Share

Bab 2 Gairah

[Beberapa jam sebelum tiba di kelab malam Arena]

Ponsel Azkara berdering nyaring. Ia langsung terbirit-birit keluar dari kamar mandi, lalu bergegas lari menuju kamarnya untuk mengambil ponsel yang ia taruh di atas nakas. Sekilas Azkara melihat layar ponselnya, lalu mengecek nama kontak yang tertera di atas sana. Setelah tahu kalau panggilan telepon itu berasal dari Rendy, Azkara pun langsung mengangkatnya. 

"Halo?"

"....."

"Iya. Gue baru mandi nih."

"....."

"Alamatnya dimana?"

"....."

"Ya udah shareloc aja, bro."

"....."

"Iya, abis ini gue langsung otw."

Tuuuut-tuuuut-tuuuut…

Tiba-tiba sambungan telepon itu terputus. Azkara sama sekali tak berminat untuk menelepon balik Rendy, dan malah menutup sambungan telepon itu secara sepihak. Entahlah, mungkin jaringan seluler Rendy sedang bermasalah, dan Azkara juga sedang malas berbicara, sehingga panggilan telepon itu pun dimatikan dengan situasi canggung. 

Tak ambil pusing, Azkara memasukkan ponselnya ke dalam saku celana. Ia bersiap-siap memilih pakaian yang akan ia kenakan malam ini untuk menghadiri pesta ulang tahun Rendy. 

Azkara memilah-milah tumpukan baju dari dalam lemari pakaiannya. Cukup lama ia menimbang-nimbang gaya pakaian yang akan dipilih. Namun, setelah sekian lama berpikir, Azkara pun mantap menjatuhkan pilihannya pada pakaian bergaya kasual. Ia memadupadankan celana jin panjangnya dengan baju flanel kotak-kotak berwarna hitam, serta jaket bomber berwarna senada. 

Sedangkan untuk aksesorisnya, Azkara memilih untuk memakai jam tangan hitam merk ternama.  

Beres dengan pakaian dan aksesorisnya, Azkara pun lanjut menata rambutnya yang masih berantakan. Ia mencolek sedikit pomade dan mengoleskannya ke seluruh rambutnya. Lalu ia menata rambutnya itu ke arah belakang mengikuti arah potongan rambutnya yang bergaya undercut. 

Ketika Azkara melihat pantulan dirinya di depan cermin, ia merasa sangat puas. Tanpa sadar bibirnya tersenyum manakala ia melihat tatanan rambutnya sendiri yang tampak selaras dengan gaya pakaiannya malam ini. Kini, Azkara telah siap untuk pergi ke tempat pesta ulang tahun Rendy. 

Azkara memutuskan pergi menggunakan mobil pribadinya sendiri. Ia pergi menuju garasi rumahnya, lalu mengeluarkan salah satu mobil pribadinya yang berjenis mobil sport berwarna silver. 

Kemudian, ia mengendarai mobilnya di kecepatan enam puluh kilometer per jam. Kecepatan ini tergolong aman dan membuat Azkara nyaman. Selain itu, melaju di kecepatan ini juga tidak membahayakan nyawanya maupun nyawa orang lain. Biar bagaimanapun, keselamatan adalah nomor satu. Dan sebagai seorang warga negara yang baik, sudah seharusnya ia taat pada peraturan lalu lintas. 

Azkara mengendarai mobilnya sesuai dengan alamat yang dikirim Rendy. Namun, ia tak pernah menyangka bila Rendy akan merayakan pesta ulang tahunnya di sebuah kelab malam paling populer di Kota Jakarta. Azkara terkejut karena Rendy tak pernah memberitahu hal ini sebelumnya. 

Karena sudah terlanjur menginjakkan kaki di depan kelab malam, mau tak mau Azkara pun masuk ke dalam sana. Padahal, seumur-umur ia tidak pernah datang maupun masuk ke dalam sebuah kelab. Lagipula, Azkara juga tak tertarik dengan kehidupan malam yang gemerlap. Ia lebih senang menghabiskan malamnya yang sunyi di dalam rumah sambil membaca buku atau menonton film. 

Meski selama 30 tahun hidupnya Azkara belum pernah masuk ke dalam kelab malam, tapi ia tampak percaya diri. Tak ada tanda-tanda kecemasan yang tergambar di raut mukanya. Ia juga melangkahkan kakinya dengan santai, seolah-olah sudah terbiasa masuk ke dalam kelab-kelab sejenis ini. 

"Azka!" Seseorang memanggil namanya. Kalau dilihat dari penampilannya, sepertinya orang itu adalah Rendy. 

Untuk memastikan, Azkara pun berjalan mendekati sosok itu. Ia melangkah menuju tempat dimana sosok itu berada, yaitu meja bar. 

"Woy!" Azkara menepuk bahu pria berjas abu-abu itu dengan kencang. Pria yang duduk bersandar di tepi meja bar itu terlonjak kaget. Ia menoleh, dan ternyata sosok itu adalah Rendy. Di samping Rendy berdiri juga dua orang temannya yang lain, yaitu Jay dan Bobon. 

"Lu kemana aja baru dateng jam segini?" tanya Rendy kesal. 

"Nggak kemana-mana," Azkara membalasnya santai. Ia tahu kalau Rendy sedang kesal, makanya, ia mencoba mengalihkan topik pembicaraan mereka dengan membahas topik yang lain. 

"Ngomong-ngomong yang lain pada kemana nih? Belum dateng?" tanya Azkara. 

Rendy terkekeh. "Siapa? Gue cuma ngundang kalian bertiga doang ke sini."

Azkara terkejut. "Lah, gue kira lo bakal ngadain pesta rame-rame."

"Iya, gue memang mau ngadain pesta malam ini. Tapi nggak rame-rame. Cukup kita berempat aja."

"Kita berempat? Pesta apaan?"

Rendy berbisik lirih, "pesta wanita." 

"Sorry, mending gue pulang aja." Azkara menolak. 

Penolakan tegas dari Azkara rupanya membuat Rendy sinis. "Udahlah bro, lo nggak usah sok suci kalau jadi cowok," ledeknya.

"Sealim-alimnya cowok kalau dikasih lihat cewek seksi juga pasti bakal berdiri batangnya. Kecuali kalau lo bukan cowok." Kemudian Rendy terbahak-bahak, diikuti pula dengan Jay dan Bobon yang terkikik geli. 

Meski kejantanan Azka menjadi bahan olokan teman-temannya, tapi dia tak peduli. Dengan raut datar, Azka malah pergi dan berdiri di ujung meja bar. 

Rendy menghampiri Azka yang sibuk bermain ponsel. Dia menepuk pundak Azka dan berkata padanya, "Hei, bro. Gue kasih tahu ya, yang namanya cowok itu memang dikodratkan buat bernafsu. Nafsu itu harus dipuaskan. Jangan ditahan-tahan." 

Azkara tak setuju. Ia menentang keras pernyataan Rendy. "Tapi cowok juga manusia, bukan binatang. Harusnya bisa mikir pakai akal dong, bukan cuma ngikutin hawa nafsu doang. Kecuali kalau lo binatang."

Perkataan Azkara rupanya membuat Rendy tersinggung. "Maksud lo apa nih?" Emosi pria berusia 30 tahun itu tersulut. "Lo ngatain gue binatang?"

"Udah woy!" bentak Jay melerai. 

Sebelum baku hantam antara Azkara dan Rendy terjadi, buru-buru Bobon melerai keduanya. "Udahlah, bro. Kalian nggak malu apa dilihatin orang banyak? Mending sekarang kita senang-senang."

Ajakan Bobon ternyata mampu mengalihkan emosi Rendy sesaat, namun tidak dengan Azkara. Raut muka Azkara justru terlihat semakin keruh manakala Jay, Bobon, dan Rendy mengajaknya untuk minum minuman keras. 

"Cobain satu seloki aja," tawar Jay. 

Namun Azkara tetap menolak. "Gue nggak minum!" katanya. 

Bobon pun tak memaksa. Ia terus meneguk gelas demi gelas anggur merahnya hingga habis. 

Memasuki tengah malam, seorang penari striptis muncul ke atas panggung menggunakan pakaian transparan. Penari striptis itu memiliki bentuk tubuh yang sintal dan padat. 

Seolah sadar akan keseksiannya, penari itu pun meliuk-liukkan tubuhnya mengikuti alunan musik EDM yang diputar oleh seorang DJ. Para pria yang melihatnya pun seketika menjadi bergairah. Begitupun dengan Rendy, Bobon, dan Jay. 

Sementara itu, Azkara berusaha keras menahan hawa nafsunya dengan tetap duduk di atas sofa. Ia tak beranjak sedikitpun dari tempatnya berada. 

Azkara mengalihkan pandangannya secepat mungkin. Berusaha menahan diri agar logikanya tidak dikalahkan oleh nafsu. 

Kemudian, untuk mengalihkan perhatiannya dari penari striptis itu, Azkara pun menyibukkan dirinya dengan bermain media sosial yang ada di ponselnya.  

Setelah berjam-jam berdiri di pinggir panggung, Rendy yang kelelahan akhirnya mengajak Jay dan Bobon untuk kembali duduk. Mereka bertiga menghampiri Azkara yang sedang asyik bermain ponsel sendirian. 

Namun, baru beberapa menit Rendy mendudukkan tubuhnya di atas sofa, tiba-tiba penari striptis itu menarik Rendy untuk naik ke atas panggung. 

Sontak suasana menjadi heboh. Apalagi ketika si penari menggoda Rendy dengan gerakan-gerakan tubuhnya yang menggoda seperti melepas jas yang dipakai Rendy, memainkan dasinya, hingga membenamkan wajah Rendy di dua gundukan dadanya yang terasa kenyal. Jujur saja, Rendy sangat menikmatinya. 

Aksi panggung si penari striptis malam ini telah membuat Rendy merasa puas. Ia juga merasa beruntung karena bisa naik ke atas panggung dan merasakan sensasi belaian dari seorang penari striptis. Menurutnya, malam ini adalah malam ulang tahun terbaiknya seumur hidup. 

Memikirkan sentuhan, gerakan, dan raut wajah si penari striptis tadi menbuat Rendy semakin berambisi. Ia bertekad untuk menghabiskan sisa malamnya di atas ranjang bersama si penari itu. Rendy semakin terbayang-bayang dan tak bisa menahan gairahnya. 

Pokoknya gue harus tidur bareng dia malam ini, batin Rendy. 

-TO BE CONTINUED-

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status