Share

Gaun Pernikahan Aleasha

Setelah pertemuan pertama mereka, Aleasha jarang bertemu dengan Javario. Informasi yang dia terima dari Roby menyebutkan bahwa Javario sibuk mengurus kepindahan perusahaan rintisannya, sementara keluarganya tengah sibuk mempersiapkan segala hal terkait pernikahan. Sementara itu, Aleasha sendiri sering kali harus pergi ke butik yang telah disiapkan oleh keluarga Aksata untuk urusan persiapan pernikahan.

Setiap kali Aleasha mengunjungi butik yang dipilih oleh ibu Javario, dia tidak bisa membantu diri untuk memikirkan seberapa besar kekayaan yang dimiliki oleh keluarga tersebut. Selain hotel mewah bernama Ariana di Jogja, keluarga itu juga memiliki beberapa hotel cabang dengan nama yang sama, serta beberapa yang berbeda. Perbedaan ekonomi dan gaya hidup antara keluarga Anagata dan Aksata sangat jelas terlihat dari hal ini.

"Saya mau dikecilin lagi di bagian pinggangnya," ucap Roby, desainer busana yang bertanggung jawab atas gaun pernikahan Aleasha.

Aleasha membulatkan matanya dengan sedikit kebingungan. Dikecilkan lagi? Dia merasa gaun itu sudah sangat sesak di bagian pinggangnya. Roby beberapa kali telah meminta untuk merevisi beberapa bagian, termasuk bagian pinggang yang menurutnya belum menampilkan lekukan tubuh yang signifikan. Tapi Aleasha berusaha mempercayai penilaian Roby yang tentunya memiliki keahlian dalam bidangnya.

"Terus dibagian dada, potongannya harus lebih rendah lagi. Collar bone milik Aleasha harus menjadi fokusnya," ucap Roby lagi, memberikan instruksi detail tentang perubahan yang harus dilakukan pada gaun pengantin Aleasha.

Aleasha merasakan kekesalan mulai menyelinap saat mendengar permintaan tersebut. Mengapa Roby tidak sekalian menelanjanginya saja? Pikiran itu muncul dalam benaknya saat ia menyaksikan Roby dengan sigap memangkas setiap jahitan di gaun yang menyelimuti tubuhnya.

Awalnya, gaun pengantin itu memiliki desain dengan lengan panjang dan bentuk seperti gaun putri raja. Namun, menurut pandangan Roby, itu terlihat tidak berkelas dan tidak memperlihatkan lekukan tubuh Aleasha dengan baik. Tentu saja, instruksi tersebut sesuai dengan referensi yang diinginkan oleh Javario. Pria itu ingin Aleasha tampil lebih dewasa dan memikat, mungkin sebagai upaya untuk menyeimbangkan dirinya.

"Baik, Tuan," ucap wanita yang sedari tadi mencatat apa saja yang perlu direvisi dari bagian gaun tersebut, menunjukkan ketaatannya pada instruksi Roby.

Seandainya Aleasha adalah desainer dari gaun itu, dia pasti akan sangat marah pada Roby. Semua perubahan ini sama saja dengan merancang gaun baru untuknya. Begitu banyak yang harus direvisi dan dipangkas. Aleasha merasakan ketidaknyamanan melihat bagaimana tubuhnya akan terekspose begitu banyak dalam gaun yang direncanakan oleh Roby.

Namun, meskipun dia tidak menyukai ide tersebut, Aleasha menyadari bahwa dia tidak dalam posisi untuk memprotes. Bayangan hutang satu juta dolar masih menghantui pikirannya, membuatnya merasa terjebak dalam situasi yang sulit untuk melawan.

Setelah serangkaian komentar dan revisi dari Roby, Aleasha kembali masuk ke bilik ganti dan melepas gaunnya dengan perasaan yang campur aduk. "Kita akan selesaikan ini dalam tiga hari, jadi Anda harus kembali lagi dalam tiga hari," ucap wanita itu, memberikan jadwal untuk pertemuan berikutnya.

Aleasha hanya menganggukkan kepalanya tanpa sepatah kata pun. Dia merasa frustrasi dengan semua perubahan yang harus dilakukan pada gaunnya, tetapi dia memilih untuk menahan diri. Setiap protes yang ingin dia sampaikan terasa begitu tidak penting di saat ini. Dia telah bertekad untuk menjalani pernikahan ini dengan sikap kooperatif, demi kebahagiaan orang tuanya.

Setelah meninggalkan bilik ganti, Aleasha bertemu kembali dengan Roby. Meskipun dia mencoba untuk menyembunyikan rasa ketidaknyamanannya, ekspresi kesalnya tidak bisa disembunyikan dengan baik. "Mbak Alea kenapa?" tanya Roby, mencoba memahami perubahan ekspresi wajah Aleasha.

Pertanyaan itu membuat Aleasha semakin cemberut. Dia merasa kesal bahwa Roby tidak bisa mengerti perasaannya. Bagaimana mungkin Roby tidak menyadari bahwa Aleasha sedang kesal padanya? Dengan seenaknya, Roby terus memberikan instruksi dan revisi untuk gaunnya, tanpa memperhatikan bagaimana perasaan Aleasha. Padahal, gaun awal yang dipilihnya telah membuat Aleasha jatuh hati. Namun, itu semua hanya terdengar seperti keluhan sepele di tengah kesibukan perencanaan pernikahan yang sedang berlangsung.

"Nggak apa-apa," jawab Aleasha singkat, mencoba menutupi kebingungannya.

"Oh iya, tadi Mas Java bilang Mbak Alea harus makan dulu sebelum pulang. Saya akan antar Mbak Alea ke restoran yang sudah dipilih oleh Mas Java," kata Roby sambil membimbing Aleasha menuju parkiran mobil.

Aleasha mengernyitkan dahinya dengan kebingungan. "Kenapa dia harus memilih restorannya? Aku bisa makan di rumah nanti," katanya dengan sedikit keberatan.

Roby dengan sabar membukakan pintu mobil untuk calon majikannya itu. "Mas Java ingin Mbak Alea menikmati makanan kesukaannya hari ini. Dia ingin Mbak Alea tahu apa makanan yang dia sukai," ucap Roby dengan penuh penjelasan.

Aleasha merenung sejenak, menyadari bahwa dia tidak pernah bisa menebak apa yang sebenarnya ada di pikiran Javario. Meskipun mereka jarang bertemu atau berkomunikasi setelah pertemuan pertama, Javario selalu mengatur segalanya melalui Roby. Bahkan urusan makan pun harus dipilihkan oleh Javario. Pikirannya melayang pada pertanyaan tentang apa yang sebenarnya diinginkan Javario dari pernikahan ini.

"Mas Java kapan ke Jogja, Mas?" tanya Aleasha, mencoba memancing informasi lebih lanjut.

Roby dengan ramah mempersilakan Aleasha masuk ke dalam mobil. Dia kemudian mengitari mobil tersebut untuk duduk di bangku pengemudi. "Mas Java mungkin akan ke Jogja di hari pernikahan. Karena Mas Java tidak bisa memperkenalkan dirinya dan kebiasaannya secara langsung. Jadi, Mbak Alea ikuti saja perintah dari Mas Java. Dengan begitu, Mbak Alea akan tahu seperti apa sebenarnya Mas Java," jelasnya.

Aleasha merasa semakin bingung dengan tingkah laku Javario. Di satu sisi, dia menekankan bahwa pernikahan mereka akan berjalan seperti pernikahan biasa, tapi di sisi lain, Javario selalu menggunakan Roby sebagai perantara untuk berkomunikasi dengan Aleasha. Bahkan, dia belum pernah mengirimkan pesan kepada Aleasha. Aleasha bertanya-tanya, seperti apa sebenarnya kehidupan rumah tangga yang diinginkan oleh Javario?

Roby melajukan mobilnya dengan hati-hati saat mereka meninggalkan area parkiran butik mewah tersebut. Beberapa saat kemudian, mobil memasuki Jalan Kaliurang yang ramai, di mana jalanan tetap sesak meskipun siang hari telah tiba. Aleasha menghela napas dengan pandangan yang tertuju pada hiruk pikuk jalanan di luar jendela, mencoba meredakan kegelisahannya.

"Oh, iya, Mbak Alea," panggil Roby, memecah keheningan di antara mereka.

Aleasha menoleh ke arahnya dengan sedikit keheranan. "Kenapa, Mas?" tanyanya, ingin mengetahui alasan Roby memanggilnya.

"Mas Java bilang kalau dia akan ke Jogja di hari pernikahannya, tapi Mbak Celina dan Mas Rio sedang berada di Jogja sekarang untuk mengurus kepindahan perusahaan mereka. Di restoran nanti, Mbak Alea akan makan bersama mereka," ucap Roby, memberikan penjelasan tentang rencana makan siang Aleasha.

Sontak, Aleasha merasa terkejut. "Aku bakal makan siang sama mereka?" tanyanya dengan ekspresi tidak percaya.

Roby mengangguk. "Ini permintaan Mas Java sendiri, Mbak. Dia juga ingin Mbak Alea mengenal teman sekaligus partner bisnisnya," kata laki-laki itu dengan santai, mencoba meredakan kekagetan Aleasha.

Namun, Aleasha merasakan keberatan yang mendalam. "Nggak! Aku nggak mau!" ucapnya dengan tegas, menunjukkan penolakannya secara gamblang.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status