***
Makan malam mewah yang Adit siapkan untuk Senja telah selesai beberapa menit yang lalu. Namun, keduanya belum beranjak dari restoran itu.
“Kamu kenapa diam saja Senja? Mentang-mentang aku mengaku nyaman, kamu jadi nggak berani bicara apapun lagi,”
“Huh? Bukan begitu Mas, aku hanya bingung mau ngomong apa.”
“Baiklah, ayo kita pergi dari sini dan bicara di atas ranjang!”
Mendengar itu membuat pupil mata Senja melebar. Ia tahu malam ini akan berakhir di mana dirinya.
“Kita sudahi saja kencan rahasia ini. Ayo pergi!” Adit menarik tangan Senja.
Tenang saja, biaya reservasi sudah ia lunasi.
“Mas!” Senja terseok. Kakinya yang sedang mengenakan hills 5cm sedikit membuatnya kesulitan mengimbangi langkah Adit. “Pelan-pelan, Mas. Nanti aku jatuh,” tegurnya.
Namun, Adit tampak tidak peduli. Ia terus menarik tangan Senja hingga akhirnya mereka sampai di mobil
***Senja mengerti maksud gus Isam. Namun, ia tak bisa menerima kebaikan dari lelaki itu. Senja lalu menggelengkan kepalanya. “Nggak usah, terima kasih atas tawarannya. Saya nggak apa-apa,” ucapnya.Sorban yang gus Isam berikan ditatap lekat-lekat oleh Senja. Benaknya bertanya, haruskah menerima sorban tersebut atau mengembalikannya saja. Akhirnya Senja memilih menerima benda yang memiliki ciri khas tersebut.“Saya akan menerima ini,” Senja menutup bagian dadanya yang sedikit menonjol.Setelah itu gus Isam baru berani memalingkan wajah ke arahnya. Hanya sekali menatap saja, lalu mengalihkan pandangan lagi. “Biar saya obati dulu lukanya, Mbak,” ucapnya.“Anuuu gus sebaiknya kita langsung ke rumah sakit saja. Kyai sudah menelpon sejak tadi,” Pak Maman kembali masuk dalam percakapan Senja dan gus Isam.Abrisam menoleh padanya. Perjalanan mereka memang sedang menuju ke rumah sakit setelah pulang da
***Adit tersenyum lepas saat melihat wajah Senja memerah akibat ulahnya. Lelaki itu kini sudah kembali duduk di belakang stir. Siap untuk mengantar Senja pulang.“Kenapa, Mas?” tanya Senja yang merasa tak nyaman ditatap Adit dengan cara seperti itu.Adit mengedikan bahunya. “Kamu yang kenapa? Wajahmu sampai merah begitu,” ucapnya.Senja menyentuh pipinya menggunakan telapak tangannya. “Bagaimana nggak merah kalau Mas Adit menciumku di sembarang tempat! Secuirity pula yang menegur kita,” deliknya.Mengulang ingatan tentang kejadian tadi membuat Adit kembali tertawa. Iya, benar! Mereka memang digerbek oleh seorang secuirity lantaran bercumbu di tempat umum. Terpaksa Adit mengakui Senja sebagai istrinya lalu memberi secuirity tersebut uang agar tak banyak bicara.“Jangan lakukan itu lagi, Mas!” ujar Senja.“Makanya jangan membuatku ingin melakukannya, Nja,” balas Adit.S
***Adit melajukan mobilnya begitu siluet Senja tak lagi dapat ditangkap oleh pandangan matanya. Lelaki itu akan langsung pulang ke rumah karena mamanya akan khawatir kalau ia tak pulang-pulang. Ditambah Nayra sedang mendesah asyik bersama lelaki simpanan.Tck! Adit mendecakan lidah lantaran kesal melihat kelakuan istrinya.Mungkin ia harus bicara dengan perempuan itu lalu menceraikannya saja. Adit sudah tidak sabar.Namun, pertama-pertama yang harus diajak bicara adalah mamanya. Bagaimanapun juga wanita yang telah melahirkannya itu sangat menyayangi Nayra.Satu jam kemudian mobil yang Adit kendarai akhirnya sampai juga di rumah mewahnya. Adit turun dari mobil dengan wajah yang tegang. Jujur ia sangat bingung memulai pembicaraan dengan mamanya.“Mungkin mama sudah tidur!” ujar lelaki itu sebab tak melihat mamanya di mana pun.Wajar karena malam sudah cukup larut. “Lebih baik aku juga tidur,” ucapnya.Adi
***Abrisam memeluk umi Laila yang sedang terisak pilu melihat keadaan Adnan yang tak kunjung membaik. Bahkan hari ini dokter mengatakan kalau kondisi Adnan semakin buruk. Itulah kenapa Abi meminta Isam untuk datang ke rumah sakit.Usai mengisi pengajian gus mudah itu langsung datang ke tempat ini. “Umi yang sabar, Umi. Adnan akan sedih melihat Umi seperti ini,” ucapnya sambil menenangkan Nyai Laila.“Maafkan Umi Isam, bagaimanapun juga Umi ndak kuat melihat Adnan menderita. Ini salah Umi karena ndak becus menjaganya,” Umi mulai menyalahkan diri.Kyai hanya diam saja melihat ratapan istrinya. Ia berusaha menguatkan diri untuk tak ikut menangis. Sejujurnya hatinya pun hancur melihat Adnan terbaring kaku dengan alat-alat yang setiap hari berdenging membantu pernapasannya.“Apa sudah saatnya kita melepas Adnan, Umi?” tanya Isam hati-hati.Nyai Laila langsung menoleh padanya. “Namun, kehidupan Adnan masi
***Nayra menggeliat manja dalam pelukan Ferdian, lelaki yang menjadi teman tidurnya selama Dua bulan ini. Wanita itu tampak tersenyum ketika bangun dari tidurnya. “Sudah lama kamu bangun?” tanyanya pada Ferdian.“Baru saja. Kamu langsung pulang?” tanya Ferdian.Nayra pura-pura berpikir, padahal ia sudah memiliki jawabannya.“Hey?” Ferdian menegurnya, dan Nayra terkekeh karena teguran itu. “Kenapa selalu nggak sabaran? Kamu nggak mau berpisah dari aku?” tanyanya.Ferdian mengeratkan pelukannya pada wanita yang sudah bersuami itu. “Aku selalu nggak mau berpisah dari kamu, Nay. Maunya dekat kamu terus. Gimana kalau kamu bercerai dari Adit dan menikah denganku saja?” tanyanya.Nayra menganggap itu hanya sebuah candaan, tapi bagi Ferdian itu bukan hanya sekadar bercanda. Ia serius ingin Nayra menjadi miliknya. Tak perlu lagi mereka bermain kucing-kucingan seperti ini. Apalagi alasananya
***Diah tergopoh menghampiri kamar anak dan menantunya sejak mendengar ada keributan. Pupil matanya melebar begitu melihat pemandangan di dalam kamar. “Adit lepaskan Nayra!” ujarnya panik saat Nayra hampir kehabisan napas akibat dicekik oleh Adit.Namun, Adit terlihat tak ingin mendengarkan mamanya kali ini. Emosinya terlanjur memuncak mengingat kelakuan Nayra malam kemarin.“Adit dengarkan Mama! Lepaskan Nayra sekarang juga!” Diah meraih tangan kekar Adit. Kepanikan terlihat jelas di wajahnya saat melirik permukaan kulit Nayra mulai memucat. “Nak jangan sakiti istrimu. Jangan sampai kamu menyesal!” ujarnya.“Kita bisa selesaikan semuanya baik-baik. Mama mohon. Demi mama Dit!”Nayra benar-benar sudah kehabisan napas. Ia tak berdaya. Adit terlalu kuat untuk dirinya lawan.Sementara itu, karena Adit tak mempan dengan ucapan permohonannya, Diah pun tak punya pilihan untuk menampar Adit.
***Melihat mama dan istrinya saling berpelukan membuat Adit memutuskan untuk keluar dari kamar. Ia membanting pintu karena masih dipenuhi oleh kekesalan. Lelaki itu memilih keluar rumah sekalian.Adit menghubungi Senja, akan tetapi tak diangkat oleh wanita simpanannya itu. Adit kesal hingga memaki. Akhirnya ia memutuskan untuk pergi tanpa tujuan.Dua jam Adit mengitari Ibu Kota dengan perasaan yang sama kesalnya saat di rumah tadi. Hingga akhirnya petang menghampiri. Adit membelokan mobilnya menuju sebuah bar bergengsi di tengah Kota.Hari yang sudah sore membuat bar tersebut sudah dibuka. Adit masuk dengan bebas, sebab ia sudah menjadi pelanggan tetap.“Mas Adit?” tegur seseorang. Ketika Adit menoleh, ia mendapati Tika di sana.Adit tersenyum tipis, tapi tak berniat menghampiri wanita yang telah mengenalkannya pada Senja tersebut.“Mas Adit ngapain sore-sore sudah nongkrong di sini? Di mana Senja?” tanya Tika
***“Agak enakan perasaannya?” tanya Senja saat ia dan Adit duduk berdua di dalam mobil. Adit yang memaksa wanita itu untuk masuk. Katanya dingin.Tak ingin berdebat, Senja akhirnya menurut saja.“Masih galau lah! Istri selingkuh siapa yang nggak pusing?”Senja terkekeh. “Tapi Mas Adit kan juga selingkuh,” sindirnya.“Tapi … ”Tck!“Apapun alasannya kelakuan Mas Adit juga nggak pantas untuk dibenarkan. Mas sudah punya istri,”“Terus kenapa kamu mau jadi selingkuhanku?” Adit memutar balikan ucapan Senja.Terang saja hal itu membuat Senja salah tingkah. Sumpah demi apapun bukan karena ia menyukai Adit hingga masih menjadi wanita simpanan sampai detik ini. Bahkan mau-mau saja diajak Adit masuk ke dalam mobilnya.“Nggak bisa jawab?”“Apa karena uang seratus juta yang kamu butuhkan itu, Nja?”Senja gelis