Share

9

"Tapi bagaimana dengan Alika, Bu? Dia pasti tidak mengizinkan!"

"Ah, anak itu biar saja, dia nanti juga mengerti. Laki-laki menikah lagi tak perlu izin istri pertama, kok!" kilahnya.

"Tapi aku tidak menyukai Wulan, Bu!"

"Kamu ini tidak normal apa, Galang? Wulan itu cantik, semok, pintar, baik, apa lagi yang kurang darinya? Dia pasti bisa menyenangkan hatimu!" terangnya bersemangat. Seperti seorang sales yang memasarkan produknya.

Memang yang diucapkan Ibu ada benarnya. Walau aku belum menyukai Wulan tapi aku mengakui semua yang Ibu katakan barusan.

Lalu setelah hari itu Ibu terus berusaha mendekatkan aku dengan Wulan. Membuatnya terus saja menempel denganku. Wulanlah yang menyiapkan semua keperluan harianku. Sedang Alika dibuat sibuk dengan urusan rumah tangga lainnya.

"Kamu mau 'kan menikahi Wulan?" tanya Ibu lagi untuk kesekian kalinya saat aku tengah mengecek pekerjaan melalui ponsel di ruang tengah.

Tak kujawab pertanyaannya. Hanya terus saja fokus menatap ponsel.

"Galang, buatlah hati Ibu senang sekali saja! Ikutilah perintah Ibu ini. Toh Ibu hanya memintamu menikahi Wulan. Bukannya menceraikan Alika. Kamu tetap bisa bersama dengan Alika. Tapi bedanya kamu juga suami Wulan nantinya," desaknya lagi.

Rasanya aku sudah bosan dengan semua permintaan Ibu. Setiap hari hanya ini saja yang dibicarakannya, seakan tak ada topik lainnya lagi.

"Ayolah, Galang ..., Wulan itu wanita baik, pintar, dan cantik. Dia rela walaupun harus menjadi istri kedua, karena dia juga mencintaimu. Kamu tidak akan menyesal menikah dengannya, Lang!"

"Iya Mas, aku gak masalah menjadi istri kedua karena aku mencintaimu, Mas!" seru Wulan, entah kenapa aku melihat dia lebih manis memang saat itu.

"Ayolah, Lang, nikahi Wulan. Ibu akan tenang jika kamu sudah menikah dengan Wulan, Lang!"

Bosan dengan desakkan Ibu yang tak henti-henti, akhirnya aku pun menerima saja permintaannya. Toh, benar kata Ibu, aku masih bersama Alika. Aku juga mampu untuk menafkahi dua istri sekaligus dan pasti bisa berlaku adil pada mereka

"Baiklah, Bu. Akan kunikahi Wulan. Semoga Ibu bahagia setelah ini!" ucapku dengan datar

"Terima kasih Galang, akhirnya kamu mau menurut juga pada Ibu!" ucap Ibu berseri.

Kulihat Wulan juga tersenyum manis sekali penuh kebahagiaan disisi sofa lain.

Ya ..., sepertinya tak masalah memang memiliki istri dua.

Malam itu kudatangi Alika, dan berniat memberitahukan keputusanku yang akan segera menikahi Wulan.

"Alika, maafkan Mas ya, Mas nampaknya tidak bisa menolak permintaan Ibu untuk menikahi Wulan," ucapku berhati-hati ketika mengajaknya bicara.

"Mas janji akan tetap bersikap baik dan berusaha adil padamu, Alika!" lanjutku lagi.

Kulihat mata Alika mulai berkaca-kaca. Yang kutakutkan terjadi. Alika pasti tidak setuju.

"Jadi ...Mas setuju menikah dengan Mba Wulan? Apa kamu sudah tidak mencintaiku lagi, Mas? Kalau begitu lebih baik ceraikan aku daripada harus berbagi suami dengannya!" protes Alika, tak terima akan keputusanku.

"Aku mencintaimu, Alika. Tapi aku juga tidak bisa menolak permintaan Ibu terus. Kamu tahu 'kan Ibu tidak setuju aku menikah denganmu. Ia ingin aku membahagiakannya dengan menikahi Wulan. Aku janji tidak akan ada yang berubah sama sekali setelahnya!" bujukku, mencoba membuatnya mengerti kondisiku.

"Kamu jahat, Mas, kalau begitu untuk apa aku bertahan dua tahun ini, menerima semua sikap kasar Ibu padaku, jika akhirnya aku tetap tak bisa diterimanya sebagai menantu. Ceraikan aku Mas, ceraikan!" Alika pun menangis tersedu-sedu.

Saat itu aku tak mengerti rasa sakitnya. Aku hanya tak mau lagi dipusingkan dengan rengekan Ibu. Tak kupedulikan lagi air mata Alika. Kutinggalkan dia begitu saja. Tetap pada pendirian untuk menikahi Wulan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status