Matahari berada tepat di pucuk kepala, ketika Freya baru saja menurunkan standar motor metiknya di parkiran kafe, di mana tempat dia dan Gauri membikin janji temu.
Meski pandangannya masih tertutup kaca helm gelap, tetapi dia bisa melihat sosok Gauri dan Taksa yang sedang duduk di bangku sudut kafe.Bergegas Freya melepaskan sarung tangan, menyatukan kedua benda lembut nan tebal itu menjadi sebuah gumpalan, lantas dia selipkan ke dasboar motornya. Lalu dia mencopot helm, menyimpannya di bawah jok. Sejenak dia memandangi wajahnya dari pantulan kaca spion, merapikan anak rambut yang lepek akibat helm dan keringatnya sendiri.Merasa kehadirannya sudah diketahui oleh Taksa yang melambai-lambai dari balik kaca kafe, Freya menyambar tas jinjing dan melangkah ke dalam kafe. Ucapan selamat datang dia terima dari pelayan yang berdiri di sebelah pintu. Tak kalah ramah, dia membalasnya dengan anggukan."Kenapa harus jam segini, sih?" Freya sedikit menggerutu sembariDengan tekad yang kuat, hari ini juga Gauri ingin memberitahukan segala kegundahannya pada Ali. Namun, seperti tidak punya banyak keberanian, dia ingin Freya turut serta menemaninya sekaligus sebagai saksi, bahwa pada hari itu ibunya Ali telah memperlakukan Taksa dengan tidak menyenangkan hati.Sesungguhnya Freya sendiri merasa tidak enak, seperti memakan buah simalakama. Di satu sisi dia ingin membantu, tapi di sisi lain dia tidak ingin terlalu jauh mencampuri urusan rumah tangga orang lain sebagaimana yang selalu diwanti-wanti ibunya sejak lalu-lalu. Namun, bila dia tidak angkat bicara, kasihan Gauri. Pasti perempuan itu akan dicap memfitnah mertuanya sendiri tanpa adanya bukti.Selepas menghabiskan menu hidangan kafe, mereka bertiga menuju rumah Gauri yang lama, yang dulunya ditinggali semasa Gauri masih menjalin hubungan bersama Abdu. Semenjak dia menikah, rumah itu kini kosong. Pemiliknya sesekali datang hanya untuk membersihkan debu dan juga sarang laba-laba yang
Keheningan menyelingkupi tatkala empat orang dewasa berbeda karakter dan jenis kelamin, duduk di sofa ruang tamu yang berhias gorden tinggi berwarna silver mengilat.Abdu dengan sikap tak acuh, tetapi dia siap mendengarkan dan meluruskan perkara jika dirasa perlu. Meski sedari awal dia masa bodoh dengan apa yang terjadi saat ini.Freya sendiri, bergerak-gerak gelisah di sebelah kekasihnya. Rasanya duduknya sungguh tidak nyaman, serba salah. Dia berharap Ali menerima dengan kepala dingin, semua ucapan yang dia lontarkan apa pun nanti.Sedang Gauri, berulang kali dia menghela napas berat. Sesekali melirik ke arah Ali yang sejak tadi juga terdiam, menunggu penyebab kenapa dia harus meninggalkan pekerjaannya yang penting dan berkumpul di sini."Ini sebenarnya kenapa, sih? Kalian menyimpan sesuatu dariku, ya?"Pertanyaan tepat sasaran yang barusan dilontarkan Ali, membuat tiga orang yang lainnya saling lempar pandang."Nah, betul, kan, tebakanku.
Seunit mobil sport berwarna silver melaju sangat kencang membelah jalan aspal hitam. Ketika memasuki jalur yang sedikit merayap, pengemudinya membunyikan klakson tiada henti. Pria berhidung mancung, berwajah kearaban itu tidak sabar dan ingin secepatnya tiba di tempat tujuan, rumah ibunya.Aksinya itu menarik beragam reaksi: seorang pedagang asongan yang terkaget-kaget, mengalihkan perhatian seorang tukang ojek online yang tadinya fokus pada ponsel di tangan, seorang sopir angkot yang mengerutu tak karuan sebab dia baru saja terpejam sembari menanti penumpang.Bagaimana tidak, Ali mengendarai mobilnya secara ugal-ugalan. Jika saja di sebelahnya ada Gauri, tentu lengan Ali sudah habis kena cubit maupun pukulan yang dibarengi oleh omelan tiada henti.Sayangnya Ali sekarang hanya sendirian, sedangkan istrinya masih menenangkan diri di rumahnya sendiri. Yap, Gauri butuh itu setelah mengalami perlakuan yang sangat menyayat hati dari mama mertuanya.Lampu lalu
Freya sedang menonton televisi di ruang tengah bersama ibunya. Sejak tadi dia menjawab pertanyaan ibunya yang berulang-ulang. Mengapa ibunya Ali menjadi jahat? Mengapa Gauri masih mau menikahi Ali jika sejak awal mendapat perlakuan yang tidak adil? Mengapa, mengapa, dan mengapa?Dengan sabar Freya menjawab segala tanya. Untuk menjelaskan kenapa perempuan itu pulang terlambat dan diantar oleh Abdu, tentu dia harus menjelaskannya secara detail. Freya tidak terbiasa berbohong, makanya dia menceritakan segalanya pada ibunya."Takdir itu memang rumit," kata Ibu pada akhirnya. "Kau pun dengan Abdu rumit sekali. Entah gimana kau ke depan nanti. Menjadi jodoh kah atau sebaliknya?"Omongan Ibu ada benarnya. Hubungan Freya dengan Abdu tak kalah rumitnya, tak jauh beda dengan Gauri."Sebenarnya ... kak Abdu udah melamar Fre, Bu. Dia ingin kami menikah secepatnya." Akhirnya dia berani juga memberitahukan hal ini pada Ibu.Sontak Ibu menoleh, mengalihkan pandan
"Piknik? Mas Abdu yang kasih ide?"Gauri merasa terheran-heran. Abdu adalah pria masa lalunya. Dia pernah beberapa tahun bersamanya dan masih hapal watak dan kebiasaannya."Iya, tuh. Tumben." Freya membenarkan. "Tapi ... kayaknya kita emang butuh piknik. Aku, juga Taksa." Freya berdecak.Setelah dipikir-pikir iya juga, sih. Taksa tidak ikut ke Bali saat ibu dan ayah sambungnya berbulan madu. Dia pun tidak pernah diajak ke mana-mana. Paling ke tempat permainan di mall atau hanya jalan-jalan dengan mobil saja, menikmati angin sore."Boleh juga. Nanti, deh, aku kasih tau mas Ali." Gauri manggut-manggut. Rautnya masih sedikit pucat. Sejak tadi tangannya sesekali mengelus perut."Ngomong-ngomong ... kalian nggak tinggal terpisah, kan?" Freya bertanya ragu-ragu. Dia agak takut menyinggung Gauri jika menanyakan hal ini, tetapi rasa penasarannya membujuk agar dia lebih baik bertanya langsung ketimbang mengetahuinya dari orang lain.Gauri menggeleng.
Ibunya Ali tanpa permisi langsung masuk melangkahkan kaki ke dalam ruangan di mana mereka masih terdiam dan menatap heran. Disusul Magdalena yang berjalan anggun, mengekor di belakangnya. Gadis itu tersenyum manis pada siapa saja yang memandangnya."Kamu gak tau, ya? Mama lagi ajak Lena jalan-jalan. Dia pengin sekali menikmati suasana yang segar dan hijau-hijau. Ya sudah. Mama ajak aja dia ke sini. Mama direkomendasiin temen Mama. Katanya tempat ini lagi viral di I*, kan." Ibunya Ali terus nyerocos tak henti-henti. "Kalau Mama tau kamu juga ke sini, pasti Mama bakal minta jemput dan nebeng mobilmu aja, Li."Tak ada jawaban. Suasana menjadi canggung. Apalagi Ali menjadi pendiam, tidak banyak bunyi. Gauri sungguh penasaran, siapakah gadis itu yang membuat suaminya menjadi salah tingkah dan gugup seketika."Taksa udah makannya?" Suara Abdu mengenyahkan atmosfer yang aneh di antara mereka.Taksa yang baru saja meneguk habis susunya, lantas mengangguk. "Sudah,
Mereka berlima termasuk Taksa berjalan kaki menuju vila sewaan ibunya Ali. Tempat itu tidak terlalu jauh jaraknya, hanya terpisah tiga vila saja.Vila yang disewa ibunya Ali untuk mengadakan pesta ukurannya lebih luas. Halamannya pun luas, bisa menampung sekitar lima puluh orang tamu yang hadir.Tampaknya ibunya Ali niat sekali untuk mengadakan pesta. Cukup terlihat dari dekorasi yang apik, bunga-bunga segar yang menghiasi tiap sudut halaman, dan juga menu makanan yang terhidang terkesan makanan mahal serta mewah.Pihak pengelola vila ternyata juga menyediakan segala perlengkapan jika tamunya hendak mengadakan pesta. Gauri melihat pelayan yang mondar-mandir membawakan minuman atau pun di bagian bersih-bersih memakai seragam hitam-hitam berlabel nama perusahan pengelola vila tersebut."Ali!" Dari sudut halaman, terdengar suara perempuan memanggil. Sontak Ali menoleh ke arah Lena yang berjalan anggun mendekatinya.Gaun malam yang dikenakannya, berwar
Selesai berdansa, Abdu mencari-cari keberadaan Taksa dan juga Gauri. Berulang kali dia berusaha menghubungi ponsel Gauri, tetapi sama sekali tidak ada sahutan.Setelah berkeliling, Abdu mendapati Ali yang tengah duduk melamun di teras vila. "Ali, kamu sendirian? Mana Taksa? Gauri?"Ali mengerutkan dahi. "Mereka gak bersamaku sejak tadi. Dari tadi aku sendirian di sini.""Apa mereka balik ke vila, ya?" Freya menduga. "Kalau gitu, aku cek ke sana dulu, ya, Kak." Gadis itu bergegas pulang. Tubuhnya pun dirasa penat sehabis berdansa dan bermain seharian sejak pagi. Mencari Gauri ke vila sewaan mereka bisa dijadikan alasan untuk melarikan diri dari sana.Freya pun agak kesal. Dia datang ke pesta tersebut, tapi seperti orang asing saja. Tidak ada sesiapa pun yang menyapa. Tidak ibunya Ali, atau Ali sendiri. Freya sudah punya firasat tak baik. Mungkinkah Gauri lebih memilih pulang ketimbang merasakan hal tak enak yang sama seperti dia rasakan?Setiba di v