Share

Cewek Liar

Richard tidak memiliki banyak waktu untuk menjelaskan banyak hal pada Aleasha. Setelah pertemuan singkat itu, Richard menyerahkan semuanya pada Aleasha dan Roby, sekretaris Javario yang sudah lebih dulu berada di Jogja. Roby yang akan membantu Aleasha dalam berbagai hal selama proses persiapan pernikahan.

“Mbak Alea punya wedding dream?” tanya Roby.

Aleasha masih di restoran yang sama dan duduk di bangku yang sama. Hanya saja orang yang berada di hadapannya berbeda. Richard sudah pergi bersama pria bertubuh tegap yang tadi mengantarnya ke restoran. Meninggalkannya dengan Roby, lelaki berkulit seputih susu yang baru saja dikenalnya.

Aleasha bingung. Sebelumnya, dia tidak pernah berpikir akan menikah secepat ini. Dia menggelengkan kepalanya, “Saya bahkan nggak pernah mikirin tentang nikah, Mas,” ucapnya jujur.

Mendengar itu, Roby sedikit mengernyitkan dahi, “Nggak pernah? Mbak Alea umurnya berapa?”

“Dua puluh dua tahun. Saya baru lulus kuliah, Mas,” katanya.

“Oh, berarti jarak delapan tahun sama Mas Java,” ucap Roby.

Aleasha langsung terbelalak, “Delapan tahun?!” tanyanya dengan pekik yang tertahan.

Roby menganggukkan kepalanya, “Iya. Delapan tahun.”

“Berarti sekarang umurnya anak Pak Richard itu tiga puluh tahun dong?” tanya Aleasha lagi. Dia masih tidak percaya jika orang yang akan menikah dengannya jauh lebih tua dari usianya.

Lagi, Roby menganggukkan kepalanya, “Anak Pak Richard itu punya nama. Namanya Javario, kamu bisa panggil dia Mas Java. Mulai biasakan diri kamu untuk manggil nama itu. Karena itu adalah nama calon suami kamu.”

Calon suami. Dua kata itu cukup membuat Aleasha merinding sekaligus merasa seperti berada di alam mimpi. Tidak nyata. Apakah dia benar akan menikah?

“Oh, sebelum ngomongin pernikahan, mungkin Mas Roby bisa kasih tahu aku tentang Mas Java dan keluarganya. Aku sama sekali nggak tahu tentan keluarga Aksata. Yang aku tahu cuma mereka adalah keluarga orang kaya dan keluarga aku punya utang sama mereka,” ucap Aleasha.

Roby menganggukkan kepalanya, “Saya harus mulai dari mana dulu?” tanyanya.

“Terserah. Yang penting bisa bikin saya ngerti sama keluarga ini.”

“Oke,” sahut Roby.

Roby meneguk air mineral yang ada di meja sebelum mulai bercerita tentang keluarga Aksata. “Saya akan cerita tentang keluarga Aksata dulu secara keseluruhan. Pertama, mereka punya banyak bisnis di berbagai industri, mulai dari skala besar hingga kecil. Mereka juga punya banyak perusahaan yang induknya ada di Amerika dan Australia,” ucap Roby mulai bercerita.

“Keluarga Aksata sebenarnya orang asli Indonesia. Tapi, Pak Richard kuliah di Australia dan menetap di sana, sedangkan adiknya Leon kuliah di Amerika dan menetap juga di sana. Jadi, selama tinggal di sana, mereka bikin perusahaan sendiri. Dan setelah ayah mereka meninggal, perusahan di Amerika sama Australia itu digabung dengan perusahaan yang ada di Indonesia. Pak Richard harus pulang ke Indonesia untuk memimpin perusahan raksasa itu,” lanjutnya.

Aleasha mengangukkan kepala, merasa paham dengan apa yang Roby sampaikan. “Terus?” tanyanya.

“Pak Richard punya dua anak, Javario dan Jena, adik Mas Java. Mas Java sempat tinggal di Australia sebelum akhirnya ikut pindah ke Jakarta. Sedangkan Jena sampai sekarang masih sekolah di Australia dan tinggal dengan istri Pak Richard, Bu Mia. Sedangkan keluarga Pak Leon sampai sekarang masih di Amerika dan menjalankan perusahaan di sana.”

Dengan pelan Aleasha mencoba untuk mengingat satu persatu nama anggota keluarga Aksata. Sebetulnya nama itu tidak sulit untuk diingat, hanya saja karena masih asing, Aleasha sedikit bingung.

“Nah, di Jakarta Mas Java memegang salah satu bisnis keluarga Aksata, Hotel Ariana yang ada di Jakarta adalah salah satunya. Nah, Hotel Ariana di Jogja ini juga akan dikelola oleh Javario setelah nikah sama kamu,” ucapnya.

Aleasha sedikit tercekat. Nikah? Kenapa dia menjadi sangat sensitif dengan kata itu. Setiap Roby menyebutnya, rasanya dia langsung bergidik ngeri. Apa dia sebenarnya belum siap untuk menikah?

“Sebenarnya, keluarga Aksata punya bisnis apa aja, Mas?”

“Banyak. Saya juga nggak begitu hapal karena saya kerja hanya untuk Mas Java. Setahu saya, dulu waktu di Australia, Mas Java bekerja di fashion industry. Dia juga sering ngadain event fashion show untuk pamerin beberapa baju buatan perusahaan mereka. Nah, kalau di Indonesia, Mas Java lebih banyak pegang hotel karena sebenarnya dia memang kuliah di bidang hotel dan hospitality,” jawab Roby.

Aleasha menganggukkan kepalanya, “Terus? Apalagi yang harus saya tahu, Mas?”

“Kalau kamu pengen tahu tentang bisnis mereka, nanti mungkin bisa langsung tanya Mas Java,” ucap Roby, “sekarang saya akan cerita tentang pribadinya calon suami kamu.”

Lagi. Aleasha berjengit mendengarnya. Dia benar-benar belum terbiasa dengan hal ini. Semua ini masih sangat mendadak dan baru baginya.

“Mas Java orangnya workaholic. Dari kuliah dia udah sambil kerja di perusahaan Pak Richard. Dia juga pendiam dan punya sedikit teman. Salah satu temannya yang paling dekat sama dia cuma Mas Rio, teman dia sejak kecil. Selain itu juga ada Mbak Celina. Setahu saya, Mas Java pernah pacaran sama Mbak Celina waktu mereka SMA. Tapi, setelah putus mereka tetap berteman dengan baik.”

Celina. Aleasha merasa dia harus mengingat nama itu dengan baik. Jika dia benar akan menikah dengan Javario, nama itu pasti akan disebut paling kurang sekali dalam hubungan mereka. Dan mungkin Aleasha juga akan bertemu langsung dengan Celina di sebuah kesempatan.

“Nah, sekarang Mas Java juga sibuk banget karena dari tahun lalu dia, Mas Rio, dan Mbak Celina juga bikin startup. Jadi, Mas Java yang gila kerja makin gila sekarang,” kata Rio sambil tertawa.

Aleasha ikut terkekeh. Dia mulai bisa membayangkan rumah tangganya akan sangat datar karena Javario adalah tipe yang lebih suka menghabiskan waktunya dengan bekerja.

“Mereka juga bakal pindah ke Jogja karena setelah menikah Mas Java akan tinggal di sini sama kamu. Jadi, sekarang mereka sedang mengurus izin usaha di Jogja,” terang Roby.

“Tinggal di Jogja? Kenapa?”

“Karena sebenarnya Mas Java pengen keluar dari rumah. Pak Richard orangnya cukup menuntut dan bikin Mas Java kadang capek sendiri ngadepinnya. Jadinya, dia milih buat di Jogja aja. Mas Rio dan Mbak Celina juga setuju buat pindah. Jadi, nanti rumah kalian akan ada di satu komplek yang sama.”

“Bentar, Mas,” ucap Aleasha mencoba untuk mencerna apa yang baru saja Roby ucapkan.

“Kenapa, Mbak?” tanya Roby.

“Ini berarti nanti setelah nikah, saya bakalan satu komplek perumahan sama mantannya Mas Java?”

Roby menganggukkan kepalanya, “Benar. Mbak Alea nggak usah khawatir. Hubungan Mas Java dan Mbak Celina udah berakhir lama. Mereka juga udah sama-sama move on dan sekarang berteman baik. Jadi, kamu nggak perlu khawatir.”

Aleasha mengerjapkan matanya beberapa kali. Masih tidak percaya dengan hal tersebut. Apakah dia bisa diterima oleh teman-teman Javario? Tunggu, pertanyaan pertama harusnya adalah apakah Javario bisa menerimannya?

“Dan tenang aja, Mbak. Mas Java juga nggak pernah macem-macem kok sama Mbak Celina,” goda Roby sembari tersenyum jahil.

Mendengar itu, wajah Aleasha sontak memanas. “Apaan sih, Mas. Kok malah bahas gituan.”

“Oh iya. Ada satu hal yang penting untuk saya sampaikan tentang Mas Java," ucap Roby tiba-tiba.

Aleasha mengernyitkan dahinya. "Apa, Mas?"

"Mas Java lebih suka cewek yang liar, Mbak."

"Liar?"

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status