PoV. Bayu.Acara tukar cincin ini baru saja selesai, diiringi tepuk tangan para tamu yang hadir. Meskipun acara ini hanya mengundang kalangan terbatas, Namun, tak mengurangi kemeriahannya.Sejak diawal acara aku tak melihat Alina, beberapa kali mataku menyapu ruangan ini mencari keberadaannya, namun, tak kutemukan sosoknya ada diruangan ini.Dimana Alina?Entah kenapa tiba-tiba ada rasa khawatir menyeruak di dada. Kucoba meyakinkan diri jika Alina ada di ruangan ini, sempat terpikir mungkin Alina sedang berada dikamar kecil."Selamat ya, sayang."Ibu Delia, calon mertua ku, memeluk putrinya Kania, sesaat acara tukar cincin ini selesai. Aku membalas ucapannya dengan mengulas senyum ketika tangan itu mengulur memberi selamat untukku.Aku masih mengedarkan pandanganku, mencari Alina di setiap sudut ruangan ini, tapi, sosoknya tetap tak terlihat olehku."Mas, kau tak apa apa?" Suara Kania mengejutkanku, membuatku refleks menoleh padanya. "Tak ad
PoV. Bayu."Apakah selama ini aku telah berlaku zholim pada Alina?"Perasaan kini bercampur aduk. Ku rogoh ponsel disaku celana, mencoba menelpon Alina."Apa yang sekarang ingin kau lakukan, Bayu? Kau ingin menelepon Alina? Cih, Tak perlu, ponsel Alina sudah tak aktif lagi. Lagipula, untuk apa kau ingin mencarinya? Kau hanya akan menambah beban deritanya saja," Sinis Mbak Lisa padaku.Mas Adi tak banyak bicara, seolah apa yang ingin ia katakan sudah diwakili oleh istrinya. Untuk sesaat, aku menyadari jika Mas Adi sangat kecewa padaku.Aku menggeleng pelan, ada rasa kesal, dan amarah bercampur aduk dihatiku saat ini. Hari lamaran yang seharusnya membahagiakanku, tiba tiba berubah kelam.Alina, mengapa kau merahasiakan kehamilanmu padaku? Sejahat itu kah perlakuanku padamu, hingga membuatmu sampai kau tak ingin memberi tahu perihal kehamilanmu ini padaku?Surat dari Alina masih kugengam erat. Kini hanyalah keheningan yang menyapa kami, Raut wajah kecew
PoV. BayuApakah ini yang dinamakan cinta? Entahlah, yang kutahu bahwa aku tak ingin kehilangan Kania.Penjelasan Arif tak menggoyahkan hubungan kami, saat kutanyakan kebenaran berita itu pada Kania. Ia pun jujur jika semua yang dikatakan Arif adalah benar. Kania mampu meyakinkanku jika hal yang terjadi pada hubungannya dengan Arif tak akan pernah terjadi dalam hubungan kami. Aku memilih mempercayainya, dan hubungan kami berlanjut hingga akhirnya berbilang tahun.Memasuki tahun ketiga hubunganku dengan Kania, aku mengutarakan keinginanku untuk meminangnya, Alhamdulillah semua anggota keluarga ku mendukung. Sayang, rencana hanyalah tinggal rencana, karena tiba tiba aku mendapat mutasi kerja, pindah kekantor cabang yang baru diresmikan, di Surabaya.Kepindahanku ke Surabaya membuat rencana untuk melamar Kania sementara kutunda dulu, namun, hal itu tak menjadi masalah atau membuat jarak dalam hubungan kami, entah angin apa yang datang, setahun setelah kepindahanku tiba
PoV. Bayu.Aku terdiam cukup lama setelah membaca surat ini, rasa sesak tiba tiba hadir menyeruak didada. Sedalam inikah rasa kecewa yang dirasakan Alina padaku, hingga membuatnya memilih pergi meninggalkanku?Tuhan, kumohon ampuni kesalahanku.Kuremas rambutku kasar, entah kemana aku mencari Alina? Ia tak mungkin kembali ke rumah peninggalan orang tuanya, karena rumah itu saat ini masih disewakan, lagipula, Alina tak akan berbuat sebodoh itu. Pergi ketempat yang mudah dijangkau olehku.Alina tak begitu memiliki banyak kerabat. Ibunya seorang anak tunggal, sedang ayahnya hanya punya satu orang adik perempuan yang kini menetap di Palembang. Mungkinkah Alina pergi kesana?Drrtttt .... Ditengah kalutnya pikiranku saat ini, ponselku kembali berdering, dengan memutar bola mata malas, aku melirik kearah ponselku, tertera nama Kania disana.Begitu panggilan ini tersambung, nada suara Kania yang kesal langsung terdengar ditelingaku.[Mas, aku sudah ber
"Siapa?" Teriakku dari dalam."Alina ini aku, bisakah kau buka pintunya sebentar?" Terdengar suara seseorang menyahut dari luar, membuat tubuhku seketika dingin. Mungkinkah ada yang mengetahui keberadaanku disini?****Aku masih terpaku, mencoba mengingat suara itu, namun, hal itu tak membuahkan hasil karena pikiranku sedang kalut.Tok ... tok!Kembali terdengar pintu itu diketuk, daripada terus-menerus berpikir, kuberanikan diri melangkah menuju pintu. Sosok seorang wanita berseragam hotel ini berdiri tepat di hadapanku, aku nyaris terpekik saat kulihat ia kembali menyebut namaku."Alina, matamu seperti melihat hantu saja.""Kau nyaris membuatku mati berdiri, Nisa. Astaghfirullah, aku lupa jika kau bekerja di hotel ini," ucapku sambil menepuk kepala."Dasar!"Tanpa dipersilahkan masuk, gadis berusia 26 tahun ini langsung melangkah mantap menuju ranjang, dan merebahkan diri di sana."Ah, nyamannya." Gumamnya terdengar olehku."Ak
"Ini kontrakan yang kuceritakan padamu, Alina, dan Itu rumah Bu Maryam, pemilik kontrakan ini," tunjuk Nisa pada bangunan rumah yang berjejer dan saling berhadapan ini padaku dan sebuah rumah bertingkat dua yang kira kira berjarak empat rumah dari kontrakan ini."Kalau gak salah yang paling ujung arah timur itu yang kosong," sambungnya."Rumahnya kelihatannya bersih, aku suka," Jawabku."Syukurlah jika kau suka. Alina. Kurasa lebih baik kita kerumah Bu Maryam saja. Biar kau bisa melihat bagian dalamnya." Ajak Nisa."Baiklah."Kami berdua berjalan menuju rumah bertingkat dua bergaya mediterania klasik ini, yang berjarak sekitar enam puluh meter dari tempat asal kami berdiri tadi.Sebuah pagar setinggi tiga meter seolah menyambut kedatangan kami, pagar besi berwarna hitam ini sangat kontras sekali dengan warna cat rumah yang nyaris berwarna putih.Satpam penjaga rumahnya, menyambut ramah kedatangan kami, Mendengar niat kedatangan kami, iapun mempersila
Aku baru saja melipat mukena, ketika kulihat Nisa sudah rapi dengan seragam kerjanya. Kulirik jam di dinding kamar Nisa, sudah menunjukkan pukul lima lewat dua puluh menit, masih sangat pagi untuk beraktivitas keluar rumah.Semalam aku memilih tidur dikamar Nisa dari pada dikamar yang telah disiapkan Nisa untukku, entah kenapa aku tak ingin tidur sendiri, aku takut akan memikirkan Mas Bayu jika tidur sendiri. Paling tidak untuk malam ini saja aku bisa sejenak melepaskan diri dari berpikir tentang dirinya.Tak semudah itu untuk melupakan cintaku pada Mas Bayu, tak cukup hanya dengan waktu sehari, seminggu atau sebulan. Aku mungkin akan butuh waktu lebih dari itu, untuk bisa lepas dari bayang-bayang Mas Bayu, karena cinta ini sudah mengakar cukup kuat dihatiku.Aku berpaling menatap Nisa, gadis dengan wajah oval dan postur tubuh tinggi bak model catwalk ini, sedang asyik mengoleskan pelembab kewajahnya."Kau mau berangkat sepagi ini, Nisa?" Tanyaku."Belum, na
PoV. Kania"Aku ingin pernikahan kita dipercepat, Mas. Jangan coba memberikan alasan untuk menolaknya, atau kau akan mendapat masalah," Jawabku langsung pada intinya.****"Kania, bisakah kau mengerti keadaanku sekarang? Alina hilang, dan aku masih belum tahu keberadaannya. Tolonglah jangan membuat masalahnya semakin runyam," kilah Mas Bayu.Aku mencebik kesal padanya, aku tahu, akan timbul penolakan darinya. Namun, aku tak ingin menunggu lagi, sudah cukup enam tahun bagiku untuk bersabar."Aku sudah bisa menduganya mas, karena itu aku ingin mempercepat tanggal pernikahan kita, aku tak mau menunggu sampai tiga bulan lagi. Aku mau pernikahan kita digelar bulan depan," desakku."Kania, kumohon tolong mengerti keadaanku sekarang," jawab Mas Bayu dengan sorot matanya yang memelas iba."Tidak mas. sudah cukup aku mengerti. Setidaknya pikirkan juga tentang diriku, jangan terus menggunakan Alina sebagai alasan. Aku tak mau mendengar alasan apapun. Sudah kup