Aarrgghh!Siska menjerit karena cengkraman tangan Aldo menyakitinya."Lepas, mas!""Katakan jika semua itu adalah omong kosongmu, dan bukti yang kau perlihatkan padaku adalah rekayasa," desak Aldo sambil terus mencengkram erat dagu Siska."Mas, apa kau melihat ada kebohongan di wajahku? Di mataku?" Lidah Siska berkelit."Kau sakit, Siska. Haruskah aku mengatakan jika kau tidak waras?" "Mas, aku mencintaimu. Apa itu tidak cukup?" Lirih Siska dengan air mata yang mulai menetes."Hanna juga mencintaiku," geram Aldo tertahan."M-mas!" Panggil Siska terbata.Kedua tangan Siska, menggapai lengan Aldo, meronta dan berusaha melepaskan dagunya dari cengkraman tangan lelaki itu "Le-lepas mas, bisakah kita masuk ke kamarku saja, mungkin kau lelah hingga berpikir macam macam tentang diriku. Ki-kita bisa menghabiskan malam ini bersama, agar kau bisa sedikit lebih santai," bujuk Siska dengan tangannya yang kini beralih menyentuh ujung kancing kemeja yang dipakai Aldo.Perlahan, cengkraman tangan
Hanna segera memalingkan wajahnya ketika pandangan matanya bertemu dengan Aldo di meja makan pagi ini. Sudut bibirnya berkedut ketika ia melihat lelaki itu duduk dengan rambut yang terlihat sedikit memanjang.Ingin rasanya ia tertawa melihat penampilan Aldo pagi ini, lelaki yang selalu berpenampilan rapi itu, kini terlihat kacau dengan jambang yang dibiarkan tumbuh, Hanna mengira jika sudah dua hari, suaminya itu tidak mencukur jambangnya.Harum masakan menguar. Mbok Iyem datang menghidangkan sepiring telur mata sapi dan membuka toples yang berisi kerupuk ikan kesukaan Hanna, setelah sebelumnya meletakkan sepiring nasi goreng di hadapan pasangan suami istri tersebut .Suasana masih hening, baik Hanna maupun Aldo enggan untuk menegur atau membuka pembicaraan lebih dulu, hingga akhirnya Hanna memutar bola mata malas lalu mulai menikmati sarapannya."Mbok mau jemur pakaian dulu di belakang, mbak," pamit Mbok Yem beberapa saat kemudian.Hanna tak menjawab, hanya anggukan kepalanya yang te
Dering ponselnya berbunyi, Namun diabaikan saja oleh Hanna. Pandangan matanya masih memandang lurus pada foto pernikahannya yang terpajang di meja kerjanya.Hanna menyandarkan punggungnya di kursi, rasa lelah kini menderanya. Perlahan tangannya lembut memijat kedua bahu secara bergantian, hingga bahunya merasakan sedikit kenyamanan disana.Harum aroma terapi yang menguar di dalam ruangan membuat suasana hatinya sedikit lebih baik, tak lama salah satu tangannya meraih frame foto pernikahannya lalu menyimpannya ke dalam laci mejanya yang paling bawah."Kau sudah menjadi masa laluku, mas." Hanna bergumam lirih memandang sayu pada foto tersebut sebelum akhirnya menutup laci meja itu kembali.Pembicaraannya dengan Aldo tadi pagi tak terlalu mengganggu pikirannya, hatinya sudah ikhlas jika memang perceraian adalah jalan keluar terbaik. Bukan karena ia sudah tidak mencintai Aldo, tapi rasa sakit dikhianati dan juga karena tak ingin terluka lebih dalam lagi, membuat Hanna merasa bahwa perpisa
"Ada apa mencariku, Mbak?" Tanya Siska begitu mereka berdua duduk di kasur pegas kamar kostnya."Aku punya penawaran terbaik untukmu, Siska," jawab wanita yang biasa dipanggil Mayang itu."Penawaran terbaik untukku? maksudnya bagaimana?" Tanya Siska sambil mengerutkan kening. "Ada seorang pria dari arab yang sedang mencari istri kontrak. Kau mau tidak, dijamin ini barang bagus karena uangnya tidak berseri. Jika kau berhasil memuaskan hasratnya, kau bisa memiliki rumah mewah impianmu," jelas Mayang begitu menggebu."Aku tidak tertarik untuk menikah kontrak. Kau cari orang lain saja," tolak Siska sambil memijat kepalanya yang semakin terasa pusing."Aku menawarkannya padamu lebih dulu karena ini ikan kakap. Tak mudah untuk mendapatkan pria kaya seperti ini, kau sendiri tahu biasanya aku sering menerima permohonan dari para lelaki yang kurang belaian istrinya. Yang cuma mampu kasih tiga puluh juta saja untuk kontrak pernikahan enam bulan," Bujuk Mayang."Tidak, aku belum berminat." Tola
Mata Hanna menyipit tajam, melihat Siska yang kini berdiri dihadapannya dengan wajah yang kesal, lama ia meneliti sosok itu, seolah masih tak yakin dengan apa yang di lihatnya.Sesaat, ruangan itu terasa hening, desau udara malam terdengar pelan dari arah luar, membuat syahdu suasana yang tadi sempat memanas.Hanna tersenyum tipis, lalu membuang pandangannya sebentar ke arah lain seakan ingin menyembunyikan perasaannya saat ini, tak bisa ia pungkiri meskipun dalam kemarahannya, ia takut ada setitik rasa cemburu yang tampak di raut wajahnya."Wah, haruskah aku harus menyambut kedatanganmu, di rumahku?" Sindir Hanna menyeringai. Setelah bisa menguasai dirinya."Aku tidak ada urusan denganmu, wanita g!l4," balas Siska.Mendengar makian itu Hanna tertawa."Oh ya!? Tapi ini rumahku, dan apapun yang sedang kau cari disini adalah milikku, apa kau tidak menyadari itu? Ah, aku lupa, jika kau sekarang sedang mengincar suamiku. Entah mengapa, kau sangat suka sekali memiliki barang bekas-ku, buka
"Mulutmu memang ingin minta dijahit," balas Hanna."Mas, cepat minta istrimu melepaskanku,"kembali Siska berteriak memohon.Aldo memalingkan wajahnya, pertengkaran kedua wanita itu kini membuatnya dilema, entah mengapa, tak ada niatan di hatinya untuk melerai pertikaian mereka berdua, lelaki itu lebih memilih diam, seolah ingin membiarkan istrinya melepaskan kemarahannya."Lepaskan aku, wanita gil4," kembali terdengar Siska meronta. Hanna menyeringai sinis, beberapa helai rambut Siska terjatuh kelantai, karena tarikan kuat tangannya. "Baiklah, aku akan melepaskanmu, tapi katakan padaku jika semua tuduhan yang kau katakan pada suamiku adalah kebohongan, semua bukti yang kau perlihatkan adalah rekayasa buatanmu sendiri," paksa Hanna semakin erat mencengkram rambut Siska, Kembali jeritan kesakitan lolos dari wanita itu. Karena selain jambakan di rambut nya, rasa sakit juga ia rasakan dipunggungnya karena tubuhnya terpaksa melengkung karena tangan Hanna yang juga mengunci sekitar leher
"Tunggu Hanna, apa maksud ucapanmu?" Dahi Aldo mengernyit. Membuat Hanna menghentikan langkahnya."Kau sudah mendengarnya sendiri tadi, apa aku harus mengulanginya?" sahut Hanna santai."Apa yang sedang kau rencanakan? Kau ingin mendepakku dari kantor? Katakan Hanna?" desak Aldo."Oh, Itu hanya kejutan kecil saja, mas. Kau tidak perlu khawatir."Mata Aldo meneliti tajam bahasa tubuh yang di perlihatkan Hanna, sama, tak ada yang berubah. Hanya senyum wanita itu saja yang seakan sulit diartikan."Aku ingin mengunci pintunya, cepat bawa peliharaanmu itu pergi dari sini jika tidak aku akan memanggil keamanan komplek untuk mengusir kalian berdua dari rumah ini. Percayalah padaku kau tidak akan menyukainya jika hal itu benar benar ku lakukan," ancam Hanna.Aldo menghela nafas berat, lalu memandang nanar koper besar di masih berada di samping sofa. Apa yang bisa di lakukannya sekarang selain meninggalkan rumah ini? ingin rasanya menolak semua ini, Namun, ia takut ancaman Hanna akan terjadi j
"Kenapa? Kau tak terima? Tanyakan saja pada pria yang sedari tadi bungkam di sana," sinis Hanna mengejek."Sepertinya, aku sudah terlalu lama membiarkanmu mengotori rumahku, keluar dari rumahku, j4lang!" Usir Hanna lalu segera berpaling pada Aldo yang tampak menggigit kepalan tangannya."Mas, Kenapa kau masih diam di sana, cepat angkat kopermu dan keluar dari sini. Dan iya, Jangan sampai kau meninggalkan j4lang peliharaanmu itu di sini, setidaknya setelah kalian pergi, aku bisa me-ruqiah rumahku, karena kedatangan kalian berdua di sini bisa membawa sial," ejek Hanna setengah berteriak, membuat kedua bola mata Siska melotot lebar mendengarnya.Kau ... mas, mengapa kau diam saja, usir wanita gil4 itu dari sini," sahut Siska menarik lengan Aldo.Kedua manik mata Aldo memandang lekat pada Hanna, seakan berharap istrinya tidak serius dengan kata katanya, Namun, dengan cepat Hanna memutus kontak mata mereka, bagi Hanna keputusannya sudah bulat, ia tak mau tinggal satu atap lagi dengan suami