Share

4. Memilih Mundur

Penulis: Ajeng padmi
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-30 10:32:04

Pagi harinya Luna bangun dengan badan yang seperti remuk, setelah pembicaraan penuh emosi dengan sang ayah, Luna memilih mengistirahatkan dirinya, meski matanya berkhianat tak mau terpejam, sampai menjelang subuh. Praktis dia hanya bisa tidur sekitar dua jam saja.

Kepalanya terasa berat tapi di pagi hari banyak hal yang harus dia lakukan, hidup berdua saja dengan sang ayah tanpa ibu membuat Luna terbiasa mengambil semua pekerjaan rumah.

Luna menatap ke arah cermin, wajahnya begitu pucat dan matanya sembab efek dari menangis tadi malam. Sekarang dia bukan lagi Luna yang sama seperti kemarin, seorang gadis perawan dengan aktifitas monoton antara rumah, sanggar dan kantor saja.

Luna memang pernah mengeluhkan kemonotonan hidupnya, tapi sepertinya sekarang Tuhan terlalu cepat mengabulkan semua keinginannya. Hidupnya yang tenang berubah seratus delapan puluh derajat, bahkan mungkin lebih seru dari sinetron yang sering ditonton ibu-ibu tetangganya.

Kadang Tuhan memang punya cara sendiri untuk bercanda.

“Kamu akan tetap pergi kerja hari ini?” tanya sang ayah yang sudah siap di meja makan dengan koran paginya.

Luna meletakkan sepiring nasi goreng yang baru saja dibuatnya di depan sang ayah. “Luna akan mengundurkan diri dari sana... Luna tidak mau bertemu dia lagi.”

Sang ayah tidak perlu bertanya lagi siapa dia yang dimaksud putrinya.

“Apa kamu mau ayah membantumu memberikan surat pengunduran diri ke sana?” tanya sang ayah iba.

“Tidak ayah, aku akan menghadapi semuanya, aku tidak salah dan tidak akan terus bersembunyi seperti pengecut,” katanya berapi-api. “Tapi apa ayah tidak keberatan punya anak penggangguran?” tanya Luna hati-hati, mereka bukan berasal dari keluarga kaya, keluar dari tempat kerja tentu memberikan dampak yang cukup besar untuk Luna.

“Ayah masih mampu memberi makan putri ayah bahkan cucu ayah juga.”

Suasana langsung hening dengan ucapan itu, mungkin Luna lupa atau tak pernah terpikirkan kalau perbuatan mereka malam itu mungkin saja menghasilkan janin yang nantinya akan tumbuh di rahimnya.

“Maafkan ayah jika mengatakan ini langsung, tapi kamu harus tahu konsekuensi itu.” Ayahnya benar, jika dia tidak ingin bahkan melihat Laksa, tentu dia harus menanggung resiko itu sendirian.

“Kenapa ayah tidak marah? Kenapa ayah tidak menampar Luna? Luna tidak bisa menjaga diri, kalau ayah marah dan memukul Luna, Luna pasti akan menerimanya.”

Luna kembali menangis tergugu, dia tak tahu takdir apa yang akan menyapa masa depannya nanti. Dia merasa hidupnya sudah berakhir tadi malam, tapi saat ingat sang ayah yang akan sangat sedih dia tinggalkan maka Luna berusaha tegar, tapi saat membicarakan konsekuensi kejadian semalam, Luna tak dapat lagi menahan perih di hatinya.

“Ayah di sini ada untukmu, Lun, suatu saat kebenaran pasti akan terungkap.”

***

Dengan mobil tua sang ayah Luna berangkat ke tempat kerjanya. Sebuah hotel berbintang yang menawarkan kemewahan untuk pengunjungnya, Luna bekerja sebagai tenaga accounting di sana.

“Ayah akan menunggu di sini.”

“Tidak perlu Luna bisa naik ojek pulang, lagi pula ayah harus mengajar.”

Sang ayah tersenyum teduh. “Murid-murid ayah yang baik itu pasti mengerti kalau gurunya ada urusan sebentar. Pergilah, Nak, ayah di sini.”

Luna terharu dengan dukungan ayahnya disaat dia jatuh seperti ini, dipeluknya sang ayah erat.

“Luna sayang ayah,” lirihnya.

“Ayah tahu, ayah juga sayang Luna, sekarang pergilah, lakukan apa yang ingin kamu lakukan.”

Luna mengangguk dan berjalan keluar mobil. Sepanjang lobi, Luna bisa menatap pandangan jijik semua orang yang lewat, apakah ini perasaannya saja yang sedang sensitif ataukah memang semua orang sudah tahu kejadian semalam.

Betapa cepatnya kalau begitu, padahal belum sehari.

Luna kembali berjalan, tak mempedulikan semua orang yang menatapnya. Ruangan HRD sudah terlihat dan Luna langsung mengetuk pintu dan seorang laki-laki pertengahan empat puluhan mempersilahkannya masuk.

“Sa... saya mau menyerahkan ini, Pak,” katanya denga gugup.

“Kamu yakin akan mengundurkan diri?” tanya bapak itu.

“Iya, Pak,” jawab Luna dengan mantap, dia ingin segera pergi dari sini dan menyembuhkan luka hatinya.

Untuk lari dari kenyataan. Teriak batin Luna.

“Di sini alasanmu, karena ingin tinggal dengan nenekmu yang sudah tua.”

Demi Tuhan kenapa juga mengundurkan diri harus diinterogasi seperti pencuri. “Benar, Pak beliau sudah tua dan mulai sakit-sakitan.”

Luna hanya bisa berdoa pada Tuhan kalau omongannya tak akan jadi kenyataan, neneknya bahkan masih mampu mengangkat sebakul besar nasi yang akan dijual.

“Baiklah jika itu maumu.”

Luna bersyukur sesi interogasi ini akhirnya berakhir dengan baik. Tapi seperti si bapak niat sekali membuat kejutan.

“Apa bukan karena kamu akan menikah dengan pak Laksa?” mungkin bagi laki-laki itu hanya pertanyaan biasa tapi bagi Luna itu seperti bom yang dijatuhkan tepat di depan mukanya.

Jadi benar kejadian semalam memang sudah terdengar sampai kantor, memang ada beberapa orang yang masih ada di pesta malam itu. Tapi Luna sama sekali tak menyangka kecepatan lidah mereka.

“Saya hanya pegawai biasa, tidak mungkin menikah dengan Pak Laksa.” Dan Luna buru-buru permisi sebelum si bapak bertanya lebih lanjut, sudah cukup buruk penderitaannya semalam, Luna tidak perlu lagi hakim dadakan yang mengevaluasi hidupnya.

Secara resmi Laksa memang menjabat sebagai CEO di hotel keluarganya. Tapi seperti yang dikatakan Laksa pada pertemuan mereka tadi malam, laki-laki itu sama sekali tidak mengenalinya. Karena memang tidak penting, dia mungkin hanya tahu Luna dari data saja.

“Tidak tahu malu! Jadi benar kamu menjebak pak Laksa hingga tidur denganmu, kupikir kamu gadis polos ternyata ular berbisa.”

Luna memandang wanita yang hanya beberapa tahun lebih tua darinya itu dengan pandangan tak terbaca, padahal selama ini mereka cukup dekat, tapi semua orang sepertinya sepakat untuk mempercayai mentah-mentah ucapan Laksa dan mengorbankan dirinya.

Luna berlalu tanpa menjawab sepatah katapun, beberapa teman yang dikenalnya ada yang memandangnya iba juga tapi tak sedikit yang terlihat jijik padanya.

Sepertinya aku berubah menjadi ulat bulu, Luna mencoba melucu di saat yang tidak lucu ini.

Yang ingin dia lakukan saat ini adalah pergi jauh dari sini.

“Ternyata kamu benar-benar kerja di sini.” Luna mengangkat wajahnya dan terbelalak melihat siapa yang berdiri di depannya dengan wajah dingin.

Laksa.

Laki-laki itu masih setampan yang Luna ingat, detak itu masih ada, apalagi saat berdiri berhadapan seperti ini. Hatinya memang bandel, tak bisa diatur, padahal karena laki-laki inilah hidupnya hancur dalam semalam.

“Mulai hari ini tidak lagi, saya sudah resign.”

“Kamu mengharapkan aku menanggung hidupmu,” ejek Laksa.

Luna menatap laki-laki itu dengan kemarahan yang berkobar, entah hilang kemana detak jantung untuk orang ini. Yang ada sekarang hanya kemarahan.

Luna bukan pengemis, dan dia tak butuh belas kasihan orang lain.

“Anda tidak perlu khawatir saya tidak akan menuntut apapun, silahkan nikmati hidup anda.”

Luna kembali melangkah meninggalkan Laksa yang terperangah ditempatnya berdiri.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
makanya jadi cewek jgn gampangan dan terlalu murahan hatimu itu.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Wanita Yang Kau Pilih   285. Wanita Terpilih 2

    Satu minggu kemudian, waktu yang dijanjikan Laksa untuk mengajak keluarganya ke Yogya, dan hal yang sangat tidak diduga Luna adalah untuk memenuhi keinginan sang istri yang ingin naik kereta, Lkaksa memboking satu gerbong kereta eksekutif yang harga tiap kursinya hampir satu juta rupiah. “Memangnya kita mau ajak orang satu kelurahan, pakai booking satu gerbong.” Laksa hanya mengedikkan bahunya acuh. “Aku tidak mau kamu dan Dio merasa tidak nyaman.” Luna hanya diam percuma saja berdebat dengan Laksa yang memang sudah sejak lahir di beri makan dengan sendok emas. “Hei jangan cemberut seperti itu aku minta maaf, ok lain kali aku akan minta pendapatmu dulu.” “Tapi ini berlebihan kaka.” “Tidak ada yang berlebihan untuk istri dan anakku yang berharga.” Siapa yang tidak terbuai coba dengan mulut manis Laksa. Seperti biasa saat mereka tiba di rumah sang nenek, se

  • Wanita Yang Kau Pilih   284. Wanita Terpilih

    Luna berdiri sambil mengawasi putra kecilnya yang sesekali mengganggu sang ayah yang sedang khusyuk berdo’a di samping makan sang nenek, laki-laki kecil kesayangan Luna itu memandang ingin tahu, Luna sudah mencoba menggendongnya untuk di bawa ke mobil terlebih dahulu, tapi dasar anak itu malah meronta dan lebih memilih untuk bersama ayahnya. Hari ini memang mereka sedang mengunjungi makan ibu Laksa. Sudah dua tahun berlalu sejak kematian sang ibu, dan Laksa sepertinya sudah mengikhlaskan semuanya, baik kematian ibunya maupun perlakuan ibunya dulu padanya meski begiitu hukum masih tetap berjalan, pelaku yang menyebabkan ini semua, pun keluarganya yang berusaha menyuap petugas juga sudah mendapatkan hukuman yang setimpal. Selama dua tahun ini hidup mereka memang bisa dibiilang lebih tenang, meski banyak masalah yang menerpa tapi tetap saja bersama mereka bisa mengatasinya. Memang begitulah definisi hidup berkeluarga yang sering aya

  • Wanita Yang Kau Pilih   283. Tinggal Rencana 2

    Kepulangan kedua orang tuanya merupakan anugerah bagi Laksa, paling tidak kedua orang tuanya akan membantunya menyelesaikan masalah ini. “Kamu urus masalah di kantor polisi dengan papa, mama dan Luna akan mengurus Dio,” kata sang mama lembut tapi tegas. Mamanya memang sudah tua dan mulai sakit-sakitan, tapi tetap saja kemampuannya dalam menghadapi orang-orang licik itu tidak berkurang. Benar saja, saat Laksa sampai di kantor polisi, sang papa juga sudah ada di sana ditemani om Hardi. “Papamu memberikan bukti tambahan untuk menjerat mereka,” bisik Dirga pada Laksa. “Sepertinya aku sudah dibutuhkan di sini, lebih baik aku tadi menemani istriku,” gumam Laksa antara kesal dan lega semua sudah berjalan lancar. “Tentu saja, aku sudah bekerja keras untuk ini.” “Ya...ya, aku sangat berterima kasih untuk itu, meski aku tahu apa tujuanmu sebenarnya.” Dirga mengangkat

  • Wanita Yang Kau Pilih   282. Tinggal Rencana

    Mobil mewah itu melaju dengan kencang menuju pusat kota. Terlihat sangat terburu-buru bahkan tak melihat sesaat kemudian sebuah mobil lain mengekor di belakangnya. “Apa mereka bisa menolong mama, Pa?” tanya laki-laki yang lebih muda, yang memegang kemudi mobil mewah itu, di sampingnya laki-laki yang lebih senior duduk dengan tegang. “Jangan pikirkan mamamu dulu, pikirkan kita sendiri, jika kita tidak selamat, mamamu juga tidak akan mungkin bisa bebas.” “Tapi, Pa-“ “Sudahlah jangan bicara lagi, seharusnya kamu bicara padaku saat mamamu akan melakukan hal konyol itu, lihat sekarang, aku yakin keluarga itu tidak akan tinggal diam dan mengusut semuanya.” Laki-laki yang lebih senior itu terus saja mengoceh menyalahkan semua orang, sedangkan laki-laki yang lebih muda dan sedang mengemudi terlihat berusaha keras menahan amarahnya, tangannya mencengkeram kemudi

  • Wanita Yang Kau Pilih   281. Belum Tuntas2

    Luna tersenyum miris, kakinya lalu melangkah menghampiri kulkas dan menemukan beberapa buah jeruk yang sepertinya sudah di sana dari beberapa hari yang lalu. Melihat isi kulkas yang penuh dia yakin ibu mertuanya baru saja mengisinya, tanpa tahu sebentar lagi dia tidak akan bisa menikmati ini semua. “Ada jeruknya?” Luna menoleh dan tersenyum saat sang tante ternyata membuntutinya. “Ada tante.” Sejenak Luna larut dalam kegiatannya membuat jus jeruk, tapi saat teringat sesuatu dia lalu meninggalkan sebentar mesin juicer yang masih menyala dan menemui sang tante. “Apa ada yang harus Luna bantu, Tante, maaf tadi Luna malah istirahat di kamar dan tidak membantu.” “Bukan masalah, Nak, tante tahu kamu pasti lelah, apalagi yang tante dengar anakmu juga masih di rumah sakit.” “Iya tante, sekarang di jaga salah seorang keluarga. Ehm... tante apa tidak sebaiknya kita pesan makanan sa

  • Wanita Yang Kau Pilih   280. Belum Tuntas

    Ada sebagian orang yang memang bisa dengan legowo menerima musibah yang telah terjadi pada dirinya, dan menganggapnya sebagai takdir Tuhan yang harus mereka jalani, tapi sebagian lagi tidak dapat menerima hal itu dengan baik, balas dendam dan mencari kambing hitam adalah hal yang paling lumrah dilakukan. Pembalasan yang mereka lakukan pun sangat beragam ada yang hanya dengan nyinyiran, tak saling tegur atau yang paling ekstrem sampai pada tindak kriminal yang nantinya juga bisa merugikan diri sendiri. Dirga sangat sadar akan hal itu. Sebagai orang yang pernah mengalami kemarahan dan kekecewaan yang sama, tapi tentu saja dia tidak sudi untuk terus menerus jadi korban, apalagi jika dirasa kemarahan orang itu membabi buta. “Aku dengar kamu mengancam ibu Raya,” kata Laksa saat mereka duduk berdua setelah pemakaman sang ibu usai dilakukan , beberapa sanak saudara terlihat membantu dalam prosesnya. “Kenapa kamu tak terima,” kata Dirga ketus. Laksa langsung menoleh pada sepupunya i

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status