Share

Gus Isam

Author: Foverflows
last update Last Updated: 2023-05-16 08:43:12

***

Abrisam baru saja kembali dari pesantren saat menemukan sebuah amplop yang dijatuhkan seorang wanita. Niat hati ingin langsung menemui uminya, tapi terpaksa tertunda karena ingin mengembalikan amplop tersebut.

Tak disangka pemilik amplop tersebut adalah wanita yang sama dengan orang yang pernah menubruknya sehari sebelumnya.

Gus Isam tampak terkejut karena perempuan itu selalu saja menangis saat mereka bertemu. Sayang tak sempat ia bertanya, perempuan itu sudah pergi terlebih dulu.

“Apa yang kamu pikirkan, Abrisam?”

Sebuah suara mengintrupsi Isam dari lamunannya.

Gus muda tersebut tampak terkejut. “Umi? Sejak kapan Umi ada di sini?” tanyanya.

Umi Laila tersenyum karena anak sulungnya itu tak menjawab pertanyaannya. “Sudah sejak Lima menit yang lalu, Nak. Memangnya apa yang membuatmu melamun seperti itu?” tanyanya.

Isam salah tingkah. Astagfirullah. Tak seharusnya ia mengingat wanita yang bukan mahramnya.

“Apa yang mengganggumu, Isam? Cerita pada Umi,” ucap Nyai Laila.

Isam ragu, haruskah ia bercerita pada wanita yang telah melahirkannya itu atau memendam rasa penasarannya seorang diri.

Namun, melihat betapa banyak beban pikiran uminya saat ini, Isam memutuskan untuk tak menceritakannya. “Tidak ada apa-apa, Umi. Bagaimana keadaan Adnan? Apakah ada kemajuan?” tanyanya mengalihkan perhatian Umi Laila.

Nyai Laila mengembuskan napas dengan berat. “Dokter hanya meminta kita untuk bersiap-siap,” jawabnya lirih. Sungguh, Umi tahu semua makhluk ciptaan Tuhan akan kembali padaNya suatu hari nanti, tetapi betapa cepatnya waktu Adnan jika memang apa yang dokter katakan adalah kebenaran.

Namun, jika mengingat lagi penderitaan Adnan sejak mengalami kecelakaan hari itu, Umi lebih rela Adnan pergi untuk selamanya. Mungkin menghadap Allah lebih cepat bisa membuat putra bungsunya itu bahagia.

“Sabar Umi, ini semua yang terbaik untuk Adnan. Lagipula Allah tak akan menguji kita diluar batas kemampuan kita sebagai umatnya,”

“Kamu benar Isam. Kini Umi sudah ikhlas bila sewaktu-waktu Allah merenggut Adnan dari kita. Umi hanya berharap Adnan menjadi lebih damai setelah itu,” ucap Nyai Laila.

Adnan masih terbaring kaku dengan banyaknya selang di tubuhnya. Dokter mengatakan napasnya masih ada, tetapi sewaktu-waktu dapat pula lenyap dari raganya.

Hal itu pula yang mengharuskan Isam berada di rumah sakit beberapa waktu belakangan ini. Bergantian dengan Abinya, Kyai Ahmad, Isam menemani sang Umi yang tetap tinggal di rumah sakit menemani Adnan.

“Umi, Isam ingin pamit pada Umi. Untuk sementara waktu Isam belum bisa menemani Umi menjaga Adnan. Beberapa waktu lalu Isam diminta untuk mengisi pengajian di beberapa masjid mengingat sebentar lagi kita memasuki bulan ramadhan. Umi tak apa-apa kan sendirian?”

Nyai Laila tersenyum mendengar ucapan anaknya. Tentu ia tak akan pernah keberatan saat Isam ingin melakukan kebaikan. “Pergilah, Nak. Umi tidak apa-apa, ada Allah yang akan menjaga Umi di mana pun Umi berada, lagipula Abimu juga akan lebih sering berkunjung ke sini. Dia tidak akan membiarkan Umi bersedih sendirian,” ucapnya.

“Ahh, ustadzah Hafa juga berjanji untuk sering menemani Umi!” ujar Nyai melanjutkan.

Gus Isam tersenyum tipis, tahu betul maksud kenapa Umi Laila menyebut nama ustadzah Hafa sambil meliriknya. Umi sejak dulu memang berusaha untuk menjodohkannya dengan ustadzah bertutur lembut itu.

“Alhamdulillah kalau begitu. Setidaknya Umi memiliki teman selama aku tidak ada di sini,”

“Iya Alhamdulillah. Tapi, kamu harus mengucapkan terima kasih pada ustadzah Hafa secara langsung ya. Umi belum sempat berterima kasih waktu itu,” ucap Umi.

“Tak baik Umi bila Isam menemui ustadzah Hafa secara pribadi. Sebaiknya Umi saja yang melakukannya,” balas Isam berusaha menghindari percakapan tentang ustadzah Hafa.

“Baiklah.” Nyai Laila tahu Isam belum siap untuk dijodohkan secara terang-terangan dengan Hafa. Itulah kenapa Isam selalu saja menghindar kala ia menyebut nama ustadzah cantik yang telah mencuri hatinya tersebut.

Isam mengembuskan napas dengan berat. Ia meraih tangan Uminya. Dirinya tahu sang Umi kecewa. “Maafkan Isam ya Umi, untuk sementara waktu Isam hanya ingin Umi fokus pada Adnan. Jangan memikirkan tentang Isam dulu,” ucapnya dengan lembut.

“Apakah itu artinya kamu setuju dijodohkan dengan ustadzah Hafa suatu hari nanti, Isam?”

“Aku tidak bisa berjanji, Umi, tapi apapun itu asal bisa membuat Umi dan Abi bahagia, maka aku siap melakukannya,”

Mendengar itu membuat Nyai Laila mengembuskan napas dengan lega. “Terima kasih, Anakku,” ucapnya.

Isam mengangguk. “Sekarang kita lantunkan ayat-ayat suci alquran untuk Adnan ya Umi, agar Adnan tenang,” ajaknya.

Nyai Laila setuju. Lantas mereka berdua pun mulai melantunkan ayat alquran untuk Adnan yang masih koma.

***

“Umi, aku kembali ke pesantren dulu. Nanti Abi akan datang,” ucap Isam saat jam menunjukan pukul Empat sore. Tadi ia sudah sholat bergantian dengan Umi Laila.

“Hati-hati dijalan anakku. Beritahu Umi saat kamu sudah sampai di pesantren,”

“Baik Umi.” Isam membalas.

Setelah itu, ia keluar dari ruang rawat Adnan. Tak disangka dalam perjalan gus muda itu berpas-pasan dengan ustadzah Hafa. Sebab saling mengenal, keduanya pun saling menyapa.

“Assalamu’alaikum Gus Isam,” Tak salah bila Nyai Laila sangat menyukai ustadzah Hafa. Selain memiliki wajah yang cantik, ustadzah Hafa juga sangat santun. Bahkan saat menyapa gus Isam saja ia menundukan pandangannya.

“Wa’alaikumsalam,” Gus Isam menyahuti. “Apakah ustadzah Hafa bermaksud menjenguk Adnan?” tanyanya.

Sejenak ustadzah Hafa mengangkat pandangannya, lalu mengangguk. “Betul. Aku sudah berjanji pada Umi Laila, gus,” jawabnya.

“Terima kasih, ustadzah Hafa. Saya sangat bersyukur karena kamu bersedia menemani Umi,”

Ustadzah Hafa menggelengkan kepalanya, merasa tindakannya bukan apa-apa. Ia ikhlas menemani Nyai Laila yang begitu baik padanya itu. “Ini sungguh tidak seberapa, gus,” ucapnya.

“Tidak seberapa bagimu, tapi bagi Umi sangat bermakna. Beliau sangat senang kamu datang berkunjung,”

“Kalau gus sendiri bagaimana? Apakah gus tidak keberatan melihat saya ada di sini?” Ustadzah Hafa memberanikan diri untuk bertanya. Tak ada maksud menggoda dalam tutur katanya. Ia hanya ingin memastikan perasaan gus muda yang telah lama dirinya kagumi itu.

“Tentu saya tidak keberatan. Saya justru sangat berterima kasih, terlebih untuk beberapa hari ini saya belum bisa menemani Umi,”

“Memangnya gus mau ke mana?” Sebab penasaran Hafa pun bertanya. Ia juga memberanikan diri menatap sebentar wajah gus Isam.

Gus Isam mengalihkan pandangan karena tak ingin berbagi tatap terlalu lama dengan lawan jenisnya. “Saya ada pengajian di beberapa masjid,” jawabnya.

Embusan napas lega lalu terdengar dari ustadzah Hafa. “Gus tenang saja, biar Hafa yang menggantikan gus Isam menemani Umi Laila selama gus Isam tidak bisa,” ucapnya.

“Iya, sekali lagi terima kasih. Kalau begitu saya permisi duluan.” Abrisam berucap untuk pamit. “Assalamu’alaikum,” lanjutnya.

“Wa’alaikumsalam.” Ustadzah Hafa membalas kemudian.

Isam melanjutkan langkah kakinya yang sempat terhenti karena kehadiran ustadzah Hafa. Sementara itu, Hafa sempat memutar butuhnya hanya sekadar untuk memandangi punggung gus Isam yang semakin menjauh. “Kapan kiranya gus Isam bisa melihat perasaanku yang tulus ini?” lirihnya dengan mata sendu.

Iya, sejak pertama kali mengenal gus Isam, Hafa tak pernah berhenti berharap kepada Tuhan agar Isam menjadi jodohnya. Namun, hingga detik ini sang gus muda tak pernah menunjukan ketertarikan terhadapnya. Justru lebih sering menghindar kala bertemu.

Hafa ingin menyerah, akan tetapi sebuah angina segar seolah menyapa saat Umi tertarik untuk menjadikannya menantu. Harapan Hafa melambung lagi.

Entah apakah mungkin ustadzah berparas cantik berhati soleha seperti Hafa bisa mendapatkan gus Isam sebagai imamnya suatu hari nanti. Semua rahasia tentang jodoh hanya milik Tuhan semata. Ustadzah Hafa hanya bisa berdoa.

.

.

Bersambung.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Wanita Simpanan Suami Orang   BAB 55 (END)

    *** Ditemani Aisyah, Senja masuk menemui Umi. Sekali lagi air mata membasahi pipi saat Senja bersimpuh sambil memeluk lengan Umi. "Mohon maafkan aku, Umi. Maaf sebab telah menyeret keluarga ini ke dalam masalahku," ucapnya tergugu. "Umi tidak perlu khawatir lagi, aku akan pergi diam-diam agar gus Isam bisa menikahi ustadzah Hafa," "Siapa bilang Umi ingin Isam menikah dengan Hafa?" tanya Umi sembari mengusap lembut rambut Senja. Membuat Senja bertanya-tanya apakah maksudnya. "Mulai hari ini restu Umi sepenuhnya untukmu dan Abrisam. Kalian berhak bahagia dengan pilihan kalian," Seketika Senja mendongakkan kepalanya, menatap Umi yang juga sedang memandangnya. "M-maksud Umi apa?" tanyanya terbata. Sungguh, Senja tak ingin berharap. Umi memaafkannya saja sudah sangat beruntung, tetapi apa kata Umi tadi? Umi sepenuhnya merestui? Umi Laila tersenyum tipis. Matanya berkaca-kaca menatap Senja. "Iya, kamu yang Umi pilih sebagai menantu. Maafkan Umi ya karena terlalu keras. Padahal hidupmu

  • Wanita Simpanan Suami Orang   BAB 54

    ***"Berhenti!" Sejak tadi Abrisam hanya diam memperhatikan. Dia menunggu saat yang tepat untuk menghentikan lelaki yang lancang membawa calon istrinya pergi. Bagaimana gus Isam bisa ada di sini? Sedangkan tadi dia membawa Umi ke rumahnya. Jawabannya ada pada Asiyah. Sejak kedatangan Aditya, Asiyah berlari ke rumah gus Isam. Memberi kabar kedatangan lelaki asing yang tampak memihak Senja. Gus Isam bersyukur uminya telah kembali sadar dari pingsan. Dia pun lebih leluasa menemui Senja. "Jangan pernah berpikir untuk membawa Senja pergi dari tempat ini," ucap gus Isam yang kali ini menahan tangan Aditya. Benar, bukan tangan Senja yang lelaki itu genggam. Namun, dia menahan tangan Adit agar tertahan. "Gus," lirih Senja. Perasaannya campur aduk. Cemas dan juga lega, sebab gus Isam menghalangi kepergiannya. "Gus untuk apa lagi gus menghalangi mbak Senja? Biarkan dia pergi bersama mas Adit," ucap Hafa mencoba menyadarkan gus Isam yang menurutnya telah dibutakan oleh Senja tersebut. "K

  • Wanita Simpanan Suami Orang   BAB 53

    ***Umi Laila yang baru saja mendengar pernyataan tentang Senja tampak sangat syok. Wanita itu menatap Senja tak percaya. "Umi, sekarang Umi tahu kan seperti apa mbak Senja?" Hafa mendekat saat melihat Umi menatap Senja dengan berkaca-kaca. "Dia itu wanita simpanan. Apakah Umi tega membiarkan gus Isam yang sempurna bersanding dengan wanita murahan itu?" tanyanya berapi-api. Umi Laila mengalihkan perhatiannya dari Senja, menatap sedih ke arah Hafa. Kepalanya menggeleng entah karena menjawab Hafa atau yang lainnya. Tak mendapatkan respon yang diinginkan dari Umi Laila, Hafa beralih pada gus Isam. Tiba-tiba dia menangis. "Gus Isam pasti terkejut, kan? Mbak Senja wanita murahan. Rela menjadi simpanan, merusak rumah tangga orang," ucapnya. "Gus tahu apa yang selama ini aku rasakan? Aku memendam semuanya, gus. Aku takut menyakiti orang lain, tapi aku nggak sanggup melihat gus tertipu oleh perempuan murahan itu!" Mendengar Hafa menghina Senja membuat Abrisam mengepalkan tangannya. Hafa

  • Wanita Simpanan Suami Orang   BAB 52

    ***Jujur saja Adit terbebani mendengar ucapan Nayra beberapa jam yang lalu. Oleh karena itu, sekarang dia berada tepat di depan gerbang pesantren. Namun, dia menahan diri untuk masuk sebab tak ada alasan yang tepat baginya menembus gerbang. Tentu Adit menghormati sebuah batasan. Dia bukan lelaki yang tak tahu aturan. Kecuali mendesak. Adit hanya akan memantau untuk sementara waktu. Lalu, setelah tiga puluh menit berada di sana, Adit pun menghidupkan mesin mobilnya. Roda berputar meninggalkan gerbang pesantren. Di sisi lain, Hafa baru saja turun dari angkot. Tergopoh-gopoh melewati gerbang pesantren. Mulutnya manyun karena kesal akibat ketiduran sampai lupa waktu. Dia malu karena lagi-lagi meminta Aisyah menggantikan tugasnya mengajar anak-anak. Sialnya, angkot yang tadi dia naiki terkena macet hingga dia benar-benar ketinggalan kelas. Terpaksa semua diborong Aisyah."Astaghfirullahal'adzim!" Hafa hampir saja terjatuh andai seseorang tak menggenggam tangannya. Waktu bagai berhenti

  • Wanita Simpanan Suami Orang   BAB 51

    ***"Jadi, kapan kalian akan menikah?" tanya Kyai setelah Abrisam dan Senja mendudukkan diri di kursi ruang tamu. Nyai Laila terpaksa berhenti berdebat, terapi dia juga akan tetap mengutarakan pendapatnya kepada Isam nanti. "Kalau Isam inginnya minggu ini juga Bi, tapi entah bagaimana dengan Senja," jawab Abrisam. Kyai menunggu jawaban Senja. "Bagaimana Nak Senja? Kamu setuju?" Senja menautkan jari-jemarinya. Pertanyaan ini terlalu mendadak, tetapi dia sudah punya jawabannya. "Boleh setelah lebaran saja Kyai?" tanyanya. "Sebaiknya kamu tanyakan langsung pada calon suamimu," ucap Kyai tenang. Mendengar calon suami membuat pipi Senja memerah tanpa kompromi. Sesungguhnya dia masih tidak percaya gus Isam ingin menikahinya. Ini benar-benar seperti mimpi. Senja melirik gus Isam sekilas. Abrisam tersenyum tipis. Tergelitik hatinya melihat pipi Senja memerah. "Nggak masalah. Lebaran juga tersisa seminggu lagi," ucapnya. "Umi juga setuju! Tunda saja sampai selesai lebaran," sahut Nya

  • Wanita Simpanan Suami Orang   BAB 50

    ***"Assalamu'alaikum," sebuah salam membuat ketiga wanita yang sedang berada di gazebo pesantren itu menolehkan kepala. Hafa adalah yang pertama berdiri dari duduknya. Disusul Aisyah lalu Senja. "Wa'alaikumsalam. Gus Isam sudah pulang?" tanya Hafa dengan wajah yang sumbringah. Dia senang sekali melihat gus Isam berada di pesantren. Dengan begitu dirinya akan leluasa memberitahukan soal siapa Senja sebenarnya. Gus Isam mengangguk singkat. Tanpa menatap mata, pandangannya tertuju kepada Senja, wanita yang beberapa hari ini ingin sekali dia ketahui kabarnya. Sebuah kejutan bagi gus Isam kala melihat penampilan Senja yang baru. Gamis semata kaki, lalu kerudung menutup dada itu telah merubah Senja seutuhnya. Dan, kalau boleh gus Isam berkomentar, Senja teramat cantik dalam balutan busana syar'i tersebut. Senja menunduk dalam. Ia malu, tetapi juga rindu. Entah bagaimana mengungkapkannya. Namun, diperhatikan gus Isam seperti itu membuatnya salah tingkah. Ingin sekali memberi sedikit sa

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status