Share

Bab 03. DTA003

Penulis: Aleena
last update Terakhir Diperbarui: 2022-12-11 05:52:31

Salwa membuka jendela kamarnya ketika langit telah menurunkan hujan dengan debit air yang tidak terlalu deras. 

Salwa mengapit sebuah koran yang baru dibeli kemarin, yaitu ketika perjalanan menjemput orang tuanya pulang dari rumah sakit. Dia sudah melingkari beberapa lowongan pekerjaan yang tertera pada surat kabar itu.

Keputusannya untuk bekerja sudah bulat. Dia akan berjuang demi memenuhi kebutuhan keluarganya. Berharap dengan pengorbanannya ini, adik-adiknya akan tetap bisa bersekolah tanpa memusingkan biaya yang harus dibayarkan.

Dia mengamati perusahaan-perusahaan yang membutuhkan karyawan lulusan Sekolah Menengah Atas. Ada Officegirl, kasir, Waiters, dan Babysitter. Salwa memutuskan melamar sebagai kasir di sebuah supermarket, karena jika dilihat dari gaji pekerjaan tersebut lebih menghasilkan.

Namun, saat dia beralih ke halaman lain, sebuah artikel menggiurkan membuat gadis berbulu mata lentik itu mengurungkan niatnya. Ya, sebuah artikel yang menunjukkan jalan keluar bagi permasalahannya untuk segera mendapatkan banyak uang dengan hanya bermodal ijazah Sekolah Menengah Atas.

Sebuah yayasan penyalur tenaga kerja resmi telah membuka kesempatan bagi siapa saja yang mau mengubah nasib dengan berkarier di negera asing. Senyum seketika mengembang di bibir Salwa. Doa-doanya terjawab sudah, dia sudah memutuskan untuk segera mengambil kesempatan itu demi masa depan keluarganya.

Salwa memutuskan menjadi seorang tenaga kerja wanita yang akan bekerja di sebuah negara yang belum pernah sekali pun terbayangkan olehnya meski hanya dalam mimpi saja.

***

Peluh membasahi pipi, Salwa tak menghiraukannya. Dengan sepeda usang, dia mengayuh roda dua itu untuk menuju tempat yayasan penyalur tenaga kerja. Tas dia panggul di punggung, mengenakan celana bahan yang warnanya telah pudar di berbagai sisi, perempuan itu bersemangat untuk menjemput impian mengubah nasibnya juga keluarga.

Hingga ketika tepat berada di lampu merah, kakinya mengerem di jalan beraspal. Sepeda roda dua yang dikenakannya memang remnya tak berfungsi dengan baik, sehingga membutuhkan kaki yang dipijakkan ke tanah untuk menambah gaya gesekan.

Nahansnya, sebuah mobil yang mengerem mendadak mencipratkan genangan air bekas hujan mengenai pakaian Salwa. Dia ingin memaki pemilik mobil tersebut, tetapi begitu kaca jendela mobil itu menurun dengan melihat siapa pemiliknya membuat hati Salwa berubah sedih.

Seorang pria berkacamata hitam yang di sebelahnya duduk dengan anggun wanita cantik berpakaian tanpa lengan menatap sinis ke arahnya. Pria itu berada di kursi kemudi yang mana posisinya agak jauh dengan Salwa, sementara perempuan cantik itu lebih dekat posisinya dengan Salwa.

Pria itu adalah Alvaro, cowok populer di sekolah Salwa yang secara diam-diam disukai oleh gadis itu. Perbedaan terlalu senjang membuat Salwa tak berani mengungkapkan perasaannya, sehingga dia lebih memilih memendam rasa untuk memutuskan menyukai pria itu dalam diam.

Salwa masih menatap ke arah dalam mobil dan tanpa sengaja lelaki itu pun turut menatapnya. Ada raut terkejut di mimik muka lelaki itu, melihat Salwa basah kuyup yang tak lain karena ulahnya.

Dia ingin menyapa, meminta maaf, tetapi melihat penampilan Salwa yang berantakan dengan wajah berpeluh karena sengatan matahari membuat lelaki itu urung melakukannya. Ada rasa malu yang membelenggu, menangkup dirinya agar tak perlu memedulikan sosok Salwa. Hingga ketika lampu lalu lintas berubah hijau, lelaki itu bergegas melajukan mobilnya tanpa menatap Salwa.

Melihat sosok itu telah pergi dan tak memedulikannya, Salwa kembali mengayuh sepedanya. Ada rasa sakit di sudut hatinya melihat seorang yang dia sukai hanya menatapnya sambil lalu, tak menghiraukan apalagi menegurnya kendati mereka saling mengenal. Rasa ngilu di sudut hatinya telah dipendamnya rapat-rapat, tak perlu dipertunjukkan karena perasaannya dianggap hal yang tidak penting oleh orang lain. Kini, tujuannya hanya satu, yaitu mendapatkan pekerjaan agar bisa mengubah kehidupan keluarganya yang penuh akan kekurangan menjadi lebih baik dan tercukupi.

***

Di ruangan itu, Salwa menunggu dengan tenang setelah sebelumnya meminta izin membersihkan diri di toilet. Perempuan itu duduk di salah satu kursi tunggu yang mana di sebelahnya terdapat beberapa orang yang juga sedang menunggu dipanggil namanya.

Segala persyaratan yang tertera di surat kabar sudah dipersiapkan olehnya, sehingga Salwa tinggal menunggu semua dikumpulkan. Tekadnya sudah bulat, meskipun rasa takut untuk pergi merantau ke negeri orang begitu tinggi, tetapi keinginan mengubah nasib keluarganya lebih besar daripada rasa takut itu. Dia akan menekan kuat perasaan gelisah itu, mengubahnya menjadi sebuah spirit demi keluarga tercinta.

***

Segala proses telah dilewati Salwa setelah dua bulan berada di asrama Yayasan. Pendidikan singkat terkait pekerjaan yang akan dilakukannya di sana telah dengan baik dilewati. Otak cerdasnya sangat berguna ketika harus menghafal dan mempraktekkan percakapan bahasa asing yang mungkin akan dia gunakan nanti di tempat kerja.

Sempat tebersit keraguan ketika dirinya meminta izin Pak Samsul, ayahnya saat itu untuk merantau mendapatkan pekerjaan yang bagus, tetapi semuanya sirna setelah niatnya tercurahkan dengan baik.

Meskipun sebelumnya kedua orang tua Salwa menentang keras, tetapi akhirnya Salwa bisa meyakinkan mereka dan mendapatkan izin serta restu walau dengan hati yang tak rela.

Bagaimanapun kedua orang tua Salwa tak bisa melihat putri sulungnya itu mencari penghidupan di tempat yang jauh tak tersentuh. Bayangan seorang TKW yang disiksa, diperkosa, bahkan dibunuh oleh majikannya membuat rasa cemas dan khawatir mereka akan kehidupan Salwa di sana. Apakah anaknya itu akan baik-baik saja selama di perantauan?

Hanya doa yang mampu mereka panjatkan demi keselamatan dan keberhasilan Salwa, karena mereka hanya bisa memasrahkan semua takdir kepada Yang Kuasa.

Dan kini, ketika semua telah siap dengan sebuah koper di tangan. Salwa dan rekan-rekannya hari ini melakukan jadwal penerbangan menuju negara tujuan, yaitu Hong Kong.

Dia memejamkan mata begitu pesawat melakukan lepas landas. Bayangan kedua orang tuanya tersenyum sambil menangis ketika melepaskan kepergiannya terbayang kembali dalam ingatannya.

Senyum teduh mereka menjadi sebuah amunisi bagi Salwa, bahwa dia mampu untuk memperjuangkan hidupnya dan hidup keluarganya. Ya, bismillah, hanya niat yang tulus dengan tekad yang kuatlah sebagai modal serta pondasinya dalam berjuang di negara orang.

***

Hampir lima jam perjalanan yang cukup banyak drama, di mana teman-temannya yang baru sekali naik pesawat membingungkan dirinya. Dari salah menduduki kursi penumpang lain, hingga mabuk udara, membuat perjalanan ke Bandar Udara Internasional Hong Kong menjadi lebih berwarna. Beruntung Salwa tak mengalami kesusahan yang berarti kendati dirinya juga kali pertama menaiki pesawat terbang.

Pengetahuan yang didapatkan ketika di asrama cukup membantunya tetap tenang selama berada dalam pesawat. Dari mulai proses pemeriksaan tiket, pemeriksaan barang bawaan, pembayaran pajak, hingga sampai berada dalam pesawat sudah dia hafal diluar kepala sehingga sekalipun untuk pertama kalinya Salwa tak banyak melakukan kesalahan.

Dan kini, ketika kakinya sudah menjejak di negara orang, menghirup udara yang jauh dari keluarga, rasa takut mulai menyelimuti. Dia mencengkeram tali tas punggunggungnya dengan erat sambil merapal doa untuk meyakinkan diri bahwa keputusan yang dia ambil ini akan bisa mengubah kehidupan keluarganya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Wanita Pilihan Mafia   Bab 128. Tamat

    Alan kembali tertawa. Tawa renyah tanpa takut Sean akan menghajarnya setelah itu."Tentu saja tidak. Kau sangat menggemaskan, Tuan Arthur.""Kau!"Sean beranjak berdiri, ingin mencekik Alan yang kembali mentertawainya. Namun, Alan segera menghindar, ikut berdiri dengan menghadapkan ke depan kedua telapak tangannya yang terbuka lebar."Ayolah, Sean. Aku hanya bercanda.""Bercandamu tidak lucu. Pulang saja ke negaramu!" ucap Sean menahan kesal kepada sahabatnya itu.***Malam ini adalah minggu ke dua setelah tragedi mualnya Salwa yang anti didekati oleh Sean. Sean terpaksa menahan diri agar tidak menyentuh Salwa, padahal dia termasuk lelaki yang tidak sanggup menahan kebutuhan hasrat biologisnya dalam waktu lama.Dia terpaksa tidur di ruang kerja yang berada tepat di samping kamar tidur utama. Dia berusaha memejamkan mata, mengatasi rasa menggigil ingin dihangatkan oleh tubuh wanita yang dicintainya.Suara derit pintu terdengar lirih, dengan langkah kaki yang menapak lantai marmer di ru

  • Wanita Pilihan Mafia   Bab 127. Ngidamnya Salwa

    Jelas perhatian semua tamu undangan kini beralih pada sosok tegap yang wajahnya terlihat meradang. Lelaki tinggi dengan berbalut tuxedo mahal berjalan di atas karpet merah menuju panggung di mana Salwa dan Angela berdiri di sana.Langkah kakinya terdengar tegas begitu berada di atas panggung. Tangannya mengambil paksa microphone di tangan Angela, lalu mengeluarkan sapu tangan dari saku celana untuk digunakan mengelap kepala serta gagang microphone tersebut. Hal itu sengaja ia pertontonkan di hadapan Angela, menunjukkkan bahwa perempuan itu lebih menjijikkan dari dugaannya.Sementara sebelah tangan Sean memeluk pinggang Salwa, menarik perempuan itu agar lebih mendekat ke arahnya. Tatapannya tertuju pada semua tamu undangan yang sebelumnya tampak riuh karena ulah Angela, kini tiba-tiba hening dan senyap."Dia memang pernah menjadi pelayanku. Dia juga pernah mengandung anakku." Air mata Salwa seketika menetes mendengar perkataan Sean. Ada apa ini? Apakah ia datang ke sini hanya untuk dip

  • Wanita Pilihan Mafia   Bab 126. Pesta Pernikahan

    Tidak ada kata terlambat untuk menciptakan kehidupan yang diinginkan. Semua akan berjalan sesuai dengan apa yang sedang kita perjuangkan.Pria bermata biru mengusap kepala sang istri yang baru saja tersadar setelah pemeriksaan dokter dilewati beberapa menit yang lalu. Bibirnya menyunggingkan senyum ketika memandang bulu mata lentik mengerjap ringan. Mata bulat itu memandang dengan sayu, buliran air pun menggenang di pelupuk mata, lantas menetes dengan aliran ringan membasahi pipi."Syukurlah kau sudah sadar." Sean menyeka air mata di pipi Salwa dengan ibu jari kanannya secara bergantian. Pria itu tak menanyakan hal yang sesungguhnya ingin sekali ia tanyai, terkait apa saja yang sudah Salwa lakukan dengan Ramunsen di kamar mereka."Mas, ...." Suara Salwa terdengar serak, mungkin karena terlalu banyak menangis. Menyadari hal itu, Sean mengambilkan minum untuknya, membantu Salwa duduk dari pembaringan.Sedikit demi sedikit air di dalam gelas itu berpindah ke mulut Salwa, membasahi tenggo

  • Wanita Pilihan Mafia   Bab 125. Mengejar Ramunsen

    Mobil sport yang memiliki kecepatan lintasan di atas rata-rata digunakan Sean untuk mengejar Edward dan Salwa. Zoe bertugas mengendarai, sementara Sean duduk di sampingnya sembari berpikir dan mendengar segala laporan anak buahnya yang telah memata-matai Ramunsen dari atas ketinggian.Mobil mewah berwarna metalic itu menerobos apa saja yang ada di depan mata, memacu secepat yang ia bisa di tengah keramaian. Kepiawaian Zoe dalam mengendarai mobil tersebut sudah tidak diragukan lagi. Lelaki itu mengernyit ketika titik koordinat yang akan mereka lewati menuju daerah dataran tinggi."Tuan, mobil mereka ...."Sean hanya diam, meski Zoe tidak melanjutkan kalimatnya. Lelaki itu terlihat berpikir serius, tentang apa yang dilakukan Ramunsen di tempat seperti itu. Benar-benar tidak masuk akal.Sekelebat bayangan seorang wanita hamil dari kejauhan tampak tertatih-tatih dalam menahan kesakitan dan di sebelahnya dirangkul oleh seorang laki-laki yang kemungkinan besar adalah suaminya, menjadi perh

  • Wanita Pilihan Mafia   Bab 124. Datang Tepat Waktu

    Salwa bernapas lega melihat siapa yang datang. Air mata yang sejak tadi mengalir terus saja berlinang tiada henti. Dia terisak, tetapi tetap membungkam mulutnya.Pria itu adalah Sean Arthur bersama Zoe sang asisten yang berdiri di belakangnya. Rasa lega bukan hanya karena Salwa merasa aman sebab ada yang menyelamatkannya, tetapi juga melihat sang suami masih hidup dan dalam keadaan sehat. Padahal sebelumnya ia sudah sangat putus asa karena informasi akan keadaan Sean yang sedang bertaruh nyawa dengan bahan peledak, tetapi ternyata Tuhan memberinya secercah harapan."Jangan bergerak! Tetap di tempat." Ramunsen membuang gelas tersebut hingga pecah dan membasahi karpet bulu yang membentang di hampir seluruh permukaan lantai. Tangannya merogoh sesuatu di balik saku celana, lalu menunjukkan benda itu kepada semua orang. Sebuah suntikan berukuran mikro kini berada dalam genggaman lelaki itu."Ini adalah zat afrodisiak. Aku sudah memasukkan afrodisiak ini dalam konsentrasi tinggi. Bayangkan,

  • Wanita Pilihan Mafia   Bab 123. Ramuan Laknat

    Lima jam berlalu setelah melakukan penerbangan kembali ke Indonesia. Baru saja Sean menyalakan mode data smarphone, sebuah email masuk dari Zoe sang asisten mengharuskan Sean menatap layar digital tipis miliknya untuk memeriksa. Di sana, Zoe mengirimkan file attachment di mana berisi foto-foto dan potongan berita khusus yang membuat Sean tercengang. Segera ia hubungi lelaki itu untuk mengetahui kejelasan lebih dalam dari email yang baru saja dikirimkan kepadanya."Tuan Arthur," ucap Zoe begitu menghormati Sean sesaat lelaki itu menjawab panggilan."Katakan, apa maksud semua ini? Mayat siapa itu?" Sean tak kuasa menahan diri. Semua yang terpampang di depan mata seperti sebuah teka-teki.Namun, Zoe di seberang sana terdengar menghela napas panjang sebelum pada akhirnya menjawab, "Polisi telah menemukan jenazah hancur kepalanya sekitar tiga bulan yang lalu. Jika dilihat dari kondisi jenazah itu, kemungkinan besar dia adalah korban pembunuhan sadis dan kejam. Dia ditemukan di sebuah alir

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status