Share

Jangan Ambil Putriku

"Meski selalu terlihat baik-baik saja, aku tetaplah aku yang membutuhkan pegangan kala badai menggulung dalam ketidakberdayaan."

==============

Lintang menekan wajahnya dengan kedua telapak tangan. Tangis wanita itu pecah kala menceritakan pengkhianatan sang suami di hadapan Handoko--Papa Arsen--Dia membuka kembali lembar demi lembar album pernikahan yang ternoda titik hitam, seperti mengiris perlahan hatinya yang sudah tidak utuh lagi. Wanita itu tidak baik-baik saja, meski beberapa hari ini dia mencoba tegar, mensugesti diri jika dia sanggup menelan pil pahit yang disodorkan Arsen.

Nyatanya, dia tetaplah seorang wanita. Di balik pembawaannya yang tegas dan mandiri, Lintang amat sangat rapuh, jiwanya haus kasih sayang yang hilang sejak masa kanak-kanak. Bahtera yang dia harapkan terus mengarungi lautan, harus kandas terhempas puting beliung.

Handoko yang mendengar cerita menantunya tersebut hanya diam seraya menatap tajam ke arah Arsen, yang berdiri mematung di hadapan sang papa. Beberapa jam setelah Gayatri dirawat, bayi tersebut diperbolehkan pulang dengan syarat harus diperhatikan suhu tubuhnya, tak lupa dokter meresepkan obat untuk bayi tersebut. Handoko memutuskan membawa cucu satu-satunya tersebut ke rumahnya. Setelah mengusir Anita yang hendak mengikuti mereka.

"Papa kecewa. Kau tidak berubah sama sekali," geram Handoko seraya melangkah mendekat. Pria paruh baya tersebut memilih mendekati Lintang, menepuk pelan bahu wanita tersebut.

Mendengar kalimat itu, Lintang mengangkat kepalanya, dahi wanita itu berkerut. "Apa maksud, Papa?"

Handoko mengempaskan napas, raut kecewa terlihat jelas di wajahnya. "Maaf, Papa gagal mendidik Arsen, hingga dia melakukan hal memalukan seperti ini. Akan tetapi, jangan mengambil keputusan secara gegabah. Pikirkan putri kalian."

Lintang terdiam mendengar permintaan pria tersebut. Tentu saja dia memikirkan putrinya. Wanita itu bahkan akan memberikan seluruh dunia beserta isinya demi kebahagiaan sang putri, tetapi untuk kembali hidup bersama Arsen, sungguh tidak mungkin.

Hatinya telah telanjur sakit dan hancur oleh perbuatan pria tersebut. Mana mungkin dia bisa tersenyum dan bersikap seolah-olah tidak terjadi apa pun, sementara kesalahan yang dilakukan Arsen begitu nyata. Bisakah membesarkan sang putri, sementara hatinya tidak bahagia? Tentu tidak! Lintang bukan malaikat yang tidak memiliki dendam dan sakit hati. Jika memperturutkan inginnya, mungkin wanita itu sudah memperkarakan keduanya dengan pasal perzinahan, tetapi itu hanya akan menambah beban pikirannya.

"Maaf, Pa ... aku tidak bisa." Lintang menggeleng pelan seraya memejamkan matanya. Ada denyut nyeri yang tiba-tiba menusuk hati, seolah-olah ribuan jarum tengah menusuk jantung, lalu menjalar ke setiap ruas jemari. Lintang bahkan harus mengepalkan kedua telapak tangannya untuk menetralisir sakit tersebut.

Handoko menghela napas panjang dan dalam, sorot matanya berubah sendu menatap sang menantu, seperti ada kesedihan di sana, mungkin pria itu--yang masih terlihat bugar di usia kepala lima tersebut--ikut bersedih dengan nasib pernikahan keduanya yang kini berada di ujung tanduk.

"Pikirkan lagi, Lintang. Papa tidak ingin Gayatri hidup tanpa kasih sayang yang lengkap dari orang tuanya." Tatatapan pria itu berubah tajam saat mengalihkan tatapan ke arah Arsen. "Dan kau ... tinggalkan perempuan itu, sampai kapan pun menantuku hanya Lintang."

Arsen bergerak gelisah saat mendengar getar suara sang papa yang seakan-akan menusuk gendang telinganya, dia tahu, pria itu tidak main-main dengan ucapannya. Andai semudah itu meninggalkan Anita.

"Aku ngga bisa ninggalin Anita, Pa," jawab Arsen, seraya menatap Handoko sedikit takut, membuat pria tersebut mengernyit.

"Apa maksud kamu?! Jangan main-main, Arsen! Apa mata kamu buta, dilihat dari mana pun Lintang jauh lebih unggul," seru Handoko dengan wajah mengeras, pria itu tak habis pikir dengan jalan pikiran putranya tersebut, apa perempuan itu telah mencuci otaknya?

Lintang yang mendengar jawaban Arsen semakin terluka, rasanya oksigen di sekitarnya menipis, membuat dada wanita itu sesak dan sakit. Sedalam apa cinta Arsen pada Anita, hingga tak sedikit pun pria itu memikirkan perasaannya? Lima tahun pernikahan mereka sama sekali tak berarti, karena dengan lantang pria itu memilih wanita yang baru dikenalnya setahun yang lalu

"Maaf, Pa, aku ngga bisa ninggalin, Anita. Dia ... hamil," jelas Arsen terbata, ada rasa bersalah yang ditangkap Lintang saat manik mata mereka beradu sesaat. Ada keterkejutan sekaligus luka di mata wanita itu. Namun, dengan cepat Lintang memalingkan wajahnya, tak ingin terpesona sorot mata elang yang selalu membuatmya jatuh cinta.

Handoko terdiam mendengar jawaban sang putra, dia menyandarkan punggung ke sandaran kursi, seraya mengembuskan napas lelah. Mata pria itu kembali menatap Lintang dengan sorot memohon.

"Lintang, biarkan Arsen bertanggung jawab, setelah anak itu lahir, mereka akan bercerai. Ini demi anak kalian."

Lintang menggeleng pelan, sampai kapan pun dia tak akan mengubah keputusan. Untuk apa bersama jika sang pria telah mendua? Bukan tidak mungkin Arsen akan lebih condong kepada Anita, lagipula hatinya tidak seluas itu memberi maaf.

"Tidak, Pa," tolak Lintang seraya menarik napas dalam dan panjang. "Aku tidak bisa bersama Arsen lagi. Lebih baik perceraian ini diputus di pengadilan," tegasnya.

"Pikirkan lagi, Nak. Bagaimana Gayatri nanti, jika orang tuanya tidak lengkap." Handoko terus membujuk berusaha melembutkan hati Lintang yang mengeras. Akan tetapi, wanita itu menggeleng, tak sedikit pun surut ke belakang.

Handoko mengembuskan napas keras. Sepertinya pria paruh baya itu kesal karena usahanya menyatukan rumah tangga sang anak gagal.

"Baiklah ... silahkan bercerai," ujarnya seraya bangkit dengan wajah merah padam. "Mulai hari ini urus hidup kalian masing-masing! Aku tidak peduli lagi. Gayatri akan tinggal di sini, bersamaku."

Mendengar itu Lintang terperanjat. Bagaimana mungkin dia dipisahkan dari sang putri, sementara dia masih butuh ASI darinya. "Ngga, Pa ... Gayatri putriku, gimana mungkin Papa tega memisahkan kami," ucap Lintang dengan suara bergetar.

"Papa melakukan ini demi kebaikan Gayatri. Kamu menolak kembali pada Arsen dan memilih hidup di panti. Apa kamu mau hal kemarin terulang lagi? Tidak! Aku tidak percaya kalian berdua." Handoko menjeda ucapannya, kata-kata pria itu terdengar sangat tajam. "Jika kamu mau anakmu, kembali pada Arsen. Jika tidak, bersiaplah hidup tanpa putrimu di sisi," ancamnya keras dan Handoko tak pernah main-main dengan ucapannya.

Lintang terhenyak. Tidak percaya sang papa mertua tega melakukan hal itu. Tidak! Dia tidak akan menyerahkan putrinya saja, tidak akan pernah.

"Dan kamu, Arsen ... keluar dari rumah yang kau tempati sekarang, karena rumah itu milikku dan aku tidak sudi ditempati dirimu dan wanita tidak tau diri itu."

Arsen terperanjat mendengar mendengar keputusan Handoko. Dia paham, kata-kata pria itu adalah titah, dan dia takkan bisa menawar seinci pun.

"Lalu aku tinggal di mana, Pa?" tanya Arsen membuat Lintang mendengkus kesal. Dia tidak percaya jika pria itu lebih mengkhawatirkan tempat tinggalnya dari pada putri mereka.

"Aku tidak peduli. Kembali bersama maka aku kembalikan semua. Jika tidak, anggap saja aku sudah mati bagi kalian."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status