Anya menatap gedung yang begitu megah. Wajahnya yang cantik namun seperti tidak terlihat aura bahagia. Memang mana mungkin seorang istri bisa berbahagia ketika suaminya dalam masalah? Anya menarik nafas dalam-dalam sebelum ia memutuskan untuk masuk ke dalam gedung.
“Hi Anya!” teriak seorang wanita yang berparas blasteran. Putih kemerahan dan juga tinggi semampai. Ia merupakan salah satu model senior di pekerjaan baru Anya.“Hi Myeline!” sapa Anya seramah mungkin.“Nanti jam istirahat kita nongkrong yuk di kafe!” seru myeline.Sebenarnya Anya tidak berpikir untuk ke kafe. Selain itu, ia juga tidak menegang banyak uang di dalam dompetnya. Mungkin uang yang ada di dompet Anya sekitar tiga puluhan ribu rupiah. Dengan wajah polosnya Anya pun berkata dengan jujur.“Maaf Myeline, aku tidak punya uang untuk singgah ke kafe” ujar Anya sambil menundukkan kepalanya yang mungkin sedang menyembunyikan rasa malunya.Myeline sempat terprlongo mendengar pengakuan Anya yang terlalu jujur. Lalu kemudian, Myeline tersenyum dan tangan kanannya menyentuh bahu Anya. Wajahnya yang tegas dan juga karismatik, Myeline pun menawarkan dirinya untuk mentraktir Anya.Setelah berkata seperti itu, Myeline pun meninggalkan Anya yang masih terbujur kaku menatap wanita blasteran itu pergi semakin menjauhinya. Selama pemotretan dalam skala normal, Anya pun diperbolehkan untuk beristirahat.“Anya, kamu di tungguin tuh sama si Myeline!” teriak Siska saat keluar dari pintu.“Eh.. Iya?” Anya langsung beranjak dari pemotretan yang baru saja selesai dan ia menuju ke arah pintu. Saat melihat keadaan diluar, Anya dapat melihat Myeline dari jarak dekat.“Hi Anya! Ayo kita berangkat sekarang!!!” seru Myeline dengan penuh semangat.Anya sampai terheran-heran dengan sikap Myeline yang seperti bak malaikat yang datang dari langit. Anya seakan terbantu dengan didekatinya teman baru seperti Myeline. Dalam lamunannya ia sempat berpikir, apakah ia harus memberanikan diri untuk meminjam uang kepada Myeline?“Myline, anuu” Anya merasa grogi yang membuatnya ragu untuk mengawali percakapan.“Kamu kenapa Anya?” tanya Myeline.“Ti... Tidak kok! Aku hanya bilang aku tadi ke sini pakai ojek online. Jadi, aku tidak tahu ke kafe harus pakai kendaraan apa?” ujar Anya.Myeline lagi-lagi tersenyum dan berkata, “Kamu tenang saja... Kita ke kafe pakai mobilku aja!” serunya.Setelah dirasa sudah aman, Anya pun tersenyum lalu mengangguk pelan. Myeline meraih tangan Anya agar Anya dan dirinya tidak terlalu lama menghabiskan jam istirahat. Mereka masuk ke dalam mobil sport mewah yang trend di tahun ini.Selama diperjalanan, Anya merasa canggung saat duduk di sofa mobil yang begitu mewah bahkan meskipun ia terlahir dari keluarga orang kaya, ia sama sekali tidak pernah duduk di mobil semahal ini.“Yeay akhirnya kita sampai juga!” seru Myeline.Mereka masuk ke dalam kafe dan dengan cepat salah satu pegawai di restoran itu datang menghampiri mereka dengan ramah sambil menyodorkan menu. Myeline dan Anya memesan kopi hangat dan beberapa makanan mewah. Tidak tanggung-tanggung, biaya yang mesti di keluarkan oleh Myeline hampir mencapai lima ratus ribu hanya sekedar memesan kopi dan makanan mewah.“Myline, apa tidak terlalu mahal nongkrong di kafe ini?” tanya Anya ketika pegawai restoran tadi sudah pergi dari hadapan mereka.“Lohhh kamu bercanda? Aku rasa kafe ini tergolong murah sih kalau ukuran buat have fun gitu” ujar Myeline dengan santai.Anya hanya bisa menggigit bibir bawahnya. Ia merasa kehidupan Myeline terlihat glamor dan tentunya serba ada. Anya menjadi teringat saat ia masih gadis yang dimana kehidupannya juga serba hura-hura. Ada rasa kerinduan yang ia rasakan pada saat itu.“Ah tidak! Aku tidak boleh memikirkan masa lalu. Ingat, aku sudah menikah dan apapun itu aku sudah menyiapkan diri untuk menanggung resikonya termasuk ikhlas bila menjadi istri orang miskin seperti suamiku” gumam Anya dalam hati.“Myline, apa kamu sudah punya pacar?” tanya Anya dengan penasaran.“Umm aku rasa iya!” seru Myeline.Anya menduga bahwa kekasih Myeline pasti orang berada dan setiap saat mengirimkan milyaran uang untuk Myeline. Merasa Anya sedikit aneh, Anya pun berbalik bertanya.“Ada apa menanyakan tentang kekasih aku?” tanyanya dengan wajah santai.Anya yang polos dengan cepat mengutarakan unek-uneknya tentang Myeline hingga kekasih Myeline. Saat itu juga Myeline tertawa terbahak-bahak sampai beberapa detik. Anya yang melihatnya merasa tidak ada yang lucu. Lalu, mengapa Myeline bisa tertawa seperti itu?“Kamu kenapa Myeline?” tanya Anya.Myeline tersenyum dan ia masih sempat-sempatnya menenggak kopi yang masih hangat-hangat kuku. Lalu ia menaruh gelas tersebut kembali ke atas meja.“Sebenarnya pacar aku itu kere... Apa yang aku inginkan dengan harga murah pun dia gak becus. Untungnya cuma menang ganteng doang dan itu yang ngebuat aku masih mempertahankan hubungan ini” ujar Myeline.“Jadi, kamu tidak memandang harta? Padahal kamu kaya dan tentunya bisa mencari cowok yang sepadan” ujar Anya dengan heran.“Aku sih memang kaya ya... Tapi aku seperti ini juga karena menjadi simpanan om-om konglomerat!” seru Myeline.Anya terlalu saat mendengar perkataan Myeline yang menjadi simpenan orang. Namun, Anya masih berpikiran positif karena baginya itu tergantung orangnya saja. Namun, disini Myeline malah menawarkan Anya untuk ikut serta dalam pekerjaannya seperti itu.“Kamu tidak akan lagi merasakan kesusahan ya kalau kamu mau bekerja seperti aku ini” ujar Myeline.Air mata Anya seketika saja turun membasahi pipinya. Ia merasa terhina dengan apa yang Myeline katakan. Anya berdiri lalu menuju-nunjuk wajah Myeline dengan telunjuk jari.“Myline, aku sangat berterimakasih atas traktirannya. Tapi... Tapi aku bukan cewek murahan yang begitu mudahnya aku serahkan tubuhku ini! Aku memang menikah dengan suami miskin tapi tak sedikitpun aku untuk berpaling kepadanya!” Anya langsung pergi meninggalkan Myeline yang syok melihat Anya memarahinya di depan orang banyak.Ia berusaha untuk bersikap tenang meskipun sudah dipermalukan oleh Anya. Sementara itu, Anya yang sedang menangis tidak melihat ada mobil yang sedang melaju dijalanan hingga kecelakaan pun tidak dapat terhindari. Anya jatuh dan pingsan. Beberapa orang termasuk Myeline turut datang untuk melihat keadaan Myeline.“Maaf-maaf saya akan bertanggungjawab” terdengar suara laki-laki yang sedang memakai jas kantoran.Myeline menghampiri laki-laki itu lalu berkata, “Aku teman dekatnya! Jadi aku harus pastikan bahwa dia tidak kenapa-kenapa!” seru Myeline dengan tegas.Laki-laki itu mengangguk lalu ia mebopong tubuh Anya untuk dimasukkan ke dalam mobilnya. Sementara Myeline juga masuk ke dalam mobil pribadinya. Beberapa orang masih menonton hingga Anya pun dibawa ke rumah sakit. Saat dibawa ke UGD, Anya sempat terbangun dan ia menatap wajah laki-laki itu hingga kesadarannya pun menurun dan ia mulai tak sadarkan diri.Di dalam kamar yang sunyi, Ajun duduk sendirian di ujung tempat tidur, terdiam dalam kesedihan yang memenuhi hatinya. Wajahnya terlihat muram, dan matanya terpejam rapat, mencerminkan penderitaan yang mendalam yang merasuk ke dalam jiwanya. Dia merasa seperti dunia ini runtuh di atas bahunya, dan dia terjebak dalam gelombang kesedihan yang tak tertahankan.Di dalam hatinya yang hancur, Ajun merenungkan kehilangan yang baru saja dia alami. Dia merasa seperti sepotong dari dirinya telah diambil, meninggalkannya dalam kekosongan dan kehampaan yang tak terlukiskan. Setiap detik yang berlalu terasa seperti beban yang tak tertahankan, dan dia merindukan kehangatan dan cinta yang telah hilang dari hidupnya.Meskipun berusaha untuk tetap tegar, setiap ingatan tentang kehilangan itu menyulut api kesedihan yang menyala di dalam hatinya. Dia merenungkan kenangan indah yang dia bagikan dengan orang yang dicintainya, dan betapa sulitnya baginya untuk menerima kenyataan bahwa mereka telah pergi unt
Di tengah hiruk-pikuk kehidupan, Myline duduk sendirian di ruang tamu yang sunyi, merenung dalam keheningan yang menyelimuti dirinya. Wajahnya terlihat tegang, dan matanya dipenuhi dengan ekspresi penyesalan yang mendalam. Dia merasakan beban yang berat di pundaknya, menyadari bahwa dia telah membuat kesalahan yang besar yang menghantui hatinya.Myline memikirkan kembali semua pilihan yang telah dia buat dalam hidupnya, dan setiap kata yang telah dia ucapkan. Dia merasakan rasa sesal yang tak terbendung saat dia menyadari akibat dari tindakannya. Kesalahannya telah menyakiti orang-orang yang dicintainya, dan dia merasa terjebak dalam belenggu penyesalan yang tak terlupakan.Dia merenung tentang saat-saat ketika dia bertindak tanpa berpikir, terbawa emosi dan keinginan untuk membalas dendam atau mendapatkan keuntungan pribadi. Dia merasakan setiap keputusan yang salah, seperti sebatang duri yang menusuk hatinya, meninggalkan luka yang dalam dan tak terobati.Di tengah-tengah penyesalan
Anya adalah seorang ibu yang penuh kasih dan perhatian. Namun, ketika putrinya, Elera, tak kunjung pulang dari sekolah pada waktunya seperti biasa, gelombang kekhawatiran mulai melanda hatinya.Semua dimulai ketika Anya menunggu dengan gelisah di depan pintu rumah mereka, menatap jam dengan hati yang semakin gelisah. Waktu terus berjalan, tetapi Elera belum juga muncul. Ketika bel sekolah berbunyi untuk yang kedua kalinya, Anya merasa detak jantungnya semakin cepat dan napasnya semakin sesak.Dengan cepat, Anya menghubungi teman-teman Elera, tetapi tidak ada yang tahu di mana dia berada. Gelombang kekhawatiran semakin memenuhi pikirannya saat dia membayangkan berbagai kemungkinan yang mengerikan.Tanpa ragu, Anya segera melaporkan kehilangan Elera ke polisi, berharap agar mereka segera menemukan putrinya. Tetapi setiap detik terasa seperti jam, dan kegelisahan Anya semakin memuncak seiring berjalannya waktu.Dalam kegelapan malam, Anya duduk sendiri di ruang tamu, menangis dan berdoa
Anya dan Rangga adalah pasangan yang telah lama menantikan kehadiran buah hati dalam keluarga mereka. Mereka adalah dua pribadi yang penuh kasih, dan impian mereka menjadi orangtua akhirnya terwujud ketika Anya hamil dengan bayi kembar.Kehamilan Anya penuh dengan kegembiraan dan antisipasi. Setiap bulan, mereka pergi ke dokter untuk memeriksa kesehatan dan perkembangan bayi kembar mereka. Anya dan Rangga tak pernah lelah menyuarakan kebahagiaan mereka kepada si kembar di dalam rahim Anya.Namun, pada suatu pagi yang cerah, tiba-tiba Anya merasakan kontraksi yang kuat. Mereka segera bergegas ke rumah sakit, di mana dokter memastikan bahwa persalinan sedang berlangsung. Dalam waktu yang singkat, Anya melahirkan dua bayi kembar yang sehat.Ketika Anya dan Rangga mendengar tangisan pertama kedua bayi mereka, air mata kebahagiaan pun berlinang. Mereka dipenuhi oleh rasa syukur dan keberuntungan atas kelahiran kedua anak mereka.Anak kembar mereka diberi nama Adit dan Nadia. Adit adalah bay
Hari-hari di dalam penjara berlalu tanpa makna. Taher kini hanya hidup dalam rutinitas yang sama—bangun, makan, diam, tidur. Waktu tidak lagi terasa penting. Namun, jauh di dalam dirinya, pertanyaan yang Rangga ajukan masih menggema. Kenapa? Apa yang mendorongnya hingga melakukan dosa terbesar dalam hidupnya?Setiap malam, ia terjaga dengan mata terbuka, menatap langit-langit selnya yang kusam. Bayangan masa lalu terus menghantuinya, membawa kembali kenangan yang telah lama terkubur. Wajah istrinya, tatapan penuh ketakutan itu, kembali hadir di benaknya. Tak ada cara untuk menghapus semua ini. Tak ada jalan untuk memperbaiki yang telah rusak.Suatu pagi, seorang petugas penjara menghampirinya. “Ada seseorang yang ingin menemuimu,” katanya singkat.Taher mengangkat kepalanya dengan lesu. Ia tak berharap ada yang masih peduli padanya. Tapi ketika ia sampai di ruang kunjungan, matanya melebar. Di balik kaca itu, berdiri seseorang yang tak pernah ia sangka akan datang—Anya.Ia ragu-ragu me
Hari itu, ketika Taher menatap mata istrinya yang dipenuhi ketakutan, kebingungan dan penyesalan berkecamuk dalam dirinya. Dia sadar, keputusannya untuk membunuh istrinya adalah kesalahan yang tak terampuni. Tapi apakah ada sesuatu yang bisa dia lakukan untuk menebusnya? Hatinya dipenuhi rasa sesal yang menggerogoti setiap sudut nuraninya.Sesaat setelah perbuatan mengerikan itu, kesadaran menghantamnya dengan keras. Dia telah merenggut nyawa seseorang yang pernah dicintainya. Dia ingin menyesal, tapi apa gunanya? Tidak ada cara untuk menghapus dosa ini. Satu-satunya yang tersisa baginya adalah menerima konsekuensi. Taher tak melawan ketika mereka datang menjemputnya. Dia tidak berusaha melarikan diri. Dia hanya berdiri di sana, menunggu nasib menuntunnya ke tempat yang seharusnya.Di kantor polisi, ruang yang sempit dan dingin itu terasa lebih nyaman daripada kehampaan yang ada di dalam dirinya. Dia mendengar suara langkah mendekat, dan saat mengangkat kepalanya, dia melihatnya—Anya.