan. Pria yang membawa Anika membuka pintu ruangan itu, dan menyeret tubuh Anika untuk masuk ke dalam.

"Tunggu dan diamlah di kamar ini. Jangan coba - coba berpikir untuk kabur dari sini. Kalau Kau Kabur, maka hidup mu akan lebih menderita lagi. Karena kami tidak akan segan - segan menguliti tubuhmu yang mulus itu." ancam Pria itu kepadanya dengan senyum menyeringai.

Anika tambah ketakutan saat mendengar ancaman dari pria itu. Ia hanya bisa menangis dan duduk di sudut sambil memeluk lutut. Meratapi nasib dirinya yang selalu di timpa kesulitan hidup.

Paman dan Bibinya yang sudah merawatnya dari kecilpun tak pernah menyayanginya, setiap hari Dia hanya akan di caci dan di pukul meski hanya melakukan sebuah kesalahan kecil. Kakak yang menjadi harapan satu - satunya, tak pernah muncul lagi.

Saat tangis Anika sudah mereda, perlahan Ia mengangkat wajahnya dan mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan itu. Sebuah kamar dengan ukuran sekitar 3,5 m. Hanya ada sebuah jendela yang menerangi kamar itu, Itu pun sudah di pasang teralis besi. Sangat sulit sepertinya kalo harus kabur melalui jendela itu.

Tangan - tangan mungil Anika tentu tidak akan kuat membobol teralis itu. Di dalam kamar itu hanya ada sebuah ranjang yang lumayan besar. Dindingnya semuanya bercat putih dan tak ada hiasan apapun yang menggantung di sana. Ruangan ini kelihatan bersih dan rapi, mungkin memang sengaja di rawat setiap hari oleh pelayan di rumah itu.

Tiba - tiba Anika mendengar ada langkah kaki yang mendekat ke arah ruangan itu. Dan berhenti tepat di depan pintu. Dari bawah pintu, Anika bisa melihat ada beberapa bayangan yang sedang berdiri di balik pintu itu.

Anika kembali duduk di sudut ruangan dengan tubuh yang gemetar. Perlahan pintu pun terbuka, dan masuklah dua orang laki - laki dan satu perempuan tengah Baya . Pria yang satu Anika sudah tak asing, karena Dia lah yang tadi membawa Anika. Sedangkan dua orang lainnya Anika baru melihatnya.

Seorang Pria yang berumur sekitar empat puluhan dengan tubuh tinggi tegap menghampiri Anika. Dia berjongkok di depan Anika dan memperhatikan Anika dengan tatapan tajam penuh selidik.

"Siapa namamu Cah Ayu?" tanya Pria itu dengan suara agak berat dan mengangkat dagu Anika.

"A....Anika Tu Tuan," dengan suara tergagap Anika menjawabnya.

"Cantik juga kamu secantik namanya ha ha ha ha......," Pria itu tertawa sambil mengelus pipi Anika. Dengan cepat Anika menghindar dan menepis tangan pria itu.

"Wah wah, masih perawan sepertinya. Kau memang pandai mencari perempuan untuk ku Marno," katanya lagi dan mengacungkan jempolnya pada pengawalnya.

"Dia adalah keponakan dari Pak Dimin dan Bu Weni yang ada di Desa seberang Tuan."

"Jadi gadis ini keponakan mereka. Dua orang itu yang selalu berhutang kepadaku tapi tidak pernah mau bayar." Sekali lagi, Juragan itu menatap pada Anika sambil mengelus janggutnya.

"Iya Tuan, karena mereka tidak mau membayar hutang - hutangnya dengan alasan tidak punya uang, maka kami memutuskan untuk membawa gadis ini sebagai jaminan saja. " jawab Marno dengan bangga.

"Lalu bagaimana sikap mereka ketika kalian membawanya ke sini?"

"Sepertinya mereka tidak keberatan sama sekali saat kami membawa gadis ini Tuan. Mereka kelihatannya malah senang kalo gadis ini kami bawa sebagai pelunasan hutang pada Tuan."

"Dasar tua bangka gila uang, keponakannya sendiri pun mereka korbankan ha ha ha ha....."

Pria yang di panggil Tuan itu pun terus tertawa terbahak - bahak menatap Anika yang semakin ketakutan.

"Bagus, Aku suka kerja kalian itu. Dan rasanya enak juga bermain - main dengan gadis polos dan perawan seperti ini . Karena Aku sudah lama tidak mencicipi darah perawan ha ha ha ha. "

"To to long lepaskan Sa ya Tu an....hiks hiks hiks....,." Anika menangis dan memohon pada Tuan yang ada di hadapannya.

"Apa, melepaskanmu? Enak saja Kau bilang seperti itu. Paman dan Bibimu itu sudah menyerahkanmu padaku sebagai pelunasan hutang mereka yang sudah sangat banyak . Sekarang Kau adalah milikku Cah Ayu." Juragan Jarwo mendekat dan berusaha memegang tangan Anika.

"To to long Tuan lepaskan Saya. Saya janji akan melunasi semua hutang - hutang Paman dan Bibi asalkan Tuan mau melepaskan Saya, " ucap Anika dengan memelas.

"Mbok Darti, ayo cepat, kenapa Kau diam saja dari tadi. Siapkan gadis itu untukku nanti malam. Kau paham kan apa yang harus Kau lakukan."

"Ba baik Tuan akan saya siapkan semua seperti biasanya."

Wanita setengah baya yang dipanggil dengan Mbok Darti itu pun mendekat ke afah Anika. Sedangkan Tuan besar dan pria yang satunya keluar dari kamar itu dan menutup pintu kembali.

"Ndok, Cah Ayu ayo kamu harus makan dulu, setelah itu bersihkan tubuhmu. Nanti malam bersiaplah untuk melayani Tuan besar dengan baik," Simbok tua itu menuntun Anika untuk duduk di atas ranjang.

"Mbok, tolong Aku mbok. Bantu Aku agar bisa lari dari sini, Ku mohon Mbok," Anika menangis dan menghiba lagi pada pada Mbok Darti. Siapa tahu dia mau menolongnya. Karena kelihatannya Simbok itu orang yang baik.

"Maaf Ndok, Simbok gak bisa berbuat apa - apa untuk menolongmu. Karena Simbok juga takut jika melanggar perintah Tuan Besar. " jawab wanita tua itu dan mengelus pundak Anika.

"Mbok, ku mohon.....bantu Aku Mbok." pinta Anika dengan sangat menghiba.

"Sekeliling rumah ini semuanya di jaga oleh pengawal Tuan Besar Ndok, Kau tidak akan bisa melarikan diri." Mbok Darti dengan singkat menceritakan tentang rumah besar itu.

"Kalo Kau sampai tertangkap oleh mereka, Kau justru akan mengalami siksaan yang sangat pedih. Dan bukan hanya kamu saja, tapi Simbok juga pasti akan kena imbasnya ikut di siksa sama pengawal - pengawal Tuan Besar. Apa Kau tidak kasihan dengan tubuh yang sudah tua renta ini Ndok?" Mbok Darti berusaha memberikan pengertian pada Anika. Karena memang akan sia - sia saja jika berusaha lari dari rumah Tuan Besar itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status