___________
20 Januari 2018Rasanya, aku butuh meluapkan semua rasa dalam hati. Melepaskan semua gejolak di dada yang terpendam. Maka aku memilih meluapkan semuanya dalam buku catatan ini. Semoga aku bisa lebih kuat menghadapi semua ujian yang terjadi setiap harinya di rumah ini.Hari ini, seperti hari biasanya, kembali Ibu berulah padaku. Entah kenapa juga ia selalu menganggap salah semua yang aku lakukan.Tadi siang Ibu memintaku untuk membelikan bakso. Tapi setelah aku beli ia malah bilang tidak enak dan meminta aku untuk membelikan lagi di tempat yang lain.Sebenarnya tidak masalah bagiku pulang pergi membelikannya, tapi masalahnya Ibu tak mengizinkan aku mengendarai motor sama sekali. Ia menyuruhku untuk berjalan kaki.Mending kalau Ibu mau menjaga Alesha saat aku pergi. Tapi ia tak mau dan malah menyuruhku membawanya. Terpaksa aku berjalan kaki menggendong Alesha sejauh hampir tiga kilometer.Tapi hari ini aku tetap merasa bahagia karena Mas Galang bilang bekal masakan yang aku bawakan untuknya makan siang enak. Bagiku perhatian dari Mas Galang sudah cukup untuk menjadi penguat untuk aku menghadapi sikap ibu mertua yang mengesalkan itu setiap harinya._________Aku menghembuskan nafas keras. Kenapa membaca buku diary Alika ini membuatku merasa sakit sekali? Padahal dulu aku hanya diam saat menyaksikan tindakan tidak semena-mena Ibu seperti itu.Dulu ketika awal menikah, Alika sering mengeluhkan sikap Ibu, sering ia menceritakannya dan kadang juga menangis karenanya."Mas, kenapa Ibu masih saja tak bisa berbuat baik padaku?" keluhnya suatu saat ketika awal-awal pernikahan kami."Maafkan Ibu ya, Sayang! Tak usah diambil hati. Karena Ibu memang keras. Suatu saat ia juga pasti luluh!" ucapku menghiburnya, sambil mengusap rambutnya lembut. Seolah aku lupa, aku pun yang hidup bertahun-tahun dengannya tak pernah bisa meluluhkan hati Ibu. Lalu aku malah memintanya bersabar.Aku pun melanjutkan membaca buku hariannya lagi lembar demi lembar. Mencoba mencari tahu apa yang dialami dan dirasakan Alika.__________22 JanuariRasanya tak ada hari tanpa keributan bagi Ibu. Aku kesal sekali, setiap kali Ibu berteriak keras menyuruhku segala macam. Bahkan untuk hal kecil yang seharusnya bisa ia lakukan sendiri.Mengambil minum, mengambilkannya obat, menaruhkan handuk basahnya.Dia itu anak kecil atau apa sih?Setiap kali aku melawan atau tidak mau menuruti perintahnya, Ibu pasti akan marah-marah. Kesal aku dibuatnya! Tingkahnya bahkan melebihi Alesha yang masih satu tahun._________25 JanuariHari ini, Ibu kedatangan tamu, saudara jauh katanya. Seorang wanita yang amat cantik. Aku pun iri melihat fisiknya yang amat menarik. Usianya tiga tahun lebih tua dariku.Namanya Mba Wulan.Selain iri karena fisiknya, aku juga iri melihat sikap Ibu padanya yang sangat berbeda terhadapku.Ibu begitu lembut dan baik padanya. Seolah dialah menantunya dan aku adalah pembantunya.___________26 JanuariIbu bilang akan menikahkan Mas Galang dengan Mba Wulan. Sakit hati ini mendengarnya. Padahal jelas ada aku disini sebagai istrinya. Tapi Ibu terus bilang akan menikahkan mereka.Sedang Mas Galang, hanya diam saja saat Ibu mendesaknya untuk menikahi Mba Wulan.Jangan-jangan Mas Galang juga menyukainya. Huh ...!___________1 FebruariSepertinya aku harus mulai waspada. Ibu terus melancarkan usahanya untuk menikahkan Mba Wulan dan Mas Galang. Tentu saja aku tak sudi!Mba Wulan itu belum juga menjadi istri Mas Galang sudah memperlakukan aku layaknya seorang pembantu. Bagaimana lagi jika nanti dia benar-benar menikah dengan Mas Galang? Bisa-bisa mereka makin bertingkah padaku.____________Aku teringat hari itu saat dimana Wulan datang. Ibu menyambutnya seperti kedatangan tamu besar. Semua hal mewah ia sajikan di rumah"Galang, perkenalkan ini Wulan. Saudara jauh Ibu yang kemarin Ibu ceritakan. Dia mau tinggal disini untuk sementara, sambil ikut kerja di tempatmu, ya!"Awalnya Wulan datang karena akan bekerja di tempatku. Tapi seminggu bekerja ia sudah tak betah lagi. Susah katanya bekerja di tempatku. Wulan memang tipe wanita yang manja dan sepertinya hanya suka berdandan dan juga shopping saja.Lalu Ibu menawarkan agar aku menikahinya saja. Tentu aku menolak awalnya. Karena tak menyukainya dan juga tak ingin menyakiti Alika."Kamu 'kan laki-laki mapan. Boleh untuk menikahi lebih dari satu wanita, Galang!" ucapnya untuk kesekian kalinya lagi. Terus berusaha membujukku."Tapi bagaimana dengan Alika, Bu? Dia pasti tidak mengizinkan!""Ah, anak itu biar saja, dia nanti juga mengerti. Laki-laki menikah lagi tak perlu izin istri pertama, kok!" kilahnya."Tapi aku tidak menyukai Wulan, Bu!" "Kamu ini tidak normal apa, Galang? Wulan itu cantik, semok, pintar, baik, apa lagi yang kurang darinya? Dia pasti bisa menyenangkan hatimu!" terangnya bersemangat. Seperti seorang sales yang memasarkan produknya.Memang yang diucapkan Ibu ada benarnya. Walau aku belum menyukai Wulan tapi aku mengakui semua yang Ibu katakan barusan.Lalu setelah hari itu Ibu terus berusaha mendekatkan aku dengan Wulan. Membuatnya terus saja menempel denganku. Wulanlah yang menyiapkan semua keperluan harianku. Sedang Alika dibuat sibuk dengan urusan rumah tangga lainnya."Kamu mau 'kan menikahi Wulan?" tanya Ibu lagi untuk kesekian kalinya saat aku tengah mengecek pekerjaan melalui ponsel di ruang tengah.Tak kujawab pertanyaannya. Hanya terus saja fokus menatap ponsel."Galang, buatla
_______________8 FebruariDear Diary!Hari ini hatiku hancur berkeping-keping. Pernikahan itu tetap terjadi. Mas Galang dengan teganya menikahi Mba Wulan tanpa memikirkan perasaanku.Berulang kali aku meminta cerai. Berulang kali juga dia menolaknya. Katanya Mas Galang akan tetap mencintaiku sampai kapan pun, tapi kenapa ia malah menyakitiku seperti ini?Mas, kau tahu, sakit hati ini tak tertahan kan lagi. Lebih baik kau mencampakkanku dari pada aku harus melihatmu dengan wanita lain, dan hidup tersiksa seperti ini!________10 Februari.Seperti dugaanku, Mba Wulan makin bertingkah setelah resmi menikah dengan Mas Galang. Ia menganggap dirinya nyonya di rumah ini. Sikapnya bahkan lebih semena-mena dari pada Ibu.Kesal!Hidupku kini layaknya neraka __________20 FebruariAku sedih ... Ibu memberhentikan Mba Sum, pembantu kami satu-satunya. Mba Sum bagiku bukan hanya pembantu di rumah ini, tapi juga temanku. Karena hanya dia yang selalu bersikap baik padaku.Ibu bilang tak perlu paka
Saat itu jujur aku tidak tahu bahwa yang dimaksud adalah memohon-mohon dan bersujud seperti seorang peminta-minta.Kukira hanya meminta biasa seperti seorang anak yang membutuhkan uang pada orang tuanya."Kamu benar-benar jahat, Mas!" ucapnya sambil menatapku dengan tatapan yang amat sendu. "Alika, ini semua demi kebaikan kita bersama, Wulan pasti bisa mengatur keuangan keluarga kita dengan baik!" bujukku, berharap ia bisa menerimanya."Kebaikanmu, Mba Wulan dan Ibu lebih tepatnya, Mas!" ucapnya sambil berlalu pergi meninggalkanku begitu saja."Alika ..., Alika ...!" panggilku ingin membujuknya lagi. Tapi melihat ia yang telah hilang dari pandangan, membuatku mengurungkan niat. Toh Alika nanti juga akan kembali seperti biasa lagi, seperti hari biasanya ketika ia kesal padaku. Sekarang ada banyak pekerjaan yang lebih penting dari masalah ini.Semenjak hari itu memang aku tak pernah memberikan uang sepeser pun lagi padanya. Kuanggap Wulan telah memberikannya pada Alika sesuai yang ia
Kini aku berada di depan rumah besar yang menyimpan banyak kenangan itu. Rumah yang kubangun dari nol dan menjadi saksi perjuangan. Rumah yang pernah sangat kubanggakan karena menjadi simbol keberhasilanku berubah dari seorang Galang Gunawan anak tukang becak, menjadi Galang Gunawan pemilik salah satu perusahaan kontraktor di kota ini.Tapi rumah itu juga yang ternyata menjadi saksi betapa kejamnya perlakuanku juga perlakuan ibu tiri dan Wulan, mantan istri keduaku pada Alika dan Alesha.Aku perlahan memasuki rumah yang kini nampak seperti tak berpenghuni itu. Membuka pintunya yang ternyata tak terkunci. Kulihat sekeliling rumah yang tampak sangat berantakan dan tak terurus. Banyak barang dan furniture yang dulu ada kini hilang entah kemana."Ibu..., Ibu ...!"Panggilku, mencari sosok yang sangat ingin kutemui itu. Betapa aku penasaran akan kondisinya sekarang. Bagaimana dia bisa bertahan hidup saat aku di penjara, sementara tak ada siapa pun yang menjamin hidupnya?Tiba-tiba keluarla
"Mas ..., masa Ibu menghentikan Mba Sum sih!" teringat rengekan Alika suatu hari di ruang kerjaku,l saat Ibu memutuskan memberhentikan asisten rumah tangga kami."Ya, Ibu tadi sudah bilang padaku. Agar biaya rumah tangga kita tak membengkak memang." sahutku sambil terus fokus pada laptop dihadapanku."Terus gimana dengan kerjaan rumah dong, Mas?""Tinggal kerjakan bersama-sama, lah! Kamu, Wulan dan Ibu, gampang kan?!" jawabku, tanpa sedikit pun memalingkan mata dari pekerjaan."Iya, mending kalau mereka memang mengerjakannya. Tapi ini semua dibebankan padaku, Mas!" protesnya padaku sambil menghentakkan kakinya."Tinggal, dibagi kerjaannya dong! Kalian kan sudah besar. Masa seperti itu saja tak bisa? Ah ... sudah-sudah, Pekerjaanku banyak sekali ini. Jadi tolong jangan ganggu aku dulu!" Aku pun sekonyong-konyong meminta Alika pergi begitu saja. Tanpa mau mengerti arti keluhan Alika kala itu.Ya, ternyata memang kenyataannya Alikalah yang membersihkan seisi rumah setiap harinya seorang
Menjelang malam kubiarkan ibu beristirahat terlebih dahulu. Aku tak mau ia kecapekan lalu pingsan begitu saja, hal itu akan sangat merepotkan nantinya.Aku pun tak ingin dia sakit lalu mati dengan mudah. Masih banyak yang ingin kulakukan padanya. Betapa aku ingin dia merasakan semua penderitaan yang sama dengan yang Alika rasakan karena telah semena-mena dilakukannya pada Alika.Dari sela pintu kamarnya kulihat kini Ibu tengah membaringkan badannya di kasur, beristirahat setelah tadi membereskan semua kekacauan di rumah ini. Kurasa waktunya beristirahat sudah selesai. Maka aku pun seketika menendang begitu saja pintu kamarnya hingga menimbulkan suara yang keras. Ibu sekonyong-konyon terduduk, terperanjat."Ibu kira, bisa beristirahat begitu saja, hah?" bentakku. Ibu membalas menatap mataku penuh emosi, seakan mau melawanku. "Apa, mau melawan, Bu?" Tanyaku, sambil tersenyum meremehkannya. "Silahkan saja, tapi kau harus tahu, aku bukan Galang kecil lagi yang bisa kau perlakukan seenak
"Galang, kamu kemanakan ponsel dan uangku?" teriak Ibu saat sedang menikmati sepiring bubur ayam kesukaanku.Seperti yang sudah kuduga, Ibu akan meledak marah saat tahu semua uang yang dimilikinya kuambil. Tadi pagi ketika ia tengah mandi, aku menyelinap masuk kamarnya, mencari dimana ia menyimpan semua sisa uang hasil penjualan barang-barang di rumah ini. Toh itu juga uangku. Aku tak mau dia masih menikmati hidup setelah hari ini. Pastinya jika dia masih memliki sisa uang, akan memudahkan Ibu untuk kabur dariku. Ya ... lagi-lagi aku hanya melakukan yang sama dengan yang ia lakukan pada Alika. Tak memberi uang sepeser pun agar Alika tak bisa pergi dari siksaannya. "Galang ...!"Tak kuhiraukan teriakan Ibu yang membahana. Tetap menikmati sarapan buburku, sambil menunggu kehadirannya disini."Galang! Kamu yang ambil uangku 'kan? Semalam aku masih melihat uang itu ada dibtempatnya," tuduhnya, sambil menatapku tajam."Uangmu? Kau yakin itu uangmu?"Ibu seketika salah tingkah. Pastinya i
"Waw ..., akhirnya kau punya pembantu baru, ya, Galang!" seloroh Satria saat melihat Ibu yang tengah mencabuti rumput ditengah panas terik siang ini.Satria memang kuminta datang ke rumah untuk membawakanku laporan dan beberapa berkas terkait perusahaan yang harus kutandatangani. Kebetulan, aku juga punya tugas tambahan yang harus dia lakukan."Mau juga wanita itu melakukannya ternyata!" ejeknya lagip, tersenyum puas melihat Ibu yang nampak kepayahan berjongkok-jongkok mencabuti rumput.Aku hanya tersenyum mendengar ejekannya sambil terus menekuri berkas laporan yang ia bawa. Perusahaanku mulai stabil kini. Ia mulai bangkit lagi pasca hampir terpuruk karena kutinggalkan.Keyakinanku pada Satria terbukti, ia pasti mampu mengembangkan perusahaan tanpa diriku. Buktinya kini beberapa tender ia menangkan kembali. Termasuk mega proyek bersama Dyna Corp, untuk membuat sebuah small city, kota dalam kota. Nampaknya kini aku bisa lebih bernafas lega meninggalkan perusahaan, lalu fokus pada mi