"Lia, minggu depan Mas ga bisa pulang ke rumah," kata Aditya.
"Apa Mas? Ga pulang lagi? Mas, aku heran deh sama Mas. Kenapa sekarang Mas jarang pulang? Padahal dulu bisa pulang seminggu sekali, atau bahkan dua kali loh," kata Dahlia."Mas ini sibuk loh, Lia. Masa kamu ga bisa memahami?" tanya Aditya."Halah, paling itu alasan Mas saja! Apa Mas punya wanita lain di luar sana?" tanya Dahlia dengan emosi.Pertanyaan itu memang selalu melintas dalam benak dan menghantui Dahlia selama ini. Saat ini Dahlia tidak mampu menahan diri untuk menanyakan itu pada Aditya. Aditya memang bekerja di luar kota, sekitar tiga jam dari rumah jauhnya. Selama ini Aditya tinggal di rumah dinas. Awalnya, Aditya masih pulang seminggu sekali ke rumah. Tapi sudah beberapa bulan ini Aditya sangat jarang pulang ke rumah, hanya satu kali dalam sebulan. Jika pulang ke rumah pun, Aditya hanya dua hari di rumah. Terkadang Dahlia sampai harus mendesak dan memaksa suaminya untuk pulang ke rumah.Saat sedang berada di rumah, Aditya seperti tidak fokus menikmati waktu bersama Dahlia. Sering terlihat sedang memikirkan sesuatu, atau sibuk dengan HPnya, senyum-senyum sendiri melihat layar HPnya, dan mengunci HP dengan kode. Bahkan yang lebih menyakitkan untuk Dahlia, Aditya seperti tidak rindu padanya. Aditya jarang menyentuh tubuh Dahlia dan memuaskan hasrat cinta mereka berdua.Aditya sering menggunakan berbagai alasan untuk tidak pulang ke rumah. Alasan-alasan itu antara lain lembur, pekerjaan yang sangat sibuk, lelah, atau harus menemani Ibunya.Pranggg....Aditya membanting gelas yang ada di tangannya sampai pecah berantakan. Dahlia langsung menutup kedua telinga nya karena terkejut."Dasar kamu, istri ga berguna! Bertambah umur malah semakin cerewet dan menyebalkan! Kalau aku jarang pulang, apa masalahnya? Yang penting aku tetap mengirim gaji ku secara rutin untukmu, kan? Aku ini sibuk bekerja, kamu ga usah berpikir macam-macam! Istri tidak tahu diri! Kalau tahu begitu, aku tidak akan pulang sekalian!" kata Aditya sambil beranjak membawa koper nya dan bersiap melangkah keluar dari rumah."Kalau kau memang sudah tidak mencintaiku, ceraikan aku, Mas!" kata Dahlia dengan getir. Perasaan di dalam hatinya yang bergejolak dan emosi yang memuncak membuat dirinya tak mampu meredam kemarahan dan perkataannya. Jujur, Dahlia pun terkejut ketika perkataan itu meluncur dari bibir nya begitu saja. Kini jantung Dahlia berdebar menunggu reaksi Aditya setelah mendengar perkataannya tadi.Aditya berhenti melangkah dan berbalik, terlihat jelas nafasnya menderu dan sorot matanya pun penuh kemarahan. Aditya mengepalkan tangannya dengan kuat, seakan berusaha kuat menahan kemarahan yang siap meledak.Aditya berjalan mendekat ke arah Dahlia. Tatapan matanya yang tajam begitu menusuk Dahlia. Tatapan mata yang biasanya penuh cinta dan kehangatan itu kini lenyap, yang terlihat hanya kemarahan yang begitu membara seperti hewan buas yang siap menerkam mangsa di hadapannya. Reaksi Aditya itu membuat Dahlia langsung mundur beberapa langkah.Aditya mendesak Dahlia ke tembok, membuat Dahlia tidak bisa kemanapun. Lalu Aditya mendekatkan wajahnya di depan wajah Dahlia, dan mencengkeram erat bahu Dahlia dengan kedua tangannya."Sadar ga kamu dengan perkataanmu itu, hah? Kamu pikir aku takut dengan ancamanmu itu? Pikirkan baik-baik. Jika kamu mau bercerai, aku akan mengabulkan permintaanmu itu!" kata Aditya seakan tanpa keraguan.Dahlia gemetar ketakutan, bibirnya terasa kelu, perkataan Aditya itu berhasil membuat otak nya membeku. Beberapa saat lamanya Dahlia terpaku, tak bisa berpikir dan tak bisa berkata-kata. Hembusan nafas Aditya yang penuh kemarahan menerpa wajah Dahlia.Saat ini Dahlia seperti tidak mengenal suaminya. Pria di hadapannya ini seperti bukan kekasih dan suaminya yang dulu dikenalnya, pria yang sangat ia cintai.Aditya mendorong tubuh Dahlia dan melepaskan cengkeraman tangannya. Membuat kepala Dahlia terbentur ke dinding di belakangnya.Sakit? Tentu bahu dan kepala Dahlia sakit, tapi yang terasa sangat sakit adalah hati Dahlia. Nyeri, Dahlia seakan tidak memiliki kekuatan lagi di tubuhnya.Aditya pun pergi dari rumah meninggalkan Dahlia yang sangat terluka. Dahlia masih terpaku di tempat nya, seakan tidak percaya apa yang baru saja terjadi. Sepanjang lima tahun pernikahannya dengan Aditya, belum pernah Aditya begitu marah seperti tadi.Aditya dulu adalah seorang pria penyayang dan lembut pada istrinya. Bukan berarti mereka tidak pernah bertengkar atau berbeda pendapat, tapi selama ini Aditya selalu bersikap dewasa dan bisa menghadapi semua persoalan dengan bijak. Bahkan, Aditya belum pernah membentak Dahlia sebelumnya.Dahlia terduduk lemas dan menatap gelas yang hancur berkeping-keping di hadapannya. Hatinya berdesir dan terasa nyeri.'Mengapa Mas Aditya berubah menjadi kasar seperti itu?' tanya Dahlia dalam hatinya dengan pilu.Hati wanita mana yang tidak sakit jika suaminya berubah sikap seratus delapan puluh derajat seperti itu. Seakan tak ada lagi kehangatan dalam hubungan mereka sebagai suami istri. Dalam malam-malam sepi, Dahlia sering membayangkan apa yang sedang suaminya perbuat di luar sana, di tempat yang cukup jauh dari rumah.'Apakah ada wanita lain yang mengambil posisiku di dalam hati Mas Aditya?' berjuta tanya dan keraguan singgah dalam benak Dahlia.Dahlia menatap dirinya di cermin meja rias nya,'Apa kini aku sudah menua? Sehingga kamu sudah tidak mengingini aku lagi, Mas?' tanya Dahlia dalam hatinya dengan pedih.Seringkali jika malam tiba, saat Dahlia membaringkan diri nya di tempat tidur, tanpa terasa air matanya mengalir. Ia merasa sendiri dan kesepian. Dahlia tidak tahu harus bercerita pada siapa tentang persoalan yang dialami dan perasaan hatinya. Rasanya tidak mungkin jika dirinya harus bertanya tentang Aditya pada Ibu mertua nya, karena hingga kini hubungan Dahlia dengan Ibu kandung Aditya itu begitu dingin.Dahlia juga tidak sampai hati menceritakan semua ini pada Bapak dan Ibunya. Orang tua mana yang tidak bersedih jika mendengar anak perempuan nya tidak bahagia dalam pernikahannya? Dahlia takut ini akan menjadi beban pikiran dan mengganggu kesehatan Bapak dan Ibu.Dahlia menguatkan diri untuk menahan perasaannya, berharap Aditya akan berubah dan kembali seperti dulu. Namun selama ini harapan tinggallah harapan, Aditya malah semakin acuh dan menjauh dari Dahlia. Sampai akhirnya hari ini terjadi, pertengkaran hebat dalam rumah tangga Aditya dan Dahlia. Hati Dahlia begitu terluka ketika mendengar dengan mudahnya Aditya meluluskan permintaan cerai Dahlia itu."Apa benar kau sudah tidak mencintai aku lagi, Mas?" gumam Dahlia.Bima tersentak, ia juga terkejut karena baru mendengar kenyataan ini. "Jadi semua ini rencana Mama dan Sandra?" tanya Bima. "Maafkan Mama, Nak," bisik Mama Bima. "Mama.. Kenapa Mama membongkar semua ini?" teriak Sandra yang sudah berdiri di pintu masuk. Sandra terlihat marah dan kesal pada mama mertuanya itu, karena membongkar rahasia itu tanpa meminta pendapatnya terlebih dahulu. Semua mata beralih menatap Sandra. Sementara Sandra menghampiri Mama Bima dan berusaha meminta penjelasan. "San, Mama merasa waktu Mama tidak akan lama lagi. Mama harus mengatakan semua ini agar Mama bisa pergi dengan tenang. Sejujurnya Mama menyesal selama beberapa tahun ini, karena Mama telah menghancurkan hidup kalian semua," kata Mama Bima. Mama Bima terdiam sejenak, ia mengatur nafasnya yang sesak. Berbicara sejenak membuat ia sangat kelelahan. "Sekarang Mama menghancurkan hidupku. Mengapa Mama berbuat seperti itu?" tanya Sandra kesal. "Mama telah memisahkan Bima dengan Dahlia dan anaknya. Mama
Bima akhirnya harus menikahi Sandra. Namun sejak hari itu hidup Bima berubah sepenuhnya. Ia hanya memberikan status pada Sandra sebagai seorang istri, tapi tidak pernah memberikan hatinya. Sandra tinggal dengan Mama Bima, sementara Bima tetap di Semarang. Ketika Sandra mengusulkan untuk tinggal di Semarang bersamanya, Bima menolak mentah-mentah. Bima memilih tidak serumah dengan Sandra. Sandra sadar, ia tidak pernah bisa memiliki hati dan cinta Bima saat dia dalam keadaan sadar. Bima tidak pernah mau menyentuh dirinya, atau tidur bersamanya. Hal itu membuat Sandra sangat terluka, ia melampiaskan rasa kesal dan bencinya pada Bima dengan berfoya-foya, menghabiskan uang pemberian Mama Bima. Semakin lama terlihat jelas sifat dan karakter Sandra yang sebenarnya. Ia tidak lagi menghormati Mama Bima seperti dulu. Sandra sering melampiaskan rasa kesalnya pada Bima dengan menyakiti hati mama mertuanya. Sementara itu, Dahlia berusaha kembali bangkit dan menata hatinya. Dahlia menghabiskan
Sambil menangis Dahlia memasukkan semua pakaian dan barang miliknya dan Nadine ke dalam koper. Ia tidak pernah menduga mimpi buruk itu akan datang kembali dalam hidupnya. Bima selama ini selalu penuh cinta, menyayangi, dan membela Dahlia di hadapan siapapun. Namun ternyata semua hanya kepalsuan, karena Bima menyakiti Dahlia begitu dalam. Dahlia menggantikan pakaian Nadine, lalu menggendong Nadine dengan kain gendongan. Tangan kanan Dahlia menarik kopernya. "Lia, aku tidak bisa hidup tanpamu dan Nadine. Tolong maafkan aku!" Bima memegang tangan Dahlia dan berlutut di hadapannya. "Seharusnya kamu pikirkan semua akibatnya sebelum bertindak, Mas! Kamu tahu kalau aku pernah terluka, dan tidak akan berkompromi pada masalah ini. Aku benci kamu, Mas! Silakan kamu nikahi dia! Aku tidak peduli! Aku tunggu surat cerai darimu," ucap Dahlia. "Nak, kamu bisa tetap menjadi istri pertama Bima. Biarlah Sandra menjadi istri kedua Bima. Bukankah pria bisa mempunyai lebih dari satu istri?" kata Mama
Selama beberapa hari terakhir ini, Dahlia merasa suaminya banyak berubah. Bima sering melamun dan lebih pendiam. Berkali-kali Dahlia melihat raut wajah suaminya yang sendu. Dahlia mencoba bertanya apa yang sedang terjadi, tetapi Bima hanya tersenyum dan menggelengkan kepalanya. Bima belum mau menceritakan masalah yang terjadi. Dahlia berpikir suaminya mungkin hanya merasa lelah, atau ada masalah dalam pekerjaannya. Bima yang biasanya ceria, selalu memeluk Dahlia dengan hangat, bermain dengan Nadine, kini mendadak murung. Seperti ada beban yang berat yang sedang dialami oleh Bima. "Mas, koq malah melamun?" tanya Dahlia. Mereka sedang di meja makan untuk makan malam bersama. Dahlia sudah mengambilkan makanan untuk suaminya dan dirinya sendiri."Oh, tidak apa-apa, Sayang. Ayo kita makan!" jawab Bima. "Sebenarnya ada masalah apa, Mas? Biasanya Mas selalu menceritakan apapun padaku," kata Dahlia. "Hanya masalah pekerjaan, biasa saja koq. Kamu tenang saja, ya. Jangan cemas!" ujar Bi
Bima meminum teh manis hangat yang dihidangkan oleh Sandra. Setelah itu ia kembali menghubungi mamanya, tetapi tidak ada jawaban. "San, aku pulang saja, ya. Nanti sampaikan pada mama kalau aku datang kemari," kata Bima. Bima baru saja akan bangkit berdiri, tetapi tiba-tiba ia merasa kepalanya sangat berat dan sangat mengantuk. Detik terakhir ia melihat Sandra tersenyum dan mendekatinya. Bima tak sanggup membuka matanya lagi, ia terkulai di sofa. Sandra segera menopang tubuh Bima. "Mas, kamu kenapa? Kamu lelah, ya? Ayo aku bantu kamu ke kamar," bisik Sandra. Sandra melingkarkan tangan Bima di atas bahunya, lalu memapah Bima. Sandra menghempaskan tubuh Bima ke kasur, lalu sejenak memastikan bahwa Bima sudah benar-benar lelap. Sandra tersenyum senang, rencananya berhasil. Ia harus bergerak cepat sebelum Bima bangun dan sadar. Sandra melepas pakaian Bima, lalu pakaiannya sendiri. Sandra juga mengambil ponselnya dan mengambil foto yang menunjukkan seolah dirinya dan Bima tidur bersam
"Jangan bergurau, Ma! Bima tidak akan mau mengkhianati Dahlia," kata Bima. Mama Bima hanya diam dan melemparkan pandangan ke luar jendela mobil itu. "Ma, besok Bima tidak bisa mengantar Mama ke pemakaman Mama Sandra," ucap Bima. "Kenapa, Nak? Hubungan kita sangat dekat dengan keluarga Sandra. Kita harus menghadiri acara pemakaman itu," kata Mama Bima. Bima harus bekerja, Ma. Besok ada pertemuan penting dengan klien. Kalau Mama memang mau datang, Mama naik taksi saja," ucap Bima dengan nada suara yang mulai meninggi. Mama Bima kembali bungkam, ia sadar sepertinya percuma kalau ia memaksakan kehendak pada Bima. Bima dan mamanya akhirnya sampai di rumah."Ma, Bima langsung pulang, ya," kata Bima sebelum mamanya turun dari mobil. "Hati-hati, ya,"Sepanjang jalan Bima terus memikirkan semua yang terjadi, dan perkataan mamanya. Bima tak habis pikir, mengapa mamanya bisa memberikan ide padanya untuk menikahi Sandra. 'Itu tidak mungkin terjadi! Aku sudah punya Dahlia dan Nadine. Aku s