Anya yang sudah ditangani oleh dokter hanya bisa menunggu untuk sadar. Wajahnya yang memucat menunjukkan bahwa ia sedang dalam tidak baik-baik saja. Myeline menatap Anya dalam tatapan kasihan. Dalam benaknya iya berkata, “Ini semua salahku”
Terdengar suara ketukan pintu yang membuat Myeline sedikit terkejut. Lalu Myeline menyuruhnya untuk membuka pintu tersebut dan pria yang telah membuat Anya terbaring di rumah sakit itu pun mendekati Anya.“Kata dokter dia hanya syok dan pasti sebentar lagi akan sadarkan diri” ujar pria itu dengan suara lembut.Anya menghela nafas lalu ia berpikir bahwa pria itu tidak mengakui kesalahannya. Hal itu dapat dibuktikan saat pria itu mendekatinya tanpa meminta maaf terlebih dahulu. Beberapa detik kemudian, ponsel pria itu berdering hingga pria itu mengangkat teleponnya dengan santai. Myeline tidak dapat mendengar obrolan apa yang saat ini pria itu katakan yang jelas Myeline merasa pria itu dapat menganggu istirahat Anya.Saat sudah selesai menelpon, Myeline pun dengan tegas menegurnya dengan berkata, “Kalau menelpon lebih baik di luar jangan disini karena mengganggu pasien!” serunya dengan suara tajam.Pria itu terkejut saat ditegur oleh Myeline namun sebelum ia merespon teguran wanita di hadapannya itu, tiba-tiba Anya tersadar dan membuat kedua orang yang ada disampingnya pun senang.“Anya.. Anya kamu sudah bangun?” tanya Myeline dengan penuh semangat.Anya membuka kedua bola matanya secara hati-hati. Orang pertama yang ia lihat adalah Myeline lalu beberapa detik kemudian ia melihat ada sosok pria asing yang begitu dekat dengan dirinya yang mengakibatkan ia sedikit terkejut.“Si... Siapa kamu?!” teriak Anya ke arah pria disampingnya.“Aku?” pria itu menatapnya kebingungan.“Maaf, perkenalkan nama aku adalah Yuda. Aku yang tadi menabrak kamu hingga pingsan” ujar Yuda dengan suara lembutnya.Anya terdiam ketika mendengar penjelasan dari Yuda. Sesaat kemudian, dokter datang untuk memeriksa keadaan Anya kembali. Saat mendapati dokter yang datang ke ruangan, dengan cepat Anya meminta untuk pulang karena ia merasa sudah mulai membaik meskipun tak dapat ia pungkiri bahwa beberapa anggota tubuhnya mengalami ngilu akibat terjatuh secara mendadak.“Aku Anya” ujar Anya sembari memperkenalkan diri.“Sekali lagi aku minta maaf Anya” ujar Yuda.Anya tersenyum sambil menganggukkan kepalaku ke arah Yuda. Myeline merasa canggung karena ia sadar hanya dirinyalah yang belum memperkenalkan diri. Karena itu, Myeline berpura-pura batuk agar kedua orang dihadapannya peka terhadap dirinya.Anya menyadari keberadaan Myeline, lalu ia mulai memperkenalkan Myeline dengan Yuda. Lagi-lagi, Anya terlihat manis saat tersenyum yang siapapun pria melihat senyumannya pasti akan meleleh.“Dia Myeline, teman kerjaku” ujar Anya sembari melirik Myeline.Myeline mengangguk lalu ia berkata, “Habis ini kamu mesti membayar biaya rumah sakit ini!” serunya ke arah Yuda.“Tentu, kalian tenang saja... Aku akan membayar biaya rumah sakit” ujar Yuda.Myeline mulai berpikir, ia ingin memanfaatkan situasi ini. Sambil tersenyum misterius, Myeline pun meraih tangan Yuda dengan maksud mengajaknya mengobrol di luar ruangan.“Sini ikut aku sebentar!” seru Myeline.Baik Anya maupun Yuda sama-sama dibuat heran akan tingkah laku Myeline. Namun, Yuda tetap mau menuruti kemauan Myeline hingga mereka berdua berada di luar ruangan. Merasa sudah cukup aman, Myeline mulai mencoba memoroti Yuda.“Yuda, kamu tahu kan aku dan Anya satu teman kerja?” tanya Myeline, berusaha membuka pikiran Yuda.Yuda mengangguk pelan, “Iya benar” sahut Yuda dengan singkat.“Kamu membuat aku maupun Anya menjadi rugi. Padahal tadi kamu benar-benar buru-buru untuk ke kantor. Karena kami tidak dapat pergi ke kantor, maka kami melewati saham yang begitu besar pengaruhnya terhadap kami. Jadi, untuk ganti ruginya kamu harus bertanggungjawab atas kerugian material ini” ujar Myeline panjang kali lebar.“Berapa yang mesti aku kasih ke kalian?” tanya Yuda dengan tenang dan tetap menggunakan suara lembutnya.“Ya... Sekitar lima miliyar!” seru Myeline asal bicara.Myeline mengira Yuda tidak akan menyanggupi permintaan Myeline yang tidak masuk akal itu. Namun, ia terkejut ketika Yuda menyanggupinya dengan begitu mudahnya. Yuda meminta nomor rekening Myeline.“Aku akan mentransfer segera” ujar Yuda.“Eh... Kok kamu cuma menanyakan nomor rekeningku? Kalau Anya gimana?” tanya Myeline.“Aku akan memintanya langsung hari ini” ujar Yuda.Yuda hampir beranjak dari tempat itu namun Myeline meraih tangan Yuda dengan erat yang membuat Yuda terkejut. Pasalnya, baru kali ini ada seorang wanita asing yang berani memegang tangannya. Karena selama ini, ia begitu terhormat Dimata orang lain.“Maaf, ada apa?” tanya Yuda berusaha untuk tenang.“Kamu jangan kirim uang di nomor rekening Anya!” seru Myeline.Yuda kebingungan sekaligus mulai curiga dengan Myeline. Karena mencoba untuk berpikir positif, Yuda mencoba menanyakan alasan mengapa ia tidak boleh mentransfer uang di rekening Anya? Saat itu juga, Myeline sedikit gelagapan.Myeline teringat tentang berita yang sempat ia tonton. Myeline langsung menceritakan tentang suami Anya yang masuk ke penjara akibat tidak membayar hutang puluhan juta rupiah.“Aku takut kalau nanti suaminya akan mengambil uang Anya hanya untuk berfoya-foya. Aku kasihan sama dia karena mempunyai suami yang begitu buruk sifatnya” lirih Myeline sambil memasang wajah sedih.Yuda berhasil terperangkap dalam cerita Myeline tersebut. Ada sedikit rasa penasaran yang Yuda rasakan dalam hatinya. Namun, ia sadar ia hanya orang asing dan tidak seharusnya ikut campur dalam urusan orang lain.“Jadi, bagaimana caranya aku mentransfer uang kalau dia sendiri bermasalah?” tanya Yuda.Melihat kesempatan didalam kesempitan, Myeline pun menawarkan dirinya untuk menjaga uang Anya. Dalam artian lain, Yuda mesti mengirimkan uang di nomor rekening Myeline.“Bagaimana, apa kamu setuju?” tanya Myeline memastikan.Sebenarnya Yuda ragu namun ia juga harus terburu-buru untuk bertemu rekan bisnisnya. Karena itu, Yuda menyanggupinya. Yuda juga menitipkan salam pada Anya karena ia tidak dapat berlama-lama berada di rumah sakit.Sebelum pulang, Yuda juga sudah membayar biaya administrasi rumah sakit sehingga kalaupun Yuda pergi maka Anya tidak perlu membayar biaya rumah sakit yang mahal karena ia dibawa ke rumah sakit terbaik yang ada di jakarta.“Gila... Bodoh juga dia! Tampan-tampan tapi kagak punya otak!” seru Myeline saat Yuda telah tidak lagi berada di hadapannya.Myeline kembali masuk ke dalam ruangan dan berpura-pura tidak mendapatkan uang pada Yuda. Myeline menanyakan keberadaan Yuda pada Myeline.“Myline, Yuda kemana?” tanya Anya.“Pulang” jawab Myeline ketus.“Ah... Pulang?” Anya terkejut ketika mendengar jawaban itu ditelinganya. Ia terkejut bukan karena Yuda, namun ia takut tidak bisa pulang akibat tidak mampu membayar biaya rumah sakit.“Memangnya kenapa kalau dia pulang? Lagian dia bukan siapa-siapanya kita kok” ujar Myeline.“Ta... Tapi bagaimana dengan biaya rumah sakit?” tanya Anya yang mulai panik.“Tenang saja... Dia sudah membayarnya kok” jawab Myeline.“Tapi kamu jangan bilang-bilang ya? Aku kesal sama dia waktu aku dan dia ngobrol di luar ruangan” ujar Myeline.Anya penasaran lalu ia menginginkan Myeline untuk bercerita. Myeline merasa senang karena ia dapat mempermainkan kepercayaan seseorang. Pasalnya, Myeline berbohong kepada Anya bahwa Yuda memberikan uang untuk membayar admistrasi rumah sakit itu tidak gratis. Myeline menegaskan bahwa ia menjual dirinya demi menolong Anya. Sambil bercerita, Myeline menangis sesenggukan yang membuat Anya merasa bersalah sepanjang hidupnya.Di dalam kamar yang sunyi, Ajun duduk sendirian di ujung tempat tidur, terdiam dalam kesedihan yang memenuhi hatinya. Wajahnya terlihat muram, dan matanya terpejam rapat, mencerminkan penderitaan yang mendalam yang merasuk ke dalam jiwanya. Dia merasa seperti dunia ini runtuh di atas bahunya, dan dia terjebak dalam gelombang kesedihan yang tak tertahankan.Di dalam hatinya yang hancur, Ajun merenungkan kehilangan yang baru saja dia alami. Dia merasa seperti sepotong dari dirinya telah diambil, meninggalkannya dalam kekosongan dan kehampaan yang tak terlukiskan. Setiap detik yang berlalu terasa seperti beban yang tak tertahankan, dan dia merindukan kehangatan dan cinta yang telah hilang dari hidupnya.Meskipun berusaha untuk tetap tegar, setiap ingatan tentang kehilangan itu menyulut api kesedihan yang menyala di dalam hatinya. Dia merenungkan kenangan indah yang dia bagikan dengan orang yang dicintainya, dan betapa sulitnya baginya untuk menerima kenyataan bahwa mereka telah pergi unt
Di tengah hiruk-pikuk kehidupan, Myline duduk sendirian di ruang tamu yang sunyi, merenung dalam keheningan yang menyelimuti dirinya. Wajahnya terlihat tegang, dan matanya dipenuhi dengan ekspresi penyesalan yang mendalam. Dia merasakan beban yang berat di pundaknya, menyadari bahwa dia telah membuat kesalahan yang besar yang menghantui hatinya.Myline memikirkan kembali semua pilihan yang telah dia buat dalam hidupnya, dan setiap kata yang telah dia ucapkan. Dia merasakan rasa sesal yang tak terbendung saat dia menyadari akibat dari tindakannya. Kesalahannya telah menyakiti orang-orang yang dicintainya, dan dia merasa terjebak dalam belenggu penyesalan yang tak terlupakan.Dia merenung tentang saat-saat ketika dia bertindak tanpa berpikir, terbawa emosi dan keinginan untuk membalas dendam atau mendapatkan keuntungan pribadi. Dia merasakan setiap keputusan yang salah, seperti sebatang duri yang menusuk hatinya, meninggalkan luka yang dalam dan tak terobati.Di tengah-tengah penyesalan
Anya adalah seorang ibu yang penuh kasih dan perhatian. Namun, ketika putrinya, Elera, tak kunjung pulang dari sekolah pada waktunya seperti biasa, gelombang kekhawatiran mulai melanda hatinya.Semua dimulai ketika Anya menunggu dengan gelisah di depan pintu rumah mereka, menatap jam dengan hati yang semakin gelisah. Waktu terus berjalan, tetapi Elera belum juga muncul. Ketika bel sekolah berbunyi untuk yang kedua kalinya, Anya merasa detak jantungnya semakin cepat dan napasnya semakin sesak.Dengan cepat, Anya menghubungi teman-teman Elera, tetapi tidak ada yang tahu di mana dia berada. Gelombang kekhawatiran semakin memenuhi pikirannya saat dia membayangkan berbagai kemungkinan yang mengerikan.Tanpa ragu, Anya segera melaporkan kehilangan Elera ke polisi, berharap agar mereka segera menemukan putrinya. Tetapi setiap detik terasa seperti jam, dan kegelisahan Anya semakin memuncak seiring berjalannya waktu.Dalam kegelapan malam, Anya duduk sendiri di ruang tamu, menangis dan berdoa
Anya dan Rangga adalah pasangan yang telah lama menantikan kehadiran buah hati dalam keluarga mereka. Mereka adalah dua pribadi yang penuh kasih, dan impian mereka menjadi orangtua akhirnya terwujud ketika Anya hamil dengan bayi kembar.Kehamilan Anya penuh dengan kegembiraan dan antisipasi. Setiap bulan, mereka pergi ke dokter untuk memeriksa kesehatan dan perkembangan bayi kembar mereka. Anya dan Rangga tak pernah lelah menyuarakan kebahagiaan mereka kepada si kembar di dalam rahim Anya.Namun, pada suatu pagi yang cerah, tiba-tiba Anya merasakan kontraksi yang kuat. Mereka segera bergegas ke rumah sakit, di mana dokter memastikan bahwa persalinan sedang berlangsung. Dalam waktu yang singkat, Anya melahirkan dua bayi kembar yang sehat.Ketika Anya dan Rangga mendengar tangisan pertama kedua bayi mereka, air mata kebahagiaan pun berlinang. Mereka dipenuhi oleh rasa syukur dan keberuntungan atas kelahiran kedua anak mereka.Anak kembar mereka diberi nama Adit dan Nadia. Adit adalah bay
Hari-hari di dalam penjara berlalu tanpa makna. Taher kini hanya hidup dalam rutinitas yang sama—bangun, makan, diam, tidur. Waktu tidak lagi terasa penting. Namun, jauh di dalam dirinya, pertanyaan yang Rangga ajukan masih menggema. Kenapa? Apa yang mendorongnya hingga melakukan dosa terbesar dalam hidupnya?Setiap malam, ia terjaga dengan mata terbuka, menatap langit-langit selnya yang kusam. Bayangan masa lalu terus menghantuinya, membawa kembali kenangan yang telah lama terkubur. Wajah istrinya, tatapan penuh ketakutan itu, kembali hadir di benaknya. Tak ada cara untuk menghapus semua ini. Tak ada jalan untuk memperbaiki yang telah rusak.Suatu pagi, seorang petugas penjara menghampirinya. “Ada seseorang yang ingin menemuimu,” katanya singkat.Taher mengangkat kepalanya dengan lesu. Ia tak berharap ada yang masih peduli padanya. Tapi ketika ia sampai di ruang kunjungan, matanya melebar. Di balik kaca itu, berdiri seseorang yang tak pernah ia sangka akan datang—Anya.Ia ragu-ragu me
Hari itu, ketika Taher menatap mata istrinya yang dipenuhi ketakutan, kebingungan dan penyesalan berkecamuk dalam dirinya. Dia sadar, keputusannya untuk membunuh istrinya adalah kesalahan yang tak terampuni. Tapi apakah ada sesuatu yang bisa dia lakukan untuk menebusnya? Hatinya dipenuhi rasa sesal yang menggerogoti setiap sudut nuraninya.Sesaat setelah perbuatan mengerikan itu, kesadaran menghantamnya dengan keras. Dia telah merenggut nyawa seseorang yang pernah dicintainya. Dia ingin menyesal, tapi apa gunanya? Tidak ada cara untuk menghapus dosa ini. Satu-satunya yang tersisa baginya adalah menerima konsekuensi. Taher tak melawan ketika mereka datang menjemputnya. Dia tidak berusaha melarikan diri. Dia hanya berdiri di sana, menunggu nasib menuntunnya ke tempat yang seharusnya.Di kantor polisi, ruang yang sempit dan dingin itu terasa lebih nyaman daripada kehampaan yang ada di dalam dirinya. Dia mendengar suara langkah mendekat, dan saat mengangkat kepalanya, dia melihatnya—Anya.