Share

4. Wanita Penghibur yang Pensiun

“Sial! Badanku lengket semua!”

Serina duduk di sofa ruangan Bos, tempat yang ditempati Leon dan Brata—pemilik club. Leon duduk di hadapannya sambil terus menghela napas.

“Harusnya kau tidak usah meladeninya. Langsung panggil aku atau pengawal saja.”

Serina tidak menanggapi, malah sibuk menyeka dadanya yang lengket dengan tisu basah. 

“Kita bisa menyelesaikan masalahnya dengan baik-baik dan mengantar mereka pulang dengan tenang.”

Serina memutar bola mata, menjauhkan tisu basah yang sudah penuh dengan bekas wine dari dadanya. “Lalu membayar ganti rugi? Memang apa salahnya berargumen sedikit? Bukannya menyentil kelamin suaminya, dia malah menyerangku. Bodoh sekali. Memangnya aku yang menggendong suaminya untuk datang ke sini?”

Leon mendesah takjub pada pilihan kata-kata Serina yang unik. Ia menyandarkan punggung ke sofa dengan wajah lelah lalu menatap Serina tidak enak.

“Ini penghinaan terakhir yang kudapatkan. Setelah ini aku harap kau melindungi para pekerja dengan baik. Bukan mereka yang harus minta maaf, Leon. Mereka bisa membalas jika memang tidak salah.”

“Kau yakin ingin berhenti?”

Serina berkedip malas. “Tentu saja.”

Ekspresi Leon terlihat ragu, seolah ada sesuatu yang ingin dia sampaikan, namun terlalu buruk untuk diterima oleh wanita di hadapannya.

“Bos sudah menyetujuinya?”

“Kontrakku sudah berakhir. Tidak ada alasan untuk tidak menyetujuinya.”

Sejak awal, Brata memang cuma menjanjikan masa lima tahun untuk Serina dengan syarat Serina mesti mampu membuat club menjadi tempat hiburan malam nomor satu di kota itu. 

Dan sekarang sudah terwujud. Jangankan lima tahun, tiga tahun pun Serina sudah bisa melakukannya. Dengan kecantikan dan pelayanannya, tidak ada satu pun laki-laki yang bosan dan pergi hanya dengan satu kali memesan, seolah wanita itu punya semacam zat adiktif yang bisa membuat orang kecanduan.

Tapi beberapa hari yang lalu, Leon mendapatkan tugas yang amat berat dari Brata, yaitu membuat Serina tetap tinggal di tempat ini. Karena Serina adalah ikon dari club ini, ladang uang dan pembawa keberuntungan.

“Bos menyuruhku menyampaikan ini, katanya kau tidak bisa keluar tanpa uang jaminan kontrak.”

Serina mengernyit secepat kilat. “Uang jaminan kontrak? Apa maksudnya?”

“Uang yang harus kau berikan jika ingin keluar dari sini.”

Dan saat itu juga wajah cantik Serina menjadi marah. “Kontrakku sudah berakhir! Kenapa aku harus membayar jaminan kontrak? Kami sudah saling menguntungkan selama ini! Tidak ada pihak yang dirugikan!”

“Aku tahu. Serina, aku bersimpati padamu. Tapi, kau tahu peranmu untuk club ini, kan? Orang-orang bisa kehilangan minat jika kau pergi. Itulah yang ditakutkan Bos. Makanya dia ingin mengikatmu di sini.”

“Kalau begitu tinggal cari Serina-serina yang lain! Kenapa mesti menjebakku dengan uang?”

“Tinggallah sebentar lagi. Mungkin satu atau dua tahun sampai club ini menemukan penggantimu. Tempat ini bisa mati jika kau tinggal secara tiba-tiba.”

Serina mengeraskan wajah. “Aku tidak peduli, Leon. Aku bukan budak kalian.”

“Mungkin tidak butuh waktu selama itu, aku akan segera mencari penggantimu jadi tinggallah dulu.”

Serina meremas tisu basah yang kini tak lagi basah itu. “Berapa uang yang harus kubayar?”

Leon menarik napas berat. “Dua puluh miliar.”

Lalu dalam sekejap Serina berdiri dengan mata membelalak. “KAU GILA! UANG YANG KUKUMPULKAN SELAMA INI BAHKAN TIDAK SEBANYAK ITU!”

“Apa kau tidak membaca kontrakmu dengan detail? Di situ tertulis kalau kau memang harus membayar berapa pun jumlah yang diinginkan pihak pertama yaitu Bos jika ingin keluar dari sini—meskipun kontrakmu sudah berakhir.”

Serina sangat syok. Dia pikir dia sudah membaca semua poin yang tertera dalam surat kontrak itu. Meski waktu itu tangannya gemetar dan ia sedang dalam kondisi yang sangat buruk. 

“Awas saja kalau si Brata Kampret Sialan itu membodohiku. Aku akan cek isi kontraknya!”

Dengan derap langkah murka, Serina keluar dari ruangan Bos menuju ruang yang disediakan khusus untuk pekerja istimewa alias para wanita penghibur. Diambilnya surat kontrak itu dari lokernya. Dia baca dengan saksama setiap poin yang tertera di sana.

Lalu matanya menemukan poin terakhir, dengan tulisan kecil dan sengaja disamarkan seolah poin itu tidak penting dan hanyalah sebagai pelengkap. Tertulis di bagian bawah dan dibungkus dengan kata-kata kiasan.

‘Pihak kedua memberikan imbalan kepada pihak pertama jika masa kontrak sudah berakhir. Imbalan ini bisa berupa hadiah atau sesuatu yang diinginkan oleh pihak pertama sebagai bentuk balas budi karena sudah membantu pihak kedua.’

Sial! Jadi imbalannya adalah uang 20 miliar itu? 

Serina menggertakkan gigi, meremas lembaran surat kontrak itu dengan urat-urat leher yang menegang. 

“Brata Keparat!”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status