Share

Wanita Pilihan Sang Pewaris
Wanita Pilihan Sang Pewaris
Author: MAMAZAN

Chapter 1 | Aku Pacarnya !

"Pak Barry, apa yang terjadi?" Vicky bertanya kepada pria yang sedang mengemudikan mobil karena kendaraan mereka yang tiba-tiba berhenti.

"Maaf Tuan Muda, sepertinya di depan kita ada tabrakan," jawab Barry sambil mencoba mencari celah agar kendaraan mereka bisa lewat.

"Oh ...," balas Vicky singkat, dia kembali bersandar di kursi sambil menatap kosong ke arah gedung-gedung yang menjulang tinggi.

Beberapa menit kemudian akhirnya kendaraan yang berada di depan mereka mulai bergerak.

Barry juga mulai menginjak pedal gas, perlahan kendaraan mereka mulai jalan diikuti beberapa mobil yang ikut terjebak di belakang mereka.

Akhirnya Vicky bisa melihat kendaraan yang terlibat tabrakan, sebuah Mobil Mercedes hitam dan sebuah motor matik.

Mobil Mercedes hitam itu terlihat mengalami kerusakan di bagian bumper kiri, dan terlihat goresan panjang dari pintu belakang sampai pintu depan, bumper depan mobil itu juga terlihat rusak karena menabrak pembatas jalan.

Di depan mobil Mercedes itu samar-samar terlihat dua orang yang sedang berdebat.

Ketika mobil mereka berada tepat di samping kedua orang yang terlibat kecelakaan, Vicky menurunkan sedikit kaca mobilnya.

Dia melihat seorang gadis berusia sekitar 24 tahun, mengenakan celana berbahan jins dan jaket berwarna biru gelap sedang menangis, di depannya seorang pria berumur sekitar 45 tahun berdiri dengan ekspresi wajah marah, Vicky hanya melihat sekilas untuk menghilangkan rasa penasarannya.

Ketika Vicky hendak menutup kaca mobilnya, terdengar suara perempuan tadi dengan nada memelas.

"Tolong Pak beri aku waktu, aku pasti akan mengganti biaya perbaikan mobil Bapak."

Mendengar suara gadis itu, Vicky tersentak kaget.

"Pak Barry, tolong berhenti!" Seru Vicky sambil menoleh ke arah gadis tadi.

"Siap Tuan Muda," balas Barry, dia menyalakan lampu sein dan menepikan mobilnya.

Begitu mobilnya berhenti, Vicky bergegas membuka pintu, dia lalu turun dan berjalan ke tempat dua orang tadi.

"Aku tidak mau tahu! Pokoknya ganti sekarang!" Bentak Eddy dengan suara tinggi.

"Aku sedang terburu-buru Pak, ayahku masuk rumah sakit dan-"

Belum sempat Vanya menyelesaikan kalimatnya, pria pemilik mobil Mercedes ini langsung memotong sambil berteriak kencang.

"Alasan! Kamu mau kabur, 'kan!" Hardik Eddy sambil menunjuk wajah Vanya.

"Maaf, apa permasalahannya?" Tanya Vicky kepada Pria pemilik mobil Mercedes hitam begitu dia berada di samping gadis yang terlibat tabrakan.

"Siapa kamu tidak usah ikut campur!"

Eddy menjawab sambil menunjuk wajah Vicky dengan emosi meledak-ledak.

Sambil mengusap air matanya, Vanya yang sedang menangis ikut menoleh ke arah Vicky, dia melihat sosok pemuda berusia sekitar 20 tahun berdiri di dekatnya sambil mengenakan setelan jas mewah berwarna hitam.

Walaupun Vicky sudah mencoba bersikap sopan, ternyata Eddy membalas dengan cara yang kurang baik, hal itu membuat Vicky menjadi jengkel.

"Aku berhak ikut campur!" Teriak Vicky dengan nada suara yang mulai naik.

Eddy yang sedang marah terlihat terkejut, sama halnya dengan Vanya, dia juga terkejut karena tidak mengenali pemuda yang berdiri di sampingnya.

"Hah?! Memang kamu siapanya Vanya?!"

Dengan arogan Eddy mempertanyakan status dari Pemuda yang baru saja tiba.

"Aku Pacarnya!" Tegas Vicky.

Vanya yang berada di samping Vicky terlihat semakin terkejut, dia sama sekali tidak mengenali pemuda yang saat ini mengaku sebagai pacarnya.

Mendengar jawaban Vicky membuat Eddy semakin marah, dia lalu menoleh ke Vanya.

"Oh jadi begitu, Vanya... ternyata kamu sudah punya pacar anak orang kaya, bagus! Aku mau lihat dari keluarga mana anak ini," ucap Eddy dengan sikap arogan.

Vanya menoleh ke arah Vicky, dia sekali lagi memastikan apakah dia mengenal pemuda yang berada di sampingnya, namun setelah melihatnya lagi, Vanya semakin yakin jika dia sama sekali tidak mengenali pemuda itu.

Vanya langsung ingin menjelaskan kepada Eddy jika dirinya tidak mengenal pemuda itu, Vanya tahu jika pemuda di sampingnya ini ingin membantunya, namun dia tidak ingin menyebabkan masalah kepada pemuda itu.

"Dia buk-"

Belum selesai Vanya berbicara, Vicky sudah memberi kode dengan tangannya meminta Vanya untuk diam, entah mengapa Vanya menuruti kata-kata dari pemuda yang dia tidak kenal ini.

Mendengar Pria di depannya menyebut nama wanita ini, Vicky bisa mengambil kesimpulan jika ini bukan kecelakaan biasa. Vicky lalu kembali menatap pria tadi dengan tatapan dingin.

"Berapa?" Vicky bertanya kepada Eddy biaya yang harus di bayar oleh Vanya.

"Berapa apanya! Ini tidak ada hubungannya dengan-"

"Berapa?" dengan tatapan dingin, Vicky memotong perkataan Eddy.

Vicky terus bertanya kepada Eddy berapa biaya perbaikan mobil yang harus diganti.

Ketika Eddy ingin kembali menghardik Vicky, tiba-tiba Barry memundurkan mobil yang mereka kendarai dan berhenti tepat di samping Vicky.

Mata Eddy yang sedang marah kini tertuju pada pelat nomor dari mobil itu, bukan kode B yang ada di situ namun kode CD 88 yang merupakan pelat mobil khusus untuk diplomat asal negara Rusia.

Tak lama kemudian, Barry juga ikut turun, semua orang yang melihat perawakan Barry tentunya akan paham jika dia bukan hanya sopir biasa, walaupun usianya sudah lebih dari 50 tahun, badan tegap seperti prajurit dan aura yang dikeluarkan oleh Barry tidak seperti sopir, malah lebih seperti bos-bos besar perusahaan.

"Ada apa Tuan Muda?" Tanya Barry dengan sedikit menunduk kepada Vicky. Tentu saja itu lagi-lagi tidak mencerminkan sikap sopir pada umumnya.

"Pak Barry, urus kerusakan mobil pria ini, motor yang tergeletak di sana juga tolong bereskan," perintah Vicky sambil menunjuk motor milik Vanya yang berada di samping mobil Mercedes Hitam milik Eddy.

"Siap Tuan Muda," balas Barry.

Setelah menyampaikan hal tersebut Vicky lalu menoleh ke gadis yang berada di sampingnya.

"Apakah kakimu terluka?" Vicky bertanya kepada Vanya dengan nada yang lembut dan disertai tatapan ramah, sangat berbeda ketika dia sedang berbicara dengan Eddy.

"Tidak apa-apa hanya tanganku yang sedikit terluka," jawab Vanya dengan sedikit gugup sembari menatap wajah pemuda yang baru saja mengaku sebagai pacarnya.

"Tetap saja kita harus memeriksa keadaanmu di rumah sakit, ayo ikut aku."

Vicky lalu merangkul Vanya dan menuntunnya ke mobil yang tadi mereka kendarai, entah mengapa kali ini Vanya juga tidak menolak dan menuruti kata-kata pria yang baru saja dia temui.

Eddy berniat menghentikan mereka berdua, namun Barry dengan sekejap berdiri tepat di hadapannya, badan tegap Barry menutupi pandangan Eddy.

Eddy sebenarnya ingin marah, namun begitu melihat Barry, dia mengurungkan niatnya. Tentu saja Eddy tidak bodoh, dia tahu bahwa tidak sembarang orang yang bisa mengendarai mobil dengan nomor pelat spesial tersebut.

Barry terus menatap Eddy dengan tatapan dingin.

Melihat tatapan dingin dari Barry, Eddy menjadi sadar, jika dia bertindak lebih jauh Barry tidak akan segan-segan untuk menghajarnya, dan instingnya juga mengatakan walaupun dia memiliki banyak uang, itu tidak akan sebanding dengan latar belakang keluarga pria yang sedang berdiri di hadapannya.

Vicky membuka pintu mobil di bagian kursi penumpang, dia lalu membantu Vanya untuk naik, begitu duduk Vanya menoleh ke belakang, dari kaca mobil belakang dia melihat Eddy sedang berbicara dengan pria yang bernama Barry.

Dapat terlihat jelas dari gestur tubuhnya bahwa Eddy tidak lagi menunjukkan sikap angkuh seperti yang tadi dia tunjukkan, Vanya lalu menoleh ke Vicky.

"Maaf, aku tidak tahu bagaimana atau kapan aku akan membayar dan membalas kebaikanmu, tapi saat ini aku benar-benar sedang terburu-buru, saat ini ayahku pingsan dan sedang dirawat dirumah sakit."

Vanya berusaha menjelaskan keadaannya kepada Vicky yang saat ini sudah duduk di sampingnya.

"Di rumah sakit mana ayahmu dirawat?" Vicky balik bertanya kepada Vanya.

"Di Bogor tepatnya di Rumah Sakit Cipta," jawab Vanya sambil memegang bahunya yang terasa sakit akibat tabrakan tadi.

"Baiklah aku akan mengantarmu ke rumah sakit itu, kita juga harus memeriksa kondisimu," balas Vicky.

Vanya kembali menolak dengan sopan tawaran dari Vicky, dia tidak ingin lagi merepotkan pemuda yang baru saja menolongnya.

Namun, dengan senyum lembut Vicky mengatakan jika itu tidak merepotkan sama sekali dan kebetulan tujuan mereka juga di kota Bogor.

Vicky lalu mengeluarkan kotak P3K yang berada di mobil, dia mulai mengobati luka lecet yang berada di telapak tangan Vanya. Vicky juga memperhatikan tubuh Vanya karena takut ada luka di bagian tubuh yang lain.

Setelah beberapa saat mengamati, tidak ada luka lain selain dari luka lecet yang ada di telapak tangan Vanya.

Mungkin itu karena Vanya menggunakan pakaian dengan bahan yang cukup tebal, sehingga kondisi gadis yang duduk di sampingnya ini tidak terlalu parah.

Vicky juga meminta Vanya untuk melepaskan jaket yang dia kenakan, dia ingin memastikan jika tidak ada lagi luka di tempat lain.

Vanya membuka jaketnya dan meletakkannya di bagian kiri tempat duduk, Vicky juga ikut membantu Vanya yang terlihat sesekali meringis menahan sakit.

Setelah melihat dengan seksama, Vicky akhirnya benar-benar bisa memastikan jika hanya tangan Vanya yang terluka, dia lalu mengambil perban di kotak P3K dan membalut tangan Vanya. Vicky juga mengambil sebotol air mineral dari cup holder yang berada di depannya.

Tak lama kemudian Barry telah kembali ke mobil meninggalkan pria pemilik mobil mercedes itu.

"Pak Barry tolong antarkan kami ke rumah Sakit Cipta di Bogor terlebih dahulu," ucap Vicky sambil memberikan sebotol air mineral kepada Vanya.

"Siap tuan muda," jawab Barry dengan sopan.

Mga Comments (1)
goodnovel comment avatar
Sri Intan Hilmiah
mengesankan
Tignan lahat ng Komento

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status